Saturday, December 25, 2021

Natal yang indah..


 


Waktu kuliah di Semarang, aku punya teman wanita. Dia tetangga tempatku ngekos. Namanya Sumiati. Menurut Sumi,  dia bekerja pada sebuah biro jasa. Biaya hidup dan kuliahku ditanggung Mas Anto kakak tertuaku yang pedagang kelontongan di pasar tradisional. Tentu uang yang kuterima setiap bulan sangat pas pasan. Tetapi kalau aku kurang uang, Sumi selau beri aku uang. Lama lama aku terikat moral dengan Sumi. 


Sampai akhirnya aku jatuh cinta. Sumi memang lumayan cantik tetapi naif. Dia tipe wanita Jawa. Nrimo dan tidak mementingkan diri sendiri. Dia hanya tamatan SMU. Bukan teman enak diajak diskusi. Dia lebih suka mendengar. Ragu berbeda pendapat denganku. Walau belum menikah, Sumi tidak menolak aku setubuhi. Tentu pakai pengaman. Karena aku belum siap berkomitmen. Aku tahu bahwa aku bukan pria pertama yang bersetubuh dengannya. Terbukti ketika aku setubuhi, dia sudah tidak perawan. Aku bisa menerima.


Suatu waktu, aku dapat informasi dari Ibu kos. Bahwa Sumiati bekerja sebagai wanita panggilan. Ketika aku tanyakan kepada Sumiati. Dia mengakui dengan jujur. “ Aku memang menjual tubuhku, tetapi aku tidak pernah menjual hatiku kepada pria lain. Hatiku hanya pada Mas. Kalau karena itu Mas tidak bisa terima. Engga apa apa. Lupakan saja aku. “  Kata Sumiati dengan air mata berlinang. Itu artinya aku punya alasan untuk berpisah baik baik. Tanpa rasa bersalah. Masa depanku masih panjang. Banyak wanita diluar sana menanti untuk kupinang. Tamat kuliah aku dapat kerjaan di Jakarta.


Aku bekerja di BUMN. Jabatanku Manager. Gaji dan tunjangan lumayah besar. Belum lagi fee dari rekanan yang memungkinkan aku dapat beli rumah bagus di real estate. Karena kesibukanku, aku baru serius memikirkan wanita setelah usia 30 tahun. Itupun setelah secara ekonomi aku established. Aku punya pacar. Namanya Indianti. Kupanggil Dian. Memang cantik. Kulitnya putih. Rambut sebahu. Wajahnya seperti indo. Maklum ayahnya bule dan ibunya dari Sukabumi. Namun dia lahir dari keluarga broken home. Ayahnya pergi saat dia dalam kandungan. Ibunya tinggal di kampung. Semua temanku terpesona dengan kecantikan Indiani.


***

Seminggu sebelum Natal.


Aku berkali kali telp Indiani. Hapenya mati. Aku mengkawatirkan rumahku akan disita bank. Karena sejak 2 tahun lalu kugadaikan untuk usaha catering Dian. Pinjaman itu sebesar Rp. 1 miliar. Sejak teken akad kredit, tidak pernah Dian bayar bunga dan angsuran. Terpaksa aku  bayar pakai tabunganku. Dian beralasan usahanya baru jalan. Aku bisa mengerti. Karena aku sayang Dian. 


Setahun setelah akad kredit, Dian masih belum bisa bayar bunga dan cicilan. Sementara tabunganku sudah habis untuk bayar bunga dan cicilan.  Untuk terus membayar bunga, aku tidak punya cukup uang. 2/3 gajiku habis hanya untuk bayar cicilan dan bunga. Bagaimana aku akan hidup di Jakarta. Aku tidak bisa mendesak Dian. Karena kalau aku bicara tentang utang bank, dia keliatan sedih. Aku tidak mau Dian sedih.


Akhirnya Dian hubungi aku via telp “ Mas, maafkan aku. Aku lagi ada masalah. “ Kata Dian dengan suara terisak. Membuatku tidak tega membicarakan soal bank akan sita rumahku. 

“ Dimana kamu, Yan. Kita ketemu sekarang ya.”

“ Baik Mas. Kita ketemu di cafe tempat biasa.” Katanya. Aku segera meluncur dari Bekasi ke bilangan Blok M.  Sampai di cafe itu, Dian  nampak murung. 

“ Ada apa Yan? Kenapa berhari hari hape kamu off ? Aku datangi tempat tinggal kamu, mereka bilang kamu tidak ada di rumah. “

“ Aku terjebak rentenir, Mas. Mereka kejar aku. Aku takut. “ Dian menangis.

“ Berapa hutang kamu ?

“ Hampir 1 miliar. “

“ Duh sayang. Kenapa sampai begini? kataku dengan nada hiba.

“ Maafkan aku mas. Sebaiknya aku mati saja.” Kata Dian dengan mimik putus asa.

“ Aku tidak bisa lagi bantu kamu Yan. Kamu kan tahu. Aku hanya pegawai. Hartaku kini hanya rumah. Itupun kalau tidak dibayar hutang, bank akan sita. Tabunganku sudah habis bayarin bunga dan cicilan.” Kataku. Dian menangis seakan menyesal dan kehilangan jalan untuk menyelesaikan masalah.


“ Maafkan aku mas. Kalau aku diberi waktu 3 bulan, aku bisa selesaikan semua. Ini aku dapat kontrak catering untuk perusahaan tambang. Sudah ada mitra yang mau kerjasama. Perusahaanku dapat goodwill  didepan sedikitnya Rp. 3 miliar atas kerjasama itu dan setiap  bulan masih dapat Rp. 50 juta. Itu lebih dari cukup untuk kita menikah. Engga repot lagi mikiran biaya hidup. Tapi semua sia sia. Kerjaku sekian tahun engga ada hasil. Maafkan aku.” Kata Dian dengan terisak isak. Dia nampak tak lagi bersemangat seperti biasanya.


“ Duh jadi gimana solusinya. “ Kataku bingung.

Dian lama menatapku. Akhirnya dia berkata “ Mas, aku ada usul. Tapi apa Mas setuju.? Kalaupun tidak, engga apa apa. Biar Dian selsaikan sendiri masalah ini. Apapun yang terjadi, Diah sudah siap. Maafkan Dian, ya Mas. “

“ Ya apa usul itu.” Kataku siap mendengar sebuah solusi. Nampak Dian menarik napas dalam dalam. Seakan berusaha siap menyanpaikan usul. “ Temanku mau lunasi hutangku di bank dan Rumah Mas bisa di roya. Tetapi setelah itu rumah mas dijual ketemanku. Sisa setelah bayar utang bank masih ada Rp. 1,5 miliar. Yang Rp. 1 miliar untuk bayar hutangku kepada rentenir. Dan Rp 500 juta untuk biaya perkawinan kita dan sewa apartement. Aku berharap januari kita bisa menikah. “ Kata Dian dengan hati hati.

“ Kamu yakin kontrak catering itu dalam tiga bulan bisa mendatangkan uang.” Tanyaku menegaskan.

“ Yakin sekali Mas. Ini sudah ada kontraknya.” Kata Dian memperlihatkan kontrak itu kepadaku. Begitu cara dia meyakinkanku. Bahwa dia tidak berbohong.

“ OK, kapan teman kamu bisa bantu lunasi hutang bank?

“ Besok bisa kok.” Kata Dian cepat dan keliatan mendung di wajahnya mulai menipis.


Keesokan aku dan Dian datang ke bank bersama temanya yang janji akan lunasi hutang dan roya jaminan Rumah punyaku. Benarlah. Tak lebih 1,5 jam urusan itu selesai. Pelunasan hanya  dengan cara pindah buku dari rekening teman Dian ke rekening Dian. Setelah itu bank lakukan pendebitan rekening Dian sebagai syarat pelunasan. Pada waktu bersamaan rumah itu di roya dan kembali kepadaku dalam keadaan bebas. Tapi pada waktu bersamaan rumah itu pindah ke teman Dian. Notaris sudah ada di  bank melakukan akta jual beli. 


Rp. 1,5 miliar masih ada di rekening Dian. Kami janji besok akan betemu untuk bayar utang Dian ke rentenir dan membuat persiapan untuk perkawinan. Tetapi besoknya , telp Dian off. Aku kebut mobilku ke rumahnya. Ternyata dia sudak tidak tinggal di rumah yang disewanya. Tak terhitung kali aku telp Dian, namun sia sia. Telpnya sudah tidak aktif lagi. 


Besok mau ke Yogya natalan. Temanku perlihatkan photo Dian dengan seorang pria. “ Dari dulu aku mau beritahu kamu. Bahwa pacar kamu itu pemain. Tetapi meliat kamu sangat bahagia dengan dia, aku jadi tidak tega. “ Kata temanku. Aku seperti terjatuh ke jurang terdalam.  Mau lapor polisi, tidak ada kontrak antara aku dengan Dian. Akta jual beli sudah terjadi secara legal. Rumahku melayang. Tabunganku ludes.


***

Aku marah dan sakit hati kepada Dian.  Dia bukan hanya menipuku tetapi juga membodohiku. Tetapi mau melampiaskan marah,  aku tidak tahu dimana Dian kini. Mungkin dia sudah melupakanku. Aku mulai dihinggapi paranoia. Aku  mengenal wanita seumur hidupku hanya dua orang, yaitu Sumiati dan Dian. Sumiati yang akhirnya terbukti pelacur namun jujur. Kemudian bertemu Dian, yang bukan pelacur tetapi pembohong dan penipu. Apa salahku. Apa dosaku?


Dari sahabat sosial media. Aku punya mentor virtual. Dari tulisannya aku mendapatkan banyak pencerahan. Aku japri tentang masalahku. Aku ceritakan semua masalahku. Walau dia musim tapi dia bijak menasehatiku. Dia berkisah yang hampir semua umat kristiani tahu kisah itu. Ketika Yesus duduk mengajar. Katanya mengawali tulisan via messenger. Tiba-tiba guru Taurat dan orang Farisi datang. Mereka membawa seorang perempuan yang langsung mereka paksa berdiri di tengah orang banyak. Perempuan itu tertangkap basah berzina, dan melacur.


“ Apa yang harus kami lakukan” Kata mereka. Yesus diam saja.  Dan mereka kembali mengingatkan Yesus akan pesan Taurat. “ Hukum Taurat Musa memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian dengan batu” 


Yesus menatap mereka yang siap merajam wanita itu. Kemudian Yesus berkata “ ”Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Yesus membungkuk lagi dan menulis di tanah. Suasana mendadak senyap. Tak ada yang bertindak. Tak seorang pun siap melemparkan batu, memulai rajam itu. Bahkan ”satu demi satu orang-orang itu pergi, didahului oleh yang tertua. Mengapa ? karena memang tidak ada manusia yang bebas dari dosa. Apa hak manusia menghukum. Sedangkan Tuhan itu maha pengampun.


Akhirnya di sana tinggal Yesus dan perempuan yang dituduh pezina itu ”Aku pun tak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” Kata Yesus.  Tak ada rajam. Tak ada hukuman. Kecuali anjuran untuk bertobat. Jangan lagi berbuat dosa.


Dari kisah itu, kamu bisa tahu. Bahwa kekecewaan kamu terhadap Dian, bukanlah dosa kepada Sumiati. Tuhan tidak menghukum pendosa. Karena menghukum seorang pendosa tak akan mengubah apa-apa; sebaliknya empati, uluran hati, dan pengampunan adalah laku yang transformatif. Jadi maafkan Dian. Dan kalau ada waktu temui Sumiati , minta maaflah. Selanjutnya lalui hidup dengan suka cita iman. Karena iman itulah yang akan menyelamatkan kamu dari kebodohan.


***

“Usia kamu sudah diatas 30. Tepatnya 35. Kapan kamu akan melamar Indiani. Cepatlah. Apalagi yang ditunggu.”  Kata Mas Anto. Aku diam saja. Aku tahu Mas Anto sebagai kakak tertua sudah seperti ayah bagiku dan adik adik. Terutama sejak ayah meninggal. Kedatanganku ke rumah Mas Anto di Yogya karena natal. Ibu tinggal bersama Mas Anto.


“ Hubungan kalian sudah terjalin 3 tahun. Bukan waktu singkat untuk sebuah hubungan. Ya sampai kapan.? Tanya Mas Anto., Aku terdiam. Aku merasa gagal sebagai pria kalau ingat kelakuan Dian.  Apa yang dapat kubanggakan. Walau kerja di BUMN. Usia 35 tahun aku tidak punya rumah. Tidak punya tabungan. Semua karena kebodohanku yang dibutakan karena cinta. Aku naif. Lebih naif dari Sumiati. Setidaknya.


“ Ya sudah.  Kalau memang Indiati terlalu berat syaratnya, Mas akan kenalkan wanita untuk kamu. Kenalan saja dulu. Wanita ini pegiat Gereja. Kesehariannya bekerja sebagai juru rawat di rumah sakit“ Lanjut Mas Anto. Aku tidak berani menolak. Walau aku masih trauma dengan wanita. Namun menolak, itu terlalu angkuh namanya. Toh kenalan tidak ada masalah. 


Aku datang ke gereja ikut misa natal bersama keluarga Mas Anto dan adik adiku. Di pintu gerbang. Mas Anto kenalkan aku dengan wanita. “ Kenalkan Sum,  ini adik Mas yang di Jakarta.” Kata Mas Anto memperkenalkanku kepada wanita itu. Setelah itu mas Anto sibuk dengan teman temannya. Saat itu aku seperti disambar petir. Ternyata di hadapanku adalah Sumiati. Senyum tulusnya masih seperti dulu. “ Apa kabar Mas? Sapanya.

“ Baik Sum. Kamu gimana ?

“ Ya beginilah.” Kata Sum dengan wajah tertunduk.

“ Sum..” Seruku.

“ Ya Mas..”

“ Maafkan kan Mas ya..”

“ Mas engga ada salah. Justru Sum yang salah. Sejak kita pisah.  Sum datang ke Gereja untuk bertobat. Aktifis Gereja tuntun Sum bertobat. Mereka bantu Sum dapat beasiswa di akademi perawat di Yogya ini. Kini Sum kerja di Rumah sakit” Kata Sum.


Babo, Natal ini sangat indah. Tidak ada dosa tampa ampunan. Pertobatan adalah jalan Tuhan yang selalu indah pada akhirnya.  Doakan semoga hubunganku dengan Sum berujung kepada pernikahan yang indah. Sehingga aku bisa menyanyikan lagu “ Beautiful  in white. Aku senang kalau Babo bisa bagikan kisahku kepada teman teman DDB. Agar mereka mendapatkan pencerahan. Sehat selalu Babo. Terimakasih nasehatnya. Salam untuk Oma. Semoga aku dapatkan istri setegar Oma..

4 comments:

  1. Is it a true story ? Anyhow... 👍🙏

    ReplyDelete
  2. Terimakasih Babo....sehat sehat. Tp apakah ini nyata?

    ReplyDelete
  3. Mantap bang kisah nya, kita yg menikah di usia di atas 30 tahun, ngak banyak kriteria soal pendamping,,

    ReplyDelete
  4. 🙏🙏🙏 Tuhan yang Esa memberkati Babo sekuarga, Aamiin 🙏

    ReplyDelete