Friday, October 06, 2023

Berdamai dengan kenyataan




Tahun 1983

“ Kemana lue Bet ? Kata sayaketika melirik Robert keluar dari kamar kosnya terburu buru bawa tas besar. Dia masuk ke kamar kos saya seraya berbisik” Kabur gua. Pindah tempat. “


“ Kenapa ?


“ Amel minta dikawinin. Bego apa” kata Robert dengan sikap antagonis


“ Kan lue udah pacaran sama dia. Dan dia sering nginep di Kosan lue. Tega ama sih lue. Kalau memang belum siap nikah ya bilang aja baik baik “ Kataku berusaha mencerahkannya.


“ Lah dia hamil. Bego luh. “ Kata Robert dengan melotot.


“ Ya nikahi. “ Kataku cepat.


“ Ogah gua. Masih banyak  cewek, kenapa harus nikah dengan dia. Apalagi kuliah gua belum kelar.” Katanya ketawa melangkah keluar dari kamar kos ku. Aku hanya bisa geleng geleng kepala.


Benarlah. Sore Amel datang ke tempat kos. “ Bang Ale, Bang robert kemana ?


“ Dia pindah,  Mel” Kataku di teras tempat koss.


“ Pindah?  kemana ! Tanyanya dengan wajah terkejut. 


“ Engga tahu. “ Kata ku. Amel menangis. Waktu itu Amel masih SMA di daerah Kwitang. Tapi dia tidak meraung. Hanya air matanya jatuh. “ Mel kamu engga apa apa?


“ Engga apa apa. Aku pulang aja.” katanya menunduk. Aku kawatirkan dia. Aku berusaha mengejarnya “ Mel, ini aku ada uang untuk ongkos kamu pulang” Kataku. Dia tersenyum. “ Aku ada uang bang. Terimakasih” katanya.


“ Lue kan tahu tempat kerja dia di Jalan Kwitang. Datangi aja.”


“ Dia sales freelance. Jarang di kantor. “ Kata Amel dengan tatapan kosong. Sore itu Amel pergi dengan membawa luka. Dia terlalu muda untuk menerima kenyataan hidup yang pahit. Ya mencintai dan harus berkorban karena itu. Amel tidak salah. Dia tidak berharap materi dari Robert yang masih kuliah dan kerja sebagai salesman. Dia hanya mencintai Robert. Tapi Robert justru berpikir Amel adalah bebannya untuk masa depannya.


***

Sebulan kemudian Amel datang ke kos ku. Dia bawa tas cukup besar. “ Bang, aku diusir oleh pamanku. “ katanya. “ Itu setelah sekolah tahu aku hamil. Aku harus berhenti sekolah.” Amel berlinang air mata.


“ Dari SMP aku sudah yatim piatu. Yang membesarkanku kakak sepupu ibuku. “ Kata Amel. “ Aku tidak punya siapa siapa. “ Amel menangis dengan tatapan kosong dan akhirnya dia limbung. Aku baru sadar membiarkan dia di depan teras sedari tadi. Dengan cepat menahan tubuhnya tidak jatuh. Dia tidak sadarkan diri. Ibu kos datang membantuku. Setelah diberi air hangat dan minyak angin, Amel bisa sadarkan diri.  


Aku ceritakan keadaan Amel kepada Ibu Kos. “ Kamu tinggal sama orang tua Ibu di Taman Solo Cempaka putih. Mau ya? ” Kata Ibu koss. Amel menangis menatapku. Aku mengangguk. Berharap Amel mau. Dia pun mengangguk “ terimakasih bu.” katanya lemah. AKu mengantarnya ke tempat tinggalnya yang baru di Taman Solo.


”Kamu jaga kesehatan ya Mel” kataku. 


“ Ya bang” Katanya dengan lemah. Bagiku inilah awal Amel mengenal kerasnya dunia.  Dia yang mengawali dan tentu dia yang harus mengakhiri. 


Suatu hari saat di kantor aku dapat telp dari klinik. Mengabarkan soal Amel. Aku segera meluncur ke jalan Pramuka. Aku lihat Amel dalam keadaan sekarat. Pendarahan. Ternyata dia keguguran. Harus di bawa ke rumah sakit. Aku gendong dia ke dalam bajay. " Mel, tahan sedikit ya. Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit. Kamu kuat kok. Jangan menyerah. " Kataku. Berharap dia tidak pingsan.  Darah mengalir dari selangkangannya. Membasahi jok bajay. Celanaku basah kena darah. Akhirnya bisa sampai di rumah sakit. Aku gendong dia ke dalam rumah sakit Bersalin Budi Kemuliaan. 


Seminggu Mel sudah keluar dari Rumah sakit. Aku membayar biaya rumah sakitnya. Robert entah kemana. Hilang ditelan bumi. Mel tidak bertanya tentang Robert dan tidak pula mengutuki Robert. Dia keliatan sangat siap berkorban. “ Aku mau sekolah malam, bang. Aku harus selesaikan SMA ku. “ katanya. Itu artinya dia sudah bisa move on dan siap bertarung melanjutkan hidupnya. 


Untuk biaya hidupnya, Mel mengambil kerja borongan membuat kantong kertas. “ Dia sangat tahu diri. Di rumah dia kerjakan apa saja dari membersihkan rumah sampai cuci pakaian. Saya bayar dia tapi dia tidak mau. Makanya saya izinkan dia bawa kerja borongan di rumah. Dia kerjakan di kamarnya malam hari. Katanya dia perlu uang untuk modal dagang” Kata Ibu pemilik rumah tempat Mel menumpang. Aku tersenyum menatap Mel. Aku belai kepalanya. Mel keliatan tegar. Aku senang.


***


Tahun 84 aku sudah berhenti sebagai salesman di perusahaa asing. Aku merintis usaha sendiri. Mel, datang ke tempat kosku di hari minggu. Dia terkejut. Karena di dalam kamar ada wanita, Risa. Tapi dia cepat menenangkan diri. “ Ini Risa temanku.” kataku mengenalkan Risa kepada Mel. “ Dan ini Mel, adik angkatku” Kataku kepada Risa. Mereka saling kenalan. Kami ngobrol di teras. Masuk sholat maghrib aku pergi ke Masjid. Usai sholat maghrib mereka masih di teras ngobrol. Malam itu Mel tidur di tempat kos ku bersama Risa. Mereka tidur dilantai. Aku tidur di ranjang. 


Paginya Mel mengatakan bahwa dia udah dapat kerjaan. “ Bang, aku udah lulus SMA. Aku udah terima kerja .” katanya.


“ Kerja apa ?


“ Kerja sebagai Cady di Lapangan Golf Ramamangun.” katanya tersenyum. Amel memang cantik. Mungkin karena itu dia diterima. Tapi bukan itu saja. Dia memang cerdas. Bahasa inggrisnya bagus. Aku hanya berdoa semoga Mel, baik baik saja. “ Jangan tinggalkan sholat ya Mel. Hanya Tuhan yang akan jaga kamu. “ Kataku. AMel mengangguk. Itu terakhir bertemu Mel. Sejak itu aku dan dia tidak lagi komunikasi. Kami sibuk dengan  hidup kami masing masing.


***

Tahun 1993 aku bertemu lagi dengan Amel di Changi Airport. Amprokan saja. “ Abang , Mel kangen” katanya memeluk ku. Setelah itu aku melihat air matanya berlinang. “Kamu udah menikah? tanyaku. Dia menggeleng gelengkan kepala. “ Pacar ? tetap dia menggelengkan kepala. “ Dalam hidupku hanya ada Tuhan dan Abang aja” kata Amel tersenyum. 


Dari ceritanya, dia hanya kerja setahun sebagai Cady. Karena setelah  kenalan dengan pria asing di lapangan Golf. Hidupnya berubah. Dia dapat tawaran kerja di Singapore sebagai perwakilan untuk persiapan pendirian pabrik Kimia di Indonesia.  Tugasnya sebagai agent untuk pembelian barang modal. Dia belajar dari team yang ada di singapore. Dari itu dia paham cara negosiasi LC dan proses pengapalan barang, termasuk mengorganisir instal mesin. Setelah pabrik berdiri. Dia dapat posisi sebagai Wakil dirut. Sebenarnya dia mewakili pemegang saham. Dari ceritanya aku senang. Mel sudah berubah lebih baik.


***

Tahun 2000 aku bertemu dengan Amel di jalan Batutulis saat akan makan siang dengan relasi“ Boss aku di Singapore suruh aku urus  lelang BPPN. Boss besar dia. Duitnya engga beseri. “ 


“ Wah baguslah. Hati hati kerjanya” Kata saya. 


" Tapi abang bangga engga lihat adiknya sekarang? Katanya tersenyum. Aku peluk dia. " Bangga sekali Mel. Jaga diri baik baik ya."


Saat itu aku lihat Amel sangat dewasa dan penuh percaya diri.. Walau kami saling tukar kartu nama  namun karena kesibukan masing masing kami tidak melanjutkan komunikasi. 


Aku baru bertemu kembali dengan Amel tahun 2008 di Hong Kong. Dia sudah punya holding di Singapore khusus tambang batubara dan kebun sawit. Saat itu dia sedang berusaha untuk ambil alih pabrik ethanol dan perkebunan singkong di Sumatera. Dia tawarkan aku ikut konsorsium. Aku ikut hanya 10%.  Setelah akuisisi. Dua tahun kemudian pabrik itu dijual ke Jepang.  


Aku tidak pernah bertanya tentang masa lalunya. Karena Amel sudah benar benar melupakan masa lalunya. Tapi Tahun 2013 saat dia sakit di Singapore. Aku datang membesuknya. Wajahnya nampak menua. Usianya hanya bertaut 5 tahun dariku. 


Ketika Bang Robet mencampakan aku, awalnya aku marah dan sedih. Tetapi akhirnya aku bisa berdamai. Mengapa? Cintaku kepada bang Robert itu tulus. Dan belum tentu aku bisa menemukan kembali pria yang bisa membuatku mencintai dengan tulus. Itu berkah yang harus aku sukuri. Cintaku itu kepadaya juga hakku. Tentu bukan hakku untuk menentukan hidup bang Robert. Hidup soal pilihan. Setiap orang menjalani takdirnya atas pilihan dia sendiri.” kata Amel dengan bijak dan saya terpesona dengan sikap hidupnya. Aku menjaganya selama dia dirawat di RS Singapore. Sampai sembuh. “Abang selalu ada disaat aku butuh” katanya


Kalau Amel yang yatim, miskin hanya tamatan SMU, bisa punya holding international, hidun mapan, itu karena di saat dia terpuruk dia berhasil menjebol roadblock pikiran bawah sadarnya dengan berprasangka baik. Saat itu kekuatan pikiran bawah sadarnya keluar dan dia mampu melakukan kerja besar yang bagi orang awam itu impossible.


***

2023.


Tadi siang aku lunch dengan Amel di Thai Restoran plaza Indonesia.  Kami ngobrol santai. Apa yang menarik dalam hidup ini? abang yang miskin dan aku yang yatim tapi bisa melewati hidup yang keras dan kini dimasa tua kita bisa menikmati hidup tanpa beban apapun.”


“ Hidup memang lucu.” Kata Amel. 


“ ya memang lucu” Kataku cepat.


“ Cobalah perhatikan. Kata Amel. “ Kalau kita datang ke perusahaan Asuransi dan Bank, atau Asset manager, kita akan dapati kantor yang mentereng. Pegawai yang bermuka cerah. Front office yang elegan dengan karyawati berseragam wah. Kalau mereka launching product pasti di tempat berkelas. Pasti retorika nya bombamdis. Standar bisnis mereka sangat ketat. Ada OJK dan BI yang menjadi watchdog. Kita tidak perlu ragu. Engga percaya mereka, itu artinya kita kampungan. 

 

Tapi kita semua tahu. Lebih USD 2 triliun dana Fed untuk bailout ketika lembaga keuangan gagal bayar. Di Indonesia, tidak sedikit APBN dikuras untuk bailout BLBI. Tidak sedikit dana APBN digelontorkan lewat PEN-C19 untuk recovery perbankan dan korporat. Dan lembaga keuangan diselamatkan. Para direksi tetap kaya raya. Pemerintah  yang brengsek kelola moneter dan ekonomi terselamatkan. Padahal sebelumnya selalu mengemas pencitraan yang bombamdis tentang sukses pertumbuhan ekonomi.


Kalau kita melihat kantor marketing developer yang menjual unit property, mendatangi kantor lelang International seperti christie dan lain lainnya. Selalu dilatar belakangi dengan standar layanan kelas dunia. Brosur dan janji sangat bombamdis. Rating yang tinggi. Skema bisnis yang exciting.  Tapi kita semua tahu, skandal properti yang gagal delivery setelah DP tidak sedikit. Itu terjadi dimana mana. Sama juga barang mewah dan antik yang dilelang, pada akhirnya menguntungkan lembaga asuransi dan balai lelang. Keaslian barang tidak penting lagi. 5 dari 10 barang lelang tidak dibeli oleh kolektor profesional tapi oleh mereka butuh sertifikasi saja. Actually minded. 


Dunia modern, adalah dunia persepsi. Pasar berkembang karena persepsi. Bukan fakta. Bahkan politik juga begitu. Orang dungu selalu punya harapan terhadap pemimpin idolanya. Nyatanya yang duluan makmur adalah para elite. Lihat aja. Engga malu mereka me-leverage jabatannya untuk karir politik anak dan mantunya. Faktanya rupiah semakin terdepresiasi, utang negara semakin menggunung, produksi dalam negeri tumbang karena produk impor, deindustrialisasi terjadi meluas. Jutaan orang bangkrut karena ponzy. Jutaan pedagang tradisional bangkrut karena pasar sepi dan daya beli turun. Begitu banyak orang jadi korban kedunguan karena politik. Ya dunia persepsi memang bias dan menyesatkan. Sayangnya orang dungu tidak sadar akan kebodohannya. Selalu melihat ke luar, tidak kedalam dirinya” Lanjut Amel. Aku menyimak saja.


“Abang dan saya tidak pernah terjebak dengan persepsi atas dasar standar yang diciptakan pihak lain. Walau dalam kondisi sakit tak tertanggungkan, kita tetap focus terhadap diri kita saja. Kita tidak peduli dengan sikap dan perbuatan orang lain. Itu masalah mereka dengan hidupnya. Sepanjang hidup kita ya begitu. “Kata Amel.


“ Makanya penting sekali hidup itu harus cerdas. Ya bang “ kata Amel. “ Jangan sampai hidup dan persepsi kita di leverage orang lain. Apalagi karena alasan cinta dan idola. Engga ada manfaatnya untuk kita ya buang.  Susah senang terima aja. Engga perlu mengeluh atau euforia berlebihan. Biasa saja“ Lanjut Amel. Sampai kini dia tidak pernah menikah dan tinggal di Singapore.


3 comments:

  1. Anonymous2:51:00 AM

    Kisah yg sangat inspiratif

    ReplyDelete
  2. Anonymous8:44:00 PM

    Love ut.... thanks for sharing your stories. Keep it up!!

    ReplyDelete
  3. Sangat inspiratif

    ReplyDelete