Thursday, February 25, 2021

Tidak dendam.

 





Kapal dagang ( phinisi) saya tenggelam dan hampir membuat saya meninggal teratung atung selama 3 minggu ditengah laut. Sayapun bangkrut. Itu tahun 1988. Hutang tak sanggup saya bayar. Terpaksa rumah disita. Saya titipkan istri dan anak usia balita kepada mertua. Karena saya tidak punya apa apa lagi untuk memulai langkah saya dalam bisnis.  Mertua saya bisa menerima. Ipar saya keliatan tidak suka. Setiap dia lewat depan saya. Dia ludahi muka saya. Saya diam saja. Saya sadar, Saya numpang. 


Saya keluar rumah dengan baju melekat di badan. Tidak punya uang. Ketika saya akan melangkah keluar, di teras rumah.  Istri saya bersimpuh di kaki saya. Dia pegang kedua kaki saya. Dia menangis. “ Apa salah suamiku. Dia hanya miskin. Kenapa kejam sekali. Makan saja hanya sekali di rumah”. Saya tahu saat itu betapa hancur hatinya. Dia tahu saya sangat butuh dukungan. Terutama dari keluarganya. Saat itulah saya jatuh cinta untuk kesekian kalinya kepada istri. Saya berjanji tidak akan mengecewakannya. 

“ Mah biarkan papa pergi. Jaga anak. Baik baik di rumah. Papa janji akan jemput mama dan anak. Doain ya.” Kata saya. Saya berusaha melepas kaki saya dari pagutannya. Akhirnya dia lepaskan. Dia lunglai. Saya dapat kode dari mertua agar terus saja jalan. “ Ayah, titip istri dan anakku.  Maafkan aku, ayah.” Kata saya. Sebelum saya pergi, kakak ipar saya masih sempat meludahi muka saya. Saya diam saja. Saya terus melangkah pergi.


Nabi Ayub pernah mengalami kebangkrutan. Semua harta habis. Teman menjauhi. Kemudian dia sakit kulit yang sangat bau. Anak dan istri menjauh. Diapun diasingkan di tempat sepi. Kawatir penyakitnya menular. Tetapi dalam keadaan bangkrut, didera penyakit, anak istri meninggalkannya, dan kesepian, dia tidak pernah menyalahkan Tuhan. Buktinya?  dia tidak pernah menyalahkan siapapun. Itu bukan antara dia dengan orang lain. Tetapi antara dia dan Tuhan saja. Rasa percaya diri dalam keimanan itulah yang menyelamatkannya.  Saya belum seperti Nabi Ayub. Saya masih sehat. Jdi saya tidak akan bersedih dan menyalahkan siapapun. Saya harus focus memperbaiki diri.


Saya pergi keluar rumah tanpa uang satusenpun. Hanya baju satu stel melekat dibadan. Saya sempat tidur di Monas semalam.  Akhirnya saya ingat teman lama. Florence. Saya telp tapi engga tahu dia ada dimana? yang saya ingat telp keluarganya di Riau. Saya telp. Keluarganya katakan bahwa Florence tinggal di Singapore. Mereka beri tahu nomor telpnya. Saya pergi Wartel telp Florence. 


" Ya, its me, Aling." terdengar suara Florence.


" Ling, ini gua Ale. Gua perlu uang. Usaha gua bangkrut" Saya tahan getaran suara. Karena malu.


" Ale, lue baik baik aja kan? terdengar suara Florence dengan nada kawatir.


" Ya gua baik baik saja"


" Gimana kabar istri dan anak lue?


" Di rumah mertua, Ling. Gua udah engga ada rumah lagi. Gua tinggal di luar rumah.  Engga tahu mau tinggal dimana"


" Duh ale, Sabar ya. Nah  lue cepetan ke kantor Pos, setelah gua kirim uang dan kirim bukti wesel ya. Berapa nomor fax nya ? Kata Florence. Saya berita tahu nomor fax Wartel.


" Lue tunggu 30 menit, gua kirim uang" kata Aling. 


" Terimakasih, Ling."


Benarlah, 45 menit saya dapat fax bukti kiriman uang Rp. 5 juta. Saat itu harga emas  Rp. 28.000. Kalau sekarang uang itu senilai Rp. 178 juta. Jadi saya bisa ngekos di Kawasan Cikini. Setiap hari saya keluar rumah. Setiap hari istri saya kirim makanan ke tempat kos saya sambil gendong balita saya. 


“ Papa dapat peluang bisnis Import pupuk dari teman orang Jepang. Kemarin Florence kirim uang Rp 5 juta. Papa sewa kantor. Sewa mesin Fax dan masih ada sisa Rp 3 juta. Ambil lah uang sisanya. “ kata saya. 


“ Engga usah. Pakai aja uang itu untuk biaya hari hari Papa. Eli dagang kecil kecilan. Barang kreditan. Papa tenang saja. Jaga kesehatan. Jangan kecewakan Florence sudah bantu Papa. Ingat engga. Itu engga sedikit uang. ” Katanya. 

Suatu hari saya ngobrol santai dengan tetangga yang kerja sebagai supir menteri. Otak survival saya langsung bergerak liar. Segera saya datangi teman yang masih kerja di perusahaan jepang,  importir mineral. Saya cerita bahwa saya bisa urus impor phospat. Dia senang. Dia siap beri saya fee USD 2 dollar per ton.


Melalui supir itu saya diatar ke rumah menteri. Saya yakin, pasti proposal saya ditolak. Lah koneksi hanya supir. Tapi saya tidak punya pilihan. Hanya itu harapan saya. Ternyata, apa yang terjadi ? Walau menteri itu terima saya diteras. Namun dia mau baca proposal saya. “ Kamu datangi yayasan ini. “ katanya. “ Nanti saya telp pengurusnya.” lanjutnya. Singkatnya hari itu juga saya bertemu dengan pengurus yayasan mau memberikan rekomendasi resmi untuk PT saya sebagai mitra impor phospat. Dalam seminggu saya dapat surat izin impor phospat dengan kuota 100.000 ton perbulan.


Biaya LC dan segalanya ditanggung perusahaan Jepang. Saya bisa bangkit lagi. Hanya dua bulan saya terpuruk dan terhina. Saat itu juga saya jemput istri dan anak saya.  Kami pindah ke rumah baru kami. Beberapa tahun kemudian, Ipar saya bangkrut. Dia pinjam uang ke saya. Saya pinjamin tampa sepengetahuan istri. Hutang itu tidak pernah dibayar. Sayapun tidak tagih. Tetapi suatu saat istri tahu saya pinjamin kakaknya. Dia marah kepada kakaknya. Saya lerai dan minta dia bersabar.


“ Papa tahu. Sampai kapanpun aku tidak akan bisa memaafkan kakak ku. Dia ludahi pria yang kucintai. Ayah dari anak ku.  Tapi papa malah bantu dia. Papa engga jaga perasaanku. “ kata Istri. Saya diam saja. Mau gimana lagi. Saya tidak bisa dendam. Apalagi dia adalah kakak istri dan keluarga kami. 


Namun karena itu, akhirnya istri bisa sadar. Diapun melupakan dendam. Mengapa ? Saya katakan” Papa bisa bangkit setelah bangkrut dan terhina. Itu hanya butuh waktu dua bulan. Tanpa pertolongan Tuhan, mana mungkin papa bisa bangkit. Kenapa papa harus dendam?  Benci kepada manusia? Ini bukan antara papa dan kakak kamu tetapi antara papa dan Tuhan. Tuhan engga suka orang pendendam. Itu yang diajarkan amak. “


Setelah itu saya bangkrut lagi. Totalnya empat kali saya bangkrut dalam kurun waktu 10 tahun. Florence selalu jadi malaikat penolong saya. Kini florence tetap bersama saya. Saya jaga dimasa tuanya sebagai sahabat. Saya dan istri, kini kami menua bersama. Tetap hidup sederhana.  Tuhan engga suka orang berlebih lebih dalam segala hal.

No comments:

Post a Comment