Tahun 2000. Saat akan duduk di cabin business class pesawat menuju Hong Kong. Mataku terarah ke cabin economy class. Aku seperti melihat wanita yang pernah hadir dalam hidupku. Saat aku mengenalnya usia ku barulah 22 tahun. Belum menikah. Kini usiaku 36 tahun. Telah menikah dengan dua anak. Masalalu yang mengguratkan tanya. Yang tak mungkin hilang begitu saja dalam memoriku. 15 tahun berlalu tidak terlalu lama dan bahkan 1 abad masih terlalu singkat sekedar melupakannya.
Aku berusaha melihat lebih jelas dengan melangkah di batas cabin. Benar. Itu Risa. Saat mata kami bersitatap. Aku bisa rasakan dia tersenyum walau tipis sekali. Aku mengangguk kearahnya tetapi dia dengan cepat menunduk. Apakah dia masih mengenalku? Aku kembali ke tempat duduk ku.
***
Tahun 1983 aku bekerja sebagai sales. Sering mampir ke pasar glodok. Kebetulan ada rekananku yang berdagang di glodok. Saat itulah aku mengenal Risa. Awalnya aku tertarik membeli tape kaset lagu barat tahun 70an yang dia jual di kaki lima. Dia sabar melayaniku walau aku hanya membeli satu kaset saja. Saat itu entah mengapa aku ingin menghapus keringat di keningnya. Bagiku dia cantik. Hanya Nampak tidak menarik karena dia hidup dari usaha kaki lima. Sebagai mana gadis tionghoa. Bahasa Indonesia nya agak cadel.
Setelah itu kalau aku mampir ke Glodok, aku pasti menemui Risa. Lama lama kami jadi akrab. Aku senang berteman dengannya. Dia cerdas dan punya rasa hormat. Kalau dia mau dapatkan pacar kaya atau menjual diri tentu tidak sulit dapatkan uang banyak.
Aku pernah ajak dia ketempat kosku di Cempaka Putih. Akupun pernah diajaknya ketempat kosnya di bilangan Mangga Besar. Jadi kami saling memaklumi bahwa kami anak rantau. Aku tak pernah mendengar dia becerita tentang masa depannya. Dia sepertinya tidak punya cita cita. Hidup mengalir saja. Hanya karena kesibukan masing masing, kami jarang bersama sama. Tapi pernah sekali makan bubur ayam di Mangga Besar. Dia sanang sekali aku traktir. Pernah sekali aku ajak dia nonton di Bioskop Eldorado. Kencan yang kandas. Karena hujan deras.Jalana macet. Kami tidak bisa sampai di bioskop tepat waktu.
Suatu hari aku pulang ke tempat kosku. Dia sudah ada di teras paviliun. “ Aku tak bisa lagi bayar kos. Daganganku sudah habis untuk biaya berobat ibuku di kampung. Aku tidak tahu mau tinggal dimana? Katanya dengan tertunduk. Hampir tidak percaya dia datang kepadaku disaat dia tidak ada lagi tempat berteduh. Apakah dia mencintaiku. Atau hanya karena sahabat saja? Aku berusaha abaikan pertanyaan itu. Aku bersyukur dia percaya kepadaku dan aku akan berusaha menjaga kepercayaan itu.
“ Kalau kamu tidak keberatan, Kamu bisa tinggal sementara di kamarku. Aku tidur di lantai. Engga apa apa ? Kataku.
“ Engga. “ Katanya tegas. “ Kamu tidur di ranjang. Aku tidur di lantai.” Lanjutnya dengan tatapan menghiba.
” Kalau engga, ya aku cari tempat lain saja.” katanya dengan putus asa. Aku tak ingin berdebat. Itu hak dia.
“ Masuk lah Sa. “ Kataku membuka pintu paviliun. “ Sa, ini lemari. Kamu tempatkan pakaian kamu di lemari itu. “ kataku seraya mengambil tikar , sprey dan selimut dari dalam lemari. Risa dengan cepat mengambil itu semua dari tanganku. Di gelar tikar di lantai. Dia rapikan tempat tidurnya.
“ Sa, itu ada kamar mandi. “kataku menunjuk kamar mandi disebelah kamar. “ Kamu bisa ganti pakaian tidur di kamar mandi itu. “ sambungku. Dia mengangguk. Ambil pakaian dari tasnya dan masuk kamar mandi. Dia mengenakan piyama.
“ Ale, aku tidur ya.” Katanya lembut. Aku mengangguk. Aku sibuk membaca dan dia cepat sekali tertidur. Sepertinya dia lelah sekali.
Keesokan paginya. “ Aku mau ke glodok. Jadi calo aja dulu. Moga dapat peluang untuk makan.” katanya. Aku biarkan dengan rencananya.
“ Sa, ini pakai uang untuk transfor dan makan kamu. “ Kataku saat dia bersiap hendak pergi keluar.
“ Ale..” Dia sempat berlinang airmata.
“ Terima aja Sa. Engga apa apa.” Kataku. Akhirnya dia terima uang Rp. 5000 dariku. Setelah itu, dia sibuk. Malam hari baru pulang ketempat kosku. Langsung tidur kelelahan. Itu berlangsung hari berlalu hari, minggu terlewati. Tak terasa 3 bulan berlalu kami tinggal sekamar. Namun tidak pernah bersentuhan. Kalaupun bertemu hanya pagi hari. Saat saya datang dia sudah tidur. Dan saat tidur, dia datang. Begitulah anak rantau. Harus kerja keras untuk makan.
Satu waktu. Aku dapat kabar. Risa di RS. Aku segera datang. Aku dapati kepalanya diperban. “ Aku dagang rokok asongan di depan gedung karaoke. Preman minta rokok tanpa bayar. Aku menolak. Dia marah. Dia pukul kepalaku pakai botol bir.. “ Katanya. Temanku cerita. Tidak ada orang yang berani melerai. Risa tidak melacurkan diri. Dia berusaha mempertahankan secuil hartanya yang jadi sumber penghidupannya. Walau disepak. Dia tidak menangis. Dia diam saja. Dia tetap kemasin barang daganganya. Walau terhina dan terluka. Dia tetap berjuang pertahankan hartanya.
Pernah lebaran, dia menemaniku pulang mudik ke sumatera. Dia sangat menghormati kedua orang tuaku. Namun ayahku menolak aku berteman dengan dia. Itu dikatakan terang terangan di hadapan dia. Risa hanya diam. Tak ada sedikitpun dia tersinggung. Setelah kembali ke Jakarta, dia tidak mempermasalahkan sikap ayahku.
Hampir enam bulan dia tinggal satu kamar denganku. Akhirnya dia pergi dengan alasan dapat pekerjaan sebagai penjaga toko di Surabaya. Pamannya berbaik hati menampungnya. Aku tak bisa menahan kepergiannya. Aku hanya berdoa semoga dia baik baik saja. Aku berharap bisa bertemu kembali. Atau setidaknya bersurat kepadaku. Dua kali lebaran aku tidak datang. Karena hidupku dirantau sedang sulit. Namun dari kampung aku dapat surat. Kedua orang tuaku berterimakasih. Walau aku tidak datang tetapi kiriman uang tetap datang. Aku bingung. Siapa yang kirim uang itu.
Stempel wesel dari Jakarta. Belakangan baru aku tahu. Ternyata yang kirim uang adalah Risa. Itu artinya dia tidak di Surabaya. Aku berusaha mencarinya dan bertanya kepada teman temannya di Glodok. Tidak ada yang tahu dimana dia berada. Dia hilang begitu saja. Mau kirim surat tidak tahu dimana alamatnya. Lebih setahun aku tiap hari sempatkan datang ke Glodok. Berharap bisa bertemu Risa. Atau mendapatkan kabar tentang dia. Sampai akhirnya aku harus menyerah. Apalagi tahun 1985 aku sudah menikah.
***
Setelah pesawat landing. Pintu pesawat terbuka. Walau business class lebih dulu keluar. Aku tidak segera berdiri dari tempat dudukku. Setelah giliran ekonomi class diizinkan keluar. Aku berdiri menatap kearah ekonomi class dan melangkah kearah tempat duduk Risa. “ Lama ya engga ketemu. Kamu udah jadi orang hebat. “ Katanya tersenyum.
“ Ke Hong Kong ya Sa? tanyaku.
“ Ya” Katanya singkat.
“ Ada urusan apa ? Tanyaku.
Dia tidak menjawab. Namun dia memagut lenganku melangkah keluar dari pesawat. Sama seperti 16 tahun lalu ketika kami masih melata di kaki lima. “ Aku jadi TKW, Ale” Suaranya terdengar lirih.
“ Bagaimana dengan anakmu? Tanyaku. Dia terkejut dan kemudian menggelengkan kepala. “ Aku tidak pernah menikah. “
“ Sudah berapa lama kerja di Hongkong?
“ Hampir 10 tahun.. “
Aku termenung.
“ Megapa kamu menghilang dariku, Sa. Apa salahku? Bukankah kita sahabat.? Kamu pernah mengirim uang untuk keluargaku di kampung disaat aku terpuruk. Apakah itu tidak ada artinya bahwa kita memang sahabat” kataku
Risa hanya diam. Dia tidak ingin menjawab pertanyaanku. “ Berapa nomor telp kamu? Tanyaku. Risa dengan cepat mengambil pulpen dari balik tasnya. Dia menulis alamat dan nomor telp. Akupun memberikan kartu namaku. Aku mau antar dia ke tempat tinggalnya tapi dia menolak. Kami berpisah di gate bandara HKIA. Sejak itu dia tidak pernah telp aku. Akupun sibuk.
***
Tahun 2005 aku kena Flue SARs. Saat itu sedang ada pandemi di Hong Kong. Kalau aparat tahu aku kena SARS, pasti aku di karantina. Semua sahabat aku telp tidak mau datang. Tentu mereka kawatir ketularan. Mereka hanya menyarankanku pergi ke RS atau hubungi pusat bantuan SARS. Temanku di China, bisa membatuku berobat tanpa harus ke rumah sakit. Masalahnya bagaimana aku bisa keluar dari gate Hong Kong -shenzhen yang punya detektor suhu tubuh.
Entah mengapa saat itu aku teringat Risa. Aku segera telp Risa. Aku tidak yakin dia mau terima telpku. Apalagi saat itu jam 2 pagi. Tubuhku panas dan sesak napas. Ternyata dia terima telpku. Dia berjanji akan ke tempatku. Benarlah. Dalam 30 menit dia sudah ada di apartemenku. Aku ceritakan alasanku tidak mau ke RS dan ingin ke China. Sampai pagi dia merawatku dengan mengompres kepalaku setelah memberi obat penurun panas. Jam 10 pagi dia bawa aku ke Shenzhen. Berkat parasetmol, aku bisa lolos melewati gate imigrasi yang dilengkapi detektor suhu tubuh.
Di gerbang kedatangan sudah ada Wenny menantiku. Mereka berdua membawaku ke klinik khusus. Semalaman dalam perawatan aku tertidur pulas. Besok paginya aku bisa sembuh. Ternyata itu klinik khusus pengobatan dengan candu. Sebelum aku berterimakasih, Risa sudah kembali ke Hong Kong.
“ Semalaman Risa ada di samping tempat tidur kamu. Dia menangis dalam doa. Aku dengar doanya,” Tuhan, sembuhkan pria yang pernah menjaga kehormatanku ketika aku terpuruk dan terabaikan. Sembuhkan pria yang aku cintai dengan tulus. Aku tak berharap apapun, kecuali sembuhkan dia Tuhan.” Demikian Wenny mengulang doa Risa.
“ Bro, dia mencintai kamu dengan tulus. Dia mencintaimu karena Tuhan. Dia sudah menemukan Tuhan ketika dia bisa berkorban untuk cintanya dan tahu berterimakasih. Kalau orang sudah menemukan Tuhan lewat pengorbanan cinta, dia tidak butuh apa apa lagi..” Kata Wenny.
***
Aku berjalan kaki dari stasiun Hunghom ke apartement di Harbour View Horison. Tidak terlalu jauh. Tapi bagus untuk olah raga. Kaluar dari stasiun, masuk gedung Metropolis. Keluar lewat belakang, terus menyeberang jalan. Ada skybridge ke apartement. Ya kurang lebih 2 KM. Waktu itu tahun 2010. Bulan januari. Tempratur sore hari sekitar 18 derajat celcius.
Sampai di halaman kawasan Apartement, aku melihat ada wanita mengenakan jaket musim dingin warna merah. Dia tersenyum. "Risa !" Teriaku sambil setengah berlari mendekatinya
Dia tidak sanggup menatapku saat aku ingin mendekapnya. “Ale, aku datang hanya ingin pamit. Kontrak ku sudah habis. Aku mau pulang ke pontianak” Katanya menunduk. “ Ale, jangan nanti jas kamu kusut..” Katanya berusaha menghindar. Saat itu aku memang dari kantor mengenakan jas Armany. Aku tidak peduli. Aku tetap peluk dia. Namun dia tetap ragu membalas pelukanku. Tetapi karena pelukanku makin erat. Dia balas juga. “ Jaket aku bau ya” Katanya menundukan wajah saat aku melepaska pelukan.
Aku raih tangannya untuk menyalaminya. Namun dia ragu menerima jabat tangan ku. “ Telapak tanganku kasar, Ale.” Katanya. Aku tidak peduli. Aku genggam telapak tanganya dengan kedua tanganku
” Kamu tetap Risaku. Tidak peduli keadaan kamu. Aku tidak pernah meninggalkan kamu, tetapi kamu yang pergi dariku. Itu faktanya.”Kataku tersenyum dan menuntunnya masuk ke apartement.
Saat di dalam apartement. Dia tidak berani duduk di sofa. “ Ale, biarkan aku pamit. Aku tidak pantas ada di apartement semewah ini. Biar aku nginap di mess konjen di Causeway bay. Besok aku pulang ya.” Katanya menunduk. Aku membayangkan lebih 20 tahun dia hidup selalu merendahkan diri kepada majikannya.
“ Sa. aku ada disini. Jangan pergi lagi ya. “ Kataku.” Aku tetap Ale yang kamu kenal tahun 83. “ kataku menenangkan hatinya. Dia akhirnya bisa menerima untuk menginap di apartementku. Aku sediakan kamar khusus tamu untuk dia.
Dini hari aku masih di kamar kerja. Sibuk dengan terminal trading. Saat keluar dari kamar mau buat kopi, aku ke melirik ke kamar Risa yang ada di sebelah kamarku. Dari kisi kisi aku lihat lampu kamarnya masih menyala. Aku intip dari lobang kunci. Dia tidur di lantai..” Sa, ini aku. Buka” Kataku seraya gedor kamarnya. Dia tersenyum ketika pintu tersibak.
“Ada apa ale?
“ Kenapa kamu tidur di lantai. Itu spring bed untuk kamu tidur dengan nyaman. “
Dia diam saja.
“ Kenapa sa ?
“ Aku tidak pernah tidur di tempat semewah ini, Ale. Maafkan aku. Aku lebih nyaman tidur di lantai” Katanya menunduk.
“ Sa, kita bukan tahun 1983. Tinggal di tempat kos kicil. Walau apa yang aku punya berubah tetapi aku tidak berubah. “ Kataku.
Aku pergi ke ruang tamu. “Aku mau ngopi. “
" Aku buatkan kopinya ya. " Kata Risa melangkah ke mini bar. “ Kenapa belum tidur? Ini udah jam 2 pagi.” Kata Risa bingung dengan wajah agak kawatir.
“ Aku masih harus kerja”
Dia hidangkan kopi untuk ku. Dia tidak mau duduk di sofa. Tetap berdiri. “ Ada apa Sa? Mengapa berdiri. Duduklah. Santai saja.”
“ Ale jaga kesehatan. Tidur lah” Katanya menunduk.
“ Ok aku tidur,“ Kataku. Aku berdiri dan tarik lengannya. “ temanin aku tidur. “ Kataku. Dia terkejut. Dia bersimpuh depan ku “ Nanti tempat tidur kamu kotor, Ale. Badan ku kotor. Kamu pasti terganggu. ‘ Katanya. Keliatan sekali dari wajahnya kawatir. “ Usiaku hampir 50 tahun. Aku udah tua ale ..”Katanya dengan tatapan kosong.
Aku tetap tarik tangannya. Itulah cara ku membangkit rasa harga dirinya. Dia tetap saja ragu masuk ke kamar. Dia lihat keseliling kamar. “ Ale, aku tidur di kamar ku saja ya” kembali dia berusaha menjauh dariku.
" Mengapa ? Kamu takut aku perkosa? Tahun 83 kita tinggal sekamar selama 6 bulan. Aku tidak pernah menyentuh kamu. Bahkan saat kamu sakit aku rawat. Aku sudah lihat tubuh kamu. Mencuci celana dalam kamu. Apa aku sentuh kamu? kan engga. Sekarang kenapa kamu ragu, Sa..” Kataku dengan tetapan penuh tanda tanya. Risa bersimpuh di lantai. Dia menangis. Tanpa keluhan. Kepalanya menggeleng geleng. Aku dekati dan peluk dia. “ Ada apa Sa..?”
" Sepanjang hidupku, aku tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh orang lain, Ale. Hanya kamu yang memperlakukanku seperti ratu. Meskipun aku sekarang lusuh dan tua." Risa mengusap airmatanya. "Aku salah. Maafkan aku. Aku meninggalkanmu saat kamu membutuhkan dukunganku. Tentu saja tidak mudah bagimu untuk mendapatkan semua ini. Pasti banyak sekali kesulitan yang kamu lalui. Kau segalanya bagiku. Tapi entah mengapa aku tidak pantas mendapatkan apa yang kamu miliki...” kata Risa dalan bahasa inggris dengan terisak.
Aku dekap Risa "Aku mengerti Sa. Selama 10 tahun ini kamu telah menjalani hidup yang sulit. Tidak mudah bagimu untuk beradaptasi. Apalagi masuk dalam hidupku seperti sekarang. Tidak apa-apa, Sayang. Kita akan melewatinya perlahan-lahan. Sekarang mulailah meyakinkan dirimu sendiri. Bahwa kamu berada di tempat yang aman. Aku akan menjagamu. Selalu. Tidak akan ada yang memperlakukanmu seperti budak lagi." Kataku. Risa memeluk dengan erat. Dia menangis sedu-sedan. Dia tidak merintih dan mengeluh. Namun dari siikapnya aku tahu dia sangat menderita selama ini
Aku gendong dia ke tempat tidur. Sampai pagi aku dekap dia. Pagi terbangun. Lenganku terasa semutan. Karena dijadikan bantal oleh Risa.
Aku telp Wenny untuk datang ke Apartemen. Aku berencana menempatkan Risa tinggal bersama Wenny. Sebelum bertemu Wenny aku ajak Risa ke toko pakaian wanita. Bagaimanapun dia Risaku. Aku tidak ingin dia kumuh di hadapan Wenny. Aku minta pegawai toko itu memilihkan baju dan pakaian dalam untuk Risa.
“ Ale engga usah. Mahal sekali harga bajunya. Engga usah aja, Ale.” Kata Risa bingung. Nangis lagi dia. Aku senyum dan minta pramuniaga sabar sebentar saat aku bujuk dia “ Kamu tenang saja. Nurut saja apa kata pegawai toko itu.” Kata ku menyerahkan AMEX Card ke petugas toko.
Walau ragu, dia akhirnya mau juga dipilihkan pakaian oleh SPG. Waktu dia kenakan baju itu. Kecantikannya tidak hilang. Risaku kembali kepadaku. Dia punya kelas. Hanya derita sekian puluh tahun mengaburkan auranya. “ Ale, jumlah bill yang ale bayar tadi sama dengan gajiku sebagai nurse 2 tahun. “ Kata Risa dalam kebingungan.
***
Besok paginya Wenny sudah datang ke apartement. Aku perintahkan Wenny untuk memikirkan masa depan Risa. Sementara dia tinggal sama Wenny. Risa terharu ketika meninggalkan apartemen ku. Dia hanya tamatan SMA, tapi dia fasih bahasa inggirs , mandarin dan kanton. Yang sangat membantu masa depan Risa di Hongkong adalah dia sudah punya PR. Jadi mudah merencanakan pekerjaan untuk dia di Hong Kong atau di negara lain. Sementara dia magang di holding di bawah pimpinan Wenny.
“ Kalau kamu benar benar mencintai B, dan kamu telah buktikan berkorban sekian lama demi kebahagiaannya. Maka mulai sekarang kamu harus lebih keras lagi dengan diri kamu. Belajarlah dengan keras. Kerja keras. Saya akan jadi mentor kamu. Karena itu tugas yang dia berikan kepada saya. Jadi jangan sekalipun kamu merasa rendah.
Tetapi kamu harus ingat. B secara personal sangat baik. Tetapi secara bisnis dia sangat keras. Kalau kamu tidak menguntungkan dia, pasti kamu dibuang dia. Dan dia tidak ingin itu terjadi. Jadi, pahami dia dan jaga jangan sampai dia menderita hanya harus buang kamu.” Demikian kata Wenny kepadaku saat kali pertama Risa magang di kantor wenny sebelum akhirnya bergabung di SIDC
Tahun 2011 Risa pindah ke Vietnam pada unit business SIDC bidang elektonik. Awalnya berkarir sebagai office manager. Tahun 2012 dia sudah pegang posisi GM. Tahun 2013 dia sudah direktur. Benar kata Weny dia memang cerdas dan sangat mandiri. Kalau kemudian Risa bisa sukses mengawali karirnya di usia 47 tahun, itu berkat Wenny yang jadi mentornya. Aku tidak pernah terlibat secara langsung. Bahkan aku jarang ketemu dia. Selama 12 tahun dia berkarir di SIDC, aku hanya ketemu dia 4 kali. Di SIDC tidak ada yang tahu kalau Risa punya hubungan istimewa denganku. Tetapi pencapaiannya sangat luar biasa. Bahkan tidak masuk akal.
Pernah ada kasus. Akibat kesalahan perusahaan kami di Ho Chin Minh yang bermitra dengan TNC Smartphone, kontrak supply chain dibatalkan oleh mereka. TNC tdak mau lagi ketemu. Marah besar mereka. Aku tahu standar bisnis TNC. Risa telp CEO TNC, denied. Menurut cerita Risa. Dia butuh 3 minggu berusaha temui CEO. Dia pernah duduk lebih dari 7 jam di cafe untuk bisa bertemu dengan CEO. Ditolak. Dia pernah diusir oleh pengawal CEO. Padahal dia sudah berlutut depan CEO. Dia sebagai Direktur, hanya ingin sampaikan langsung permintaan maaf atas kesalahan perusahaannya, Apapun hukuman dia akan tanggung.
Akhirnya Risa dapatkan lagi kontrak itu. Setelah itu hubungan dia dengan CEO TNC semakin dekat. “ Saya pikir saya keras dengan diri saya sendiri. Tetapi Risa lebih keras. Saya rendah hati. Tetapi Risa lebih rendah hati. Padahal saya tahu, kamu punya resource untuk hadapi saya. Risa tidak mengeluh ke kamu. “Kata CEO TNC kepadaku. Itu alasannya mau melanjutkan kontrak. Risa berhasil merebut hati CEO itu. Risa tak terkalahkan.
***
Tahun 2018 dalam pertemuan dengan seluruh anak perusahaan, Risa datang mewakili perusahaannya di Vietnam. Usai acara aku undang dia makan malam. Saat aku genggam erat jemarinya “ Ale aku sudah tua ya. Udah lembek ya. “ Katanya tertunduk malu.
“ Tapi kamu tetap Risa ku. Itu tidak akan berubah. “ Kataku. Wenny bilang waktu aku sakit, kamu berdoa. Bilang kamu mencintaiku ya.” Lanjutku. Wajahnya bersemu merah. Dia cubit lenganku. Kini usianya 56 tahun. Kami menua namun tetap saling mendoakan.
“ Walau hidupku mungkin tidak lama lagi. Aku bahagia, karena Ale tahu isi hatiku. You make my yesterday is gone. You have comply with your promise to me ” Katanya. Aku peluk dia. “ Aku bahagia Ale. Kamu selalu menghormatiku dan membuatku sangat sempurna sebagai wanita.” Katanya berlinang airmata.
“ Besok kamu akan pindah ke Shanghai. Jadi CEO Sub holding HightTech. “ Kataku. Risa terkejut dan cepat peluk aku. “ Jaga Kesehatan ya sa. Kalau kamu lelah dan mau pension, kabari aku. Aku sendiri yang akan jemput kamu untuk pulang ke Indo" Kataku. Pencapaian Risa memang luar biasa. Bukan karena nepotisme. Apalagi kompetisi di SIDC sangat ketat untuk setiap posisi. Tapi memang kinerja nya hebat.
Sejuta hal tentang naluri kemanusiaan yg agung. Hati nurani yg murni memagari insting ego yg selalu mengaum tuk melahap nurani
ReplyDeleteSelalu menyentuh walau dibaca
ReplyDeleteBerulang ulang..thank'u
π
ReplyDeleteDiantar tokoh wanita hebat seperti Wenny, Yuni, Florence dan Risa, saya paling mengidolakan tokoh Risa.
ReplyDeleteBabo, Risa tersebut sangat hebatπ. Menghadapi tantangan hidup yg berat tidak pernah mengeluh. Kebanyakan dari kita pasti sudah pada nyerahππ
ReplyDeleteDia memiliki kekuatan dan keberanian untuk menghadapinya untuk tidak menyerah dan terus bergerak melalui masa-masa sulit dalam hidupnya.
Semoga tahun 2022 Risa benar benar bisa menjadi CEO mengantikan James.
Cerita yang luar biasa, mampu membawa pembaca berimajinasi dengan situasi dan karakter pelaku dalam cerita.
ReplyDeleteAmazing....
ReplyDeleteKisah nyata yg sangat inspiratif, tksh Baboππ
ReplyDeleteTerima kasih guru, bacaan ini banyak menginspirasi saya. Tentang perjuangan, pantang mengeluh dan menyerah dan yang jelas Cinta dan kasih sayang adalah puncak spiritual. π
ReplyDeleteBYD , sdh mulai dipasarkan di indonesia. Dan Babo perusahaan Babo, salah satu pemegang kunci kesuksesanya. Salah satu orang indonesia dengan maha karya yg luar biasa. Sehat selalu Babo
ReplyDeleteLove...membawa kebanggan untuk selalu bangga pd pencapaian mengabdi untuk memberi yg terbaik buat sang cinta dan rasa yg ga kn hilang meski rambut berubah warna
ReplyDeleteKarma terindah buat hidup lancar dgn hokie
Amazing walau sedikit penasaran dgn Risa π
ReplyDeleteLuar biasa
ReplyDeleteSelalu ada pelajaran disetiap cerita, terima kasih Babo semoga sehat selalu
ReplyDeletekisah yang istimewa.
ReplyDeleteThanks, π
ReplyDeleteCerita cinta seorang Risa
ReplyDelete