Thursday, January 20, 2022

Kirim Awi ke Vihara.


 

Tahun 1988. Ketika saya akan masuk ke kamar kerja Ago, di ruang tunggu ada pria berpakaian kumuh duduk. Wajahnya nampak lesu. Awalnya saya biasa saja. Namun empat kali saya datang, selalu nampak dia duduk berpakain kumuh di ruang tunggu. 


“ Biasanya sebelum jam kantor tutup, dia  sudah pergi. Biarkan saja. “ Kata Ago ketika saya tanya prihal pria yang selalu duduk di ruang tunggu.


“ Tentu ada alasan dia datang?


“ Dia baru keluar dari penjara. Dia minta kerjaan. Saya males bantu dia. Tetapi gimanapun dia teman. Biarkan saja.”


“ Ya terus teranglah kepada dia. Bahwa kamu tidak bisa bantu.”


“ Saya sudah katakan tidak ada lowongan. Tetapi dia terus datang. Biasa saja. Dia datang hanya minta uang kecil. Terserah dia saja.” Kata teman.


Ketika saya keluar ruangan teman, saya melirik pria itu masih duduk. Dia tersenyum. Berdiri menghampiri saya. “ Maaf, kamu temannya Ago? 


“Ya. “ 


“Saya Awi. “ katanya perkenalkan diri. “ Gini, saya ada proposal. Tetapi Ago tidak pernah baca. Apa kamu bisa baca proposal ini. .Tolong sampaikan maksud saya. Saya udah malu datang terus. Apalagi dia anggap saya berharap uang kecil. Tolong lah.” katanya berharap. Saya bisa merasakan suasana hatinya. Dia baru keluar dari penjara. Tentu tidak mudah dapatkan bisnis apalagi kerjaan. Saya mengangguk. Dia senang.


Di kantor saya pelajari proposalnya. Ini bisnis sederhana saja. Dia dapat penunjukan  Agent SDSB ( kupon judl ) dari kontraktor SDSB. Dalam proposal disebutkan fee sebesar 10% dari harga kupon. Dia hanya perlu jaminan berupa BG untuk ambil kupon dari kontraktor. Awi memang pengalaman soal bisnis judi. Dia masuk penjara karena judi gelap. Secara bisnis bagus.  Fee besar. Resiko tidak ada. 


Keesokannya saya ceritakan kepada Ago. Namun bagaimanapun Ago tidak tertarik. Mengapa ? “ secara bisnis engga elok punya staf mantan narapidana. Namun secara pribadi, Awi sebenarnya orang baik. Tidak pernah ada masalah soal financial. Hanya saja dia apes. Kena masalah hukum karena judi gelap.” Kata Ago


“ Kalau  begitu saya akan dukung Awi. Dia kan hanya butuh BG untuk dapatkan kupon dari kontraktor SDSB. Logika saya sederhana saja. Dia baru saja keluar dari penjara. Dukungan dari saya adalah cahaya baginya untuk  keluar dari kelam. 


“ Ya saya dukung saja tetapi tidak tanggung jawab kalau gagal.”


“ Kalaupun gagal,  ya sudah. Itu pelajaran hidup.” Kata saya enteng.  Uang modal itu saya serahkan ke Awi  dihadapan Ago. Dia berlutut dihadapan saya dengan mengucapkan terimakasih.  


Tiga bulan setelah itu tidak ada kabar dari Awi. Saya yakin dukungan saya kepada dia berujung kandas. Benarlah. BG itu di call oleh kantraktor. Rekening saya dipotong bank untuk cairkan BG itu. Sementara Awi tidak pernah bisa dihubungi lagi. Dia hilang begitu saja.  Setahun setelah itu saya sudah lupakan Awi. Tetapi dia nongol lagi ke kantor saya. “ Ri, maafkan saya karena telah kecewakan kamu. Tempo hari saya gagal. Sekarang saya dapat kerjaan dari teman di Singapore. Kalau berhasil saya dapat fee 50%. “


“ Apa kerjaannya ? tanya saya.


“ Jadi debt collector. Tagih utang. Dari fee itu saya bisa kembalikan uang kamu yang tempo hari.” Katanya. Saya terhenyak. Kenapa sih hanya bisnis miring beginian yang dia paham. Apa engga ada lagi yang lain!


“ Wi, kamu tidak pernah berhutang dengan saya. Kita kan kerjasama. Jadi kalau gagal ya sudah. Kamu jangan terlalu dibebani” Kata saya sekedar menolak halus.


“ Ri, saya hanya butuh ongkos pesawat ke Hong Kong.”


“ Ke Hong Kong ? 


“ Ya. Yang berhutang itu ada di Hong Kong.” Katanya memelas. Saya engga tega. Ya sudah saya beri dia uang untuk ongkos ke Hong Kong. Semoga dia sukses. Dan kalau gagal, dia tidak akan berani ketemu saya lagi.


Tetapi apa yang terjadi? tak lebih sebulan dia telp saya, bahwa dia ada di singapore dan sekarang dalam kejaran polisi. Kenapa? menurutnya,  orang Hong Kong yang punya hutang itu mau  bayar dia dua kali lipat kalau bisa bunuh orang suruh dia tagih utang itu.


“  Duh gimana? Apa matii orang yang suruh kamu tagih utang itu ? 


“ Engga. Pengawalnya banyak. Tapi sempat saya tusuk dua kali. Saya rencana mau ke Kota Baru terus ke Thailand, dan Kamboja. Ada teman banyak disana. Sementara sembunyi dululah.” Katanya. Setelah itu tidak ada berita lagi. 


Tiga tahun kemudian saya dapat kabar dari teman. Awi berhasil menguasai kasino di Kamboja. Dia rebut dengan menggunakan tenaga desersi tentara Vietnam. Saya hanya geleng geleng kepala. Tahun 1993 saya bertemu lagi dengan dia di Jakarta. Dia datang khusus bertemu saya. Dia bayar 4 kalilipat dari uang yang pernah saya keluarkan untuk dia. Tetapi saya menolak. Sekali lagi saya katakan bahwa dia tidak  berhutang. Bisnis gagal ya sudah. Kalau dia sukses dengan bisnis lain, itu hak dia. Engga ada urusan dengan saya. Setidaknya saya senang dia udah kaya dan tidak lagi ganggu saya.


Hubungan saya dengan Awi setelah itu seperti kakak beradik. Pernah di salah satu tempat hiburan di kawasan kota. Ketika itu kami datang enam orang. Entah mengapa  kami diserang mendadak oleh preman salah satu ormas. Mereka semua bawa pedang samurai. Targetnya adalah Awi. Empat teman kabur. Tetapi saya tetap di dalam ruangan. Saya lindungi dia dengan menjatuhkan salah satu preman dan berhasil merebut pedang dari tangan preman itu. Saat itulah terjadi adu pedang dalam jarak dekat di ruang karaoke. Saya berhasil keluar dari ruang karaoke dengan melukai kaki 2 orang preman. Tetapi punggung Awi  berdarah kena sabetan pedang samurai. Di lengan dekat urat nadi saya juga kena sabetan pedang. Tak berapa lama polisi datang dan kami digiring ke kantor polisi. Tidak ada yang dipenjara. Semua dibebaskan.


***

Setelah krismon saya disconnect dengan Awi. Baru bertemu lagi tahun 2002. Dia sudah berubah penampilannya. Dia cerita bahwa dia punya koneksi dengan bandar kasino international.  Dia punya bisnis menjual coin untuk berjudi dengan skema hutang. Atau istilah bisnis namanya Jangket. Dia engga paham jalankan bisnis itu. Dia minta saya jadi mentor dia. Namun saat itu saya sedang berpikir untuk hijrah ke Hong Kong. Disamping itu saya belum punya orang yang bisa saya percaya untuk mengelola bisnis yang ditawarkan Awi.


Tahun 2004, ketika di Hongkong. Ada telp dari Yuni. “ Pak, maafkan saya. Entah gimana saya harus bicara. Saya diusir oleh suami saya. Sekarang saya ada di stasiun Gambir bersama balita saya. Boleh saya pinjam uang untuk cari tempat tinggal sementara. Saya perlu malam ini” kata Yuni dengan suara terisak.


“ Saya sedang di Hong Kong. Saya akan kirim orang segera ke tempat kamu sekarang. Tunggu sebentar.” kata saya. Malam itu juga Yuni diantar ke apartement. Awi memberinya uang saku untuk makan bersama balitanya beberapa bulan. Setelah kembali ke jakarta. Saya sibuk. YUni tidak telp saya lagi atau sms. Tiga bulan kemudian Yuni minta bertemu. Saya sanggupi.


“ Berilah saya kerjaan pak. Saya malu numpang makan dan tidur di tempat bapak. “ Katanya dengan airmata berlinang seraya memeluk Balitanya. Saya minta dia bersabar. Dua bulan kemudian,  saya ajak dia ke Singapore. Dia senang sekali. Balitanya dititipkan dengan sahabatnya yang sudah seperti saudara. Dari Singapore saya ajak dia nai kapal Pesiar untuk melihat arena judi. Kemudian pergi ke Genting Malaysia dan Macao, lihat casino


“ Kamu udah lihat casino di kapal pesiar, Genting, Macao” Kata saya pada YUni, setelah usai makan malam.


“ Ya terimakasih. Ini kali pertama ke luar negeri langsung menikmati hiburan termewah. Saya tidak pernah memimpikan bisa menikmati kemewahan ini. Tapi Tuhan sangat baik..sangat baik.  Sentuhan kamu membuat saya merasa begitu sangat sempurna sebagai wanita. Terimakasih.” Kata Yuni.


“ OK. Saya aka dirikan perusahaan. Perusahaan itu semua saham atas nama kamu. Namun pemilik 100% saya. Kita akan atur perjanjian proxy. Saya akan tempatkan Awi sebagai komisaris untuk kawal kamu. Kamu akan dilengkapi dengan fasilitas layaknya dirut dan pemilik bisnis international. Nah selanjutnya saya minta kamu kelola bisnis itu “


“ Bisnis apa itu?


“ Memberikan pinjaman kepada para penjudi yang mau berjudi di casino. Bisnis ini juga bisa dipakai sebagai modus untuk cuci uag dan larikan uang ke luar negeri. Side business nya,  kamu bisa menjual paket tour lengkap ticket pesawat dan akomodasi. Bahkan kamu bisa sewa private jet untuk khusus layanan paket tour.  Dari bisnis pinjaman itu kita dapat bunga dan fee. Kita juga dapat margin dari harga ticket pesawat, hotel dan restoran. Tugas kamu kelola bisnis jangket ini. Tidak perlu cari pasar lagi. Tugas kamu dekati konsumen yang jadi target. Awi akan beri kamu daftar nama mereka. Lengkap dengan kebiasaannya.“


“Siapa saja mereka itu ?


“ Pengusaha, politisi dan aparat. Semua kalangan atas. Gimana?


“ Saya siap dan percaya kepada Bapak.  Saya janji akan setia. Hanya itu yang saya punya. Saya tahu diri siapa saya. Apa saja saya kerjakan asalkan halal, apalagi bekerja dengan Bapak. Itu kehormatan terlalu tinggi bagi saya “ Kata Yuni. Bagi saya, besok dia sudah jadi pegawai saya. Statusnya itu adalah dinding tebal antara saya dan dia. Namun perasaan cintanya akan memberikan alasan kuat baginya untuk setia. Apalagi belakangan kesetiaan itu sudah bercampur respect.  Dia tahu bahwa orang yang bisa bisnis jangket adalah orang yang dekat dengan gangster dan aparat. Apapun bisa dibeli termasuk nyawa. 


Usaha jangket itu berhasil memuaskan. Dia mampu membujuk clients kakap yang mau berjudi di casino terkenal di luar negeri. Termasuk mereka yang mau cuci uang. Awi senang dan bilang bahwa kami hocky dapatkan komandan lapangan yang setia seperti Yuni dan nyali lebih dari preman.


Saya tahu bisnis Awi itu tidak benar. Tapi Menjadikan Awi yang liar berubah jinak tidak mudah. Apalagi mengeluarkannya dari lingkaran gangster. Berat sekali. Saya terpaksa terjun dalam bisnis itu agar bisa menuntunya keluar. Benarlah, tahun 2006 usaha jangket bisa kami hentikan. Dari keuntungan selama dua tahun, dijadikan modal untuk ekspansi usaha halal.  Berawal dapat fasiltas dari teman di partai Penguasa untuk dapatkan izin tangkap ikan. Yang beroperasi dan keluar modal adalah mitra kami dari Jepang dan China. Kami dapat fee setiap ton ikan yang ditangkap. Kami juga dapat margin dari nilai ekspor ikan.  Dapat uang lagi dari penyewaan cold strorage. Saya percayakan bisnis itu untuk Awi dan Yuni kelola dengan baik. Itupun sukses. Dia bisa membuat mitra saya dari Jepang dan China puas.  Selanjut usaha berkembang berbagai bidang usaha di dalam dan luar negeri. 


Kini tak terasa, Awi dan Yuni sudah 17 tahun bekerja bersama saya. Saya, Awi, dan Yuni, kami tidak terlahir dari keluarga kaya. Walau kami pernah melakukan prakter bisnis amoral, itu tidak dengan niat buruk. Itu hanya upaya survival saja. Kami bangkit dari kehinaan dan rasa lapar diatas sistem yang sudah berengsek dari sononya. Ya maklum saja. Kami orang miskin yang tidak terpelajar, hanya ayam kampung yang berusaha menjadi ayam merak. Itu aja.


***


“ Sialan lue. Anjing lue ya. “ katanya dengan nada keras. Dia bukan sahabat. Hanya teman. “ lu yang atur gua kena trap untuk naikin  modal. Kalau engga,  izin gua dicabut” lanjutnya. Saya diam dan senyum. 


“ Eh lu bisa engga sopan bicaranya “ kata Awi udah siap kepalkan tinjunnya. Saya tahu Awi kalau sudah bergerak engga berhenti sebelum orang terluka. Walau dia sudah jinak, tetap aja srigala. Kalau kepancing keluar juga liarnya. Saya pegang bahu Awi agar dia diam. 


“ Dari awal gua  tawar harga perusahaan lue. Lue bilang gua kampungan. Engga ngerti bisnis keuangan. Karena gua buka harga murah. Ya udah. Kita batal. Kita teman aja. Sekarang lue marah karena ada kewajiban tambah modal. Itu kan aturan pemerintah. Kenapa gua disalahin? . Semua perusahaan  kayak lue kena semua. Bukan lue doang. “ kata saya.


“ Ah jangan belaga bego lue. Gua tahu ini semua ulah lu. Karena lu tahu gua engga ada duit tambah modal. “ katanya sewot.


“ Ya sudah. Gua jalan aja dech. Nanti bicara lagi kalau lu sudah tenang. “ kata saya berdiri dan keluar dari ruang meeting kantornya. Dia kejar saya. Dari belakang terdengar dia bully saya. Saya cuek aja. Sampai di lift . Awi engga ada. Kemana dia? Saya balik laki ke dalam kantor teman. 


Saya menuju ruang meeting yang ada dalam kamar kerja teman. Keliatan Awi sedang tekan pakai kaki teman yang sedang duduk di kursi.  “ lue telp siapa saja yang lu anggap backing lue. Gua tunggu disini. “ Kata Awi  tenang. 


Duh masalah ini. Saya langsung teriak “ lepasin wi” awi kaget. Dia ngeliat saya dan akhirnya dia lepaskan. Bayonet ukuran pendek dia selipkan lagi di pinggangnya “ Lue keluar sekarang” kata saya kepada Awi. Setelah Awi keluar. 


“ Koh maafkan Awi. Maafkan” kata saya berlutut. “ cara awi itu sama saja merendahkan saya. Saya malu. Apapun akan saya lakukan agar kokoh maafkan saya. “ kata saya. Dia dekati saya dan rangkul saya. “ saya juga maafin,  Padang. Gua tadi emosi. Ya udah. Gua tahu jujur. Gua yang salah. Terserah lu aja. Kalau lu tetap mau beli. Belilah dengan harga lue mau. “ 


“ Ok Koh. Dirut gua lagi di NY. Bulan depan dia kembali. Suruh dirut lue ketemu dia. Biar mereka selesaikan. Kita mending main mahyong dan minum wine.” Kata saya. Dia tersenyum. “ Minggu depan ya. Sekarang gua lagi di rumah anak gua. Jaga cucu. Kerena anak gua ikut suaminya ke luar negeri urus bisnis” katanya. Saya melambaikan tangan keluar kamar kerjanya.


Sampai di lobi Awi keliatan sedang berdiri. “ Balik kantor ya” kata Awi.


“ Antar gua ke PI dah tuh lue balik ke kantor” Kata saya. Dalam kendaraan “ Jel, Maafin gua tadi. Engga bisa terima lue dihina begitu. Apalagi dia bilang lue perampok dan bandar rentenir. “ 


“ Jangan pernah sekalipun lakukan seperti tadi. Itu sudah masa lalu kamu. Cukup sekali itu aja. Ngerti lue!


“ Ya jel. Tapi kenapa lue sabar banget ?


“ Dia sedang posisi sangat lemah. Karena dimakan oleh  ego dia sendiri. Jadi wajar kalau dia mudah menyalahkan siapapun. Itu penyakit  paranoid. Dekat sekali dengan gila. Kita yang waras dan kuat ya harus ngalah“ kata saya.


“ Paham gua. Maaf ya Jel”


***

Dalam perjalanan ke Plaza Indonesia, saya diantar Awi. Dia salah tingkah karena saya diam saja setelah ingatkan dia agar jangan mudah emosional menggunakan kekerasan ke relasi bisnis.


  “ Jel, lue harus ngerti. Gua dihina engga apa apa. Tetapi kalau lue dihina gua engga terima. Gua keluar dari penjara lue terima gua sebagai mitra bisnis. Walau gua lebih tua dari lue,  tetapi tetap lu Dàgē gua. Gua sekolah hanya SD, rasanya kalau lue engga bantu gua, engga mungkin gua sekaya sekarang dan hidup lempeng di masa tua gua. “ Katanya. Saya diam saja. 


“ Ingat engga tahun 88. Lue kasih gua jaminan modal jadi agent SDSB. Usaha itu kandas, Uang lue habis. Lue engga marah. Terus gua datang lagi minta ongkos untuk jadi debt collector di Hong Kong. Lue tetap percaya gua. Lue kasih gua uang. Padahal bini gua yang gua tidurin, kagak percaya gua lagi. Mertua gua juga engga percaya. Semua teman teman waktu masih kecil, kagak ada yang percaya. Tetapi ada anak padang keling. Percaya gua. 


Gua sayang banget sama lue. Lebih dari sedara kandung gua. Sedara kandung gua aja kagak ada yang percaya gua. Lu satu satunya yang percaya gua. Hanya nasip gua aja yang  jelek. Selalu nyusahin lue. Apapun yang gua kerjain selalu gagal. Makanya gua nekat ambil alih casino di Kamboja. Teman gua di KL bantu gua cari desersi tentara Vietnam. Hanya 8 orang gua punya orang. Gua nekat aja. Gua berhasil acak acak semua bos Casino. Saat itu yang gua pikirkan hanye lue. Gua ingin datang ke lue sebagai orang yang lue banggakan.  Memang gua berhasil. Duit gua banyak, Tetapi lue engga keliatan bangga.


Ingat engga? Tahun 1993, kita pergi ke Karaoke di Hayam Wuruk. Gua diserang oleh preman di ruang Karaoke. Mereka serang pakai pedang samurai.Empat teman gua kabur semua. Padahal dua dari mereka anak buah gua yang ikut gua rebut kasino di Kamboja. Lu sendiri yang hadapi 4 penyerang gua. Karena gua udah jatuh. Punggung gua kena sabetan pedang samurai. Gua lihat lue pertaruhkan nyawa lindungi gua. Lue berhasil rebut samurai salah satu mereka. Tiga kena sabetan samurai lue. Akhirnya mereka mundur karena polisi datang.  Lue berhasil selamatkan nyawa gua.” Kata Awi. 


Saya pandang Awi yang sedang setir. Akhirnya saya menghela napas. Saya kembali menatap lurus ke depan. Sampai di belokan HI, saya berkata kepada Awi. “ Akhir bulan ke Thailand. Nanti sampai KL ada orang yang akan jemput lue.”  


“ Ngapain jel. Tugas apa lagi?


“ Lue mondok di Vihara selama 30 hari. Teman gua antar lue sampai tempat vihara itu “ Kata saya.


“ Jel…”


“ Ini perintah. “Kata saya tegas.


“ Siap ..! Kata Awi spontan.


Sampai di lobi, dia masih nawar “ Jel gua janji, engga akan emosional lagi. Janji.! Katanya berusaha memegang tangan saya.  “ Janganlah sampai mondok 30 hari. Gua dengar disana kita cari makan sendir tanpa uang. Tidur juga kurang. Bisa kurus gua. Lu kan tahu. Kalau kurus pasti gua jelek. Kagak ada lagi yang segan ama gua. Ngerti ya jel” Katanya memohon. Saya tatap matanya dengan keras. 


“ Ya Ya. Siap. Gua jabanin. Gua percaya lue. Pasti ini untuk kebaikan gua ya. “ Kata Awi. Saya langsung keluar dari kendaraannya.


***

Dulu waktu masih muda. Preman datang menyerang kami sedang di ruang Karaoke. Penyerang itu ada 6 orang. Kami berenam juga di ruang Karaoke. Mereka menggunakan pedang samurai. . Empat teman kabur. Tapi Awi kena sabetan pedang samurai di punggungnya. Dia terjatuh. Saat itu secara replek saya tarik Awi dan  sapu kaki penyerang Awi. Dia terjatuh. Dengan cepat saya rebut pedangnya. Saya berguling ke samping seraya mengayunkan pedang samurai itu ke arah kaki mereka. Saya bisa melukai paha dua dari mereka.  1 lagi menghidar kesamping, tapi ayunan pedang saya mengenai punggungnya. Itu berlangsung hanya sekian detik.

 

Yang tidak terluka, terkesima. Saya senyum saja. Tidak ada niat saya menyerang mereka. Saya tetap standby dengan pedang samurai. Mata saya terus ke matanya. Dia cepat ambil temannya yang terluka. Kebetulan satpam dan polisi datang ke ruangan itu. Sementara saya kena lengan dekat urat nadi wektu merebut pedang samurai tadi.


Pernah saya lihat dua group preman berkelahi di Dongguan China. Mereka semua pakai golok dan pedang. Tidak ada satupun yang terluka. Karena dua kelompok itu profesional. Mereka punya motif jelas. Mereka lakukan pertarungan itu dengan ketenangan tinggi. Terbukti waktu lawanya terjatuh, mereka tidak langsung menghabisi. Mereka beri kesempatan lawannya berdiri. Kalau ada yang lari, tidak dikejar. Motif mereka berkelahi untuk rasa hormat. Standarnya adalah moral. 


Banyak orang belajar bela diri. Tetapi ketika berkelahi, seni bela dirinya tidak nampak. Dia berkelahi seperti monyet. Mengapa? Karena belum bisa mengalahkan dirinya sendiri. Bagaimana mau menhadapi lawannya? Orang beragama. Belajar agama hebat. Tetapi dalam keseharian mereka sama dengan monyet. Itu karena mereka gagal mengalahkan dirinya sendiri. Banyak orang pintar bergeral hebat, tetapi kelakuannya tetap saja seperti monyet. Mengapa? Itu karena mereka tidak bisa mengalahkan dirinya sendiri. 


Jadi bagaimana bisa mengalahkan diri sendiri? Cobalah kendalikan nafsu makan. Kalau ada uang berlebih, jangan manjakan selera. Kalau tidak ada uang, sering seringlah puasa. Keduanya menyehatkan jiwa dan pikiran. Mengapa ? karena musuh utama kita adalah nafsu kita. Itu soal perut. Kalau itu anda bisa kendalikan, jangankan sikap rakus, sex saja bisa anda kendalikan. Maka anda sudah jadi kapten terhadap diri anda sendiri. Tidak ada yang perlu dikawatirkan lagi soal hidup. Itulah alasan saya mengirim Awi ke Vihara. Agar dia belajar mengalahkan dirinya sendiri.


5 comments: