Tahun 2006. Hari minggu biasanya saya weekend di China. Dari Hong Kong sekitar 2 jam dengan train. Setelah sholat saya jalan kaki sekitar komplek rumah saya di Zhangmutou, district Dongguan. Ini kawasan perbukitan sama seperti daerah Jonggol di Jawa barat. Sangat jauh dari keramaian Shenzhen apalagi Hong Kong. Tidak jauh dari komplek itu ada pasar. Tida begitu besar, tetapi lumayan. Banyak ruko berdiri dan sangat bersih. Maklum di kelola oleh Hong Kong.
Di pojok pasar itu ada wanita pedagang kaki lima Jagung rebus. Mungkin usianya belum 25 tahun. Yang membuat saya terkesan adalah dia berdagang bersama Balitanya. Engga kebayang. Jam berapa dia dari rumah. Tentu dingin sekali. Apalagi winter. Saya selalu mampir dan beli jagung rebusnya. Dari jauh dia keliatan tersenyum ketika saya melangkah ke lapaknya. “ Apa kabar” tegur saya dalam bahasa mandarin
“ Kabar baik” Katanya. Saya beli jagung itu 20 buah. Harga satu, 2 yuan. Itu artinya 40 yuan. Saya pernah tidak terima uang kembalian dia 10 yuan. Karena saya bayar pakai pecahan 50 Yuan. Tapi dia berkeras untuk saya terima uang kembalian itu. Dan saya yakin setelah itu dia akan tutup. Karena stok dagang dia hanya sebanyak itu. “ Dia hanya bisa dagang hari minggu. Hari biasa engga boleh oleh Pemda. Pasti kamu saja konsumennya. Kalau kamu tidak beli, saya yakin dia hanya duduk berharap orang beli.” Kata teman saya.
“ Kalau tidak ada yang beli? tanya saya
“ Walau pasti gagal, dia tetap berdagang. “ kata teman saya.
Satu pertarungan untuk hope yang tidak mudah. Karena mungkin dia tidak punya pilihan untuk survival.
Berlangsung berbulan bulan, dan saya terus beli jagung rebusnya. Akhirnya saya kenalan dengan dia. Namanya Li Wei. Suaminya meninggal dalam kecelakaan kerja. Tinggalnya di distrik Changping. Mungkin karena penampilan saya sangat sederhana, dia merasa nyaman berteman dengan saya. Pernah dia dan Balita nya saya ajak sarapan pagi di restoran yang ada di pasar itu. Dia ragu masuk. “ masuklah. Engga apa apa” Kata saya.
“ Kamu yakin ada uang? Ini mahal sekali. Sekali makan bisa untuk hidup saya seminggu” Katanya polos. Saya senyum saja dan gendong balitanya masuk ke dalam restoran.
***
Tahun 2007, Winter.
Satu waktu saya dapati Wei tidak ada di tempat dagang itu. Kemana dia ? Apakah dia dapatkan pekerjaan baru.
“ Ah biasa di China. Tidak lebih setahun, kalau nasip tidak berubah. Mereka pasti cari akal untuk pindah usaha. Semua begitu. Mereka memang sabar tetapi ada batasnya juga. Engga mau mereka stuck” Kata teman saya. Sayapun melupakannya.
Setahun kemudian saya bersama tamu saya dari Korea ke KTV di Dongguan. Ketika wanita belia di konteskan di hadapan tamu, saya melihat si Awei di antara wanita itu. Walau dia bersolek dan keliatan cantik sekali tapi matanya dan raut wajahnya tidak membuat saya lupa. Yakin atau tidak, tetapi ketika mata saya bertaut dengan dia, dia segera menunduk. Aha..benar si Awei ini” Kata saya tersenyum. Mami san berbisik kepada saya’ Itu wanita baru kerja disini hari ini. Kamu beruntung”
Saya minta mami san agar Wei dampingi saya. “ Ganti bajunya dengan pakaian biasa. Saya engga suka dia mengenakan baju begitu” Kata saya berbisik. Karena Awei mengenakan baju tipis dan pakaian dalamnya membayang tanpa Bra. Dia datang ke table saya dengan sedikit tersenyum. Saya menyalaminya dan membelai kepalanya. “ Kamu bukan orang miskin. Mengapa mau berteman dengan saya” Kata Wei.
“ Gimana kabar anak kamu? Kata saya tampa menjawab pertanyaannya.
“ Tinggal sama neneknya. Hidup semakin sulit. Tadinya kerja di pabrik tidak perlu ijazah sekolah tapi sekarang aturannya harus ada ijazah minimal SMU. Saya mau kumpulkan uang untuk ambil ijazah SMU saya. Tidak perlu lama sekolah. Saya hanya perlu ujian saja.”
“ Memang berapa biayanya?Tanya saya.
“ Biaya tidak mahal. Hanya 500 yuan. Tetapi saya harus makan selama sekolah itu. “
“ Berapa lama sekolah itu ?
“ Tidak perlu lama sekolah. Hanya 3 bulan saja. Saya hanya perlu ujian saja untuk dapatkan sertifikat. Katanya. Saya sarankan bahwa saya akan beri dia uang sekolah dan biaya selama dia sekolah. Usai KTV saya beri dia tip. “ Ini uang untuk balita kamu. “ Kata saya menyerahkan uang 5000 yuan.
Dia terkejut. “ Terlalu banyak.” Katanya. “ Kamu beri saya 2000 yuan, saya akan berhenti kerja di sini dan berhemat sampai bisa lulus.” Lanjutnya.
“ Bukankah saya teman kamu. Terimalah. Dan lagi ini bukan untuk kamu, tetapi balita kamu. Ayolah jangan sungkan” Kata saya. Dengan berat hati dia terima. Saya menyerahkan kartu nama saya.” Telp saya kalau balita kamu ada masalah” Kata saya. Setelah itu Wei tidak pernah telp saya dan sayapun sudah melupakannya seraya berdoa semoga dia baik baik saja.
***
Tahun 2011
Saya sedang di Guangzho untuk meeting dengan relasi di Hotel Mandarin. Saya sedang berusaha dapatkan supply chain LCD dari pabrik yang ada di Dongguan. Saya tawarkan off take market untuk mendukung business supply chain saya di Korea. Karena pasar sedang bagus. Tetapi relasi saya menolak. Saya tidak bisa berbuat banyak.
Usai meeting, saya ke kanton fair lihat pameran dagang. Sambil menanti kendaraan jemputan datang, di depan pintu lobi hotel saya lihat ada wanita berjalan kaki masuk ke dalam perkarangan hotel. Mata saya bertatapan dengan wanita itu. Dia tersenyum dan mendekati saya. “ B, kan ? Katanya. Saya mengangguk. Saya perhatikan. Oh Si Awei.
“Wei” teriak saya dengan terkejut. Dia mengangguk dengan riang.
“ Ada apa B kemari ?
“ Ketemu dengan relasi. Mau dapatkan supply chain LCD” kata saya.
“ LCD? kamu perlu LCD ya”. Katanya. Dia terdiam sebentar seakan berpikir. “ Entah kebetulan atau tidak. Memang saya sedang merintis pabrik LCD tapi untuk komputer. Udah hampir setahun tapi belum juga dapat titik terang. “
“ Ayolah kita masuk, Saya traktir makan siang.” Kata saya.
Dia mengangguk. “ Tapi setelah saya bertemu dengan relasi saya ya” Katanya.
“ Apa usaha kamu sekarang? Tanya saya.
“ Saya eksportir komputer”
“ Kamu bisa bahasa inggris? Tanya saya. Dia mengangguk. “ Uang yang kamu beri tempo hari saya gunakan juga untuk kursus bahasa inggris. Toh selama kursus saya tidak perlu pusing cari uang untuk makan. Jadi waktu saya selama tiga bulan focus belajar aja. Terimakasih B” Katanya.
Usai meeting. Dia kembali ke table saya. Dia ceritakan rencana bisnis dia untuk bangun pabrik LCD komputer. Dia sudah ada LOI untuk jadi supply chain pabrik komputer di Shanghai. “ Bermitralah dengan saya. Saya janji akan bekerja keras. Tidak akan mengecewakan kamu. “ kata Si Awei.
“ OK, tetapi saya tidak janji. Mari kita bahas rencana bisnis kamu sama sama. Apabila ok, kita bermitra” Kata saya. Dia setuju. Sebulan lebih saya bersama Awei membedah detail rencana bisnis dia. AKhirnya saya membuat keputusan untuk berinvestasi. Tetapi tidak uang. Saya memberi dia long term contract dengan jaminan standby LC. Jadi dia punya offtake guarantee yang diback financial instrument. Dengan itu dia dapat ajukan kredit ke bank untuk investasi.
***
Tahun 2012
1 tahun kemudian, pabrik udah beroperasi. Wenny, atas nama Yuan holding jadi pemgang saham 40% di perusahaannya Wei. Dia tidak minta saya setor modal. Dengan fasilitas off take dari saya , udah modal bagi dia untuk impian jadi kenyataan.
Saya undang dia makan malam untuk kencan.
Dia bercerita “ Setelah kamu beri saya uang. Saya belajar keras siang malam. Saya tahu bahasa mandari kamu gagap dan tidak jelas. Saya ingin jadi sahabat kamu dan saya tidak mungkin paksa kamu mengerti bahasa saya. Sayalah yang harus bisa bahasa kamu. Karena itu saya kursus. Usai kursus, saya bekerja di pabrik Komputer sebagai administrasi marketing di Dongguan. Tetapi gaji tidak cukup berlebih. Tidak tersisa uang untuk biaya balita saya di kampung bersama orang tua yang miskin.
Salah satu relasi kantor saya di Malaysia, merekrut saya sebagai purchasing agent di China. Ya tanpa gaji tapi dapat fee saja, Ya saya berhenti kerja dan memulai usaha baru. Saya kerja keras menawarkan peluang produk yang bisa di pasarkan di Malaysia. Awalnya berkantor di Apartemen dan setahun kemudian udah bisa sewa sendiri. “ Katanya.
“Mengapa kamu nekat keluar dari perusahaan? Tanya saya.
“ Anak saya sakit dan saya tidak mampu bawa dia ke rumah sakit. Saat itu saya ingat kamu, B. Saya timang timang kartu nama kamu. Rasanya saya ingin telp kamu. Tetapi saya urungkan.. “
“ Kenapa kamu tidak telp saya” Kata saya.
“ Saya tahu diri, siapalah saya. Janda miskin yang menanggung beban anak. Tidak mungkin saya dapatkan kemewahan seorang sahabat pria, kalau saya hanya jadi beban dia. Kalaupun ada, pastilah hanya berharap meniduri saya dan paling lama tiga bulan dia sudah bosan dan buang saya, seperti sampah. Katanya. Saya terpesona dengan sikapnya.
“ Siapa sih yang mau berteman dengan sampah, yang hanya mengeluh dan meminta. Itu sebabnya saya beranikan diri keluar dari perusahaan dan mengadu nasip jadi buying agent. “ Lanjutnya. “ Dan kini inilah saya. Pantas menjadi sahabat kamu dan di undang kencan lagi. Sejak suami saya meinggal, ini kali pertama saya kencan. ” Katanya tersenyum.
Saya rentangkan kedua lengan saya. Dia menghambur dalam pelukan saya. “ Saya tahu kamu sangat tulus membantu saya. Terimakasih B. Sampai kapanpun kebaikan kamu tidak akan bisa saya bayar. “ Katanya.
Source “ MyDiary
Selalu menyentuh.
ReplyDelete...hati.
Luarbiasa, mendidik dengan memberi kail, sukses karena etos kerja sang murid yg.juga sangat luarbiasa
ReplyDeleteReal story atau cepen uda ???
ReplyDeleteGila nih cerita!! Perempuan, akh ... sudahlah!
ReplyDeletePerempuan yang bisa menjaga martabat nya.
ReplyDeleteLike angels...
ReplyDeleteIni mantap, memberi kail. Nggak sama yg sono, maksain langsung ikan.ðŸ¤ðŸ¤ðŸ¤
ReplyDeleteInspiratif. Wanita pejuang
ReplyDeleteBe B that migunani
ReplyDelete