Dulu tahun 87 aku punya pabrik di pondok ungu, Bekasi. Setiap aku ke pabrik dan melintasi jalan menuju gerbang pabrik, di sudut depan jelan itu ada warung kopi dan Indomie. Pemiliknya wanita muda. Cukup ramai pengunjung. Terutama buruh pabrik yang menanti pergantian shif kerja. Aku mampir di warung itu. Dia tidak tahu kalau dia berdagang di lahan pabrik milikku.
“ Rame dagangnya mbak. “ tanyaku.
“ Lumayan mas. Tapi yang datang pakai dasi hanya mas “ katanya tersenyum ramah. Saya pesan kopi. Saya perhatikan buruh pabrik yang ada di warung itu juga tidak mengenal saya. Maklum saya jarang datang ke pabrik. Kalaupun datang tidak lebih 2 jam.
“ Yang belanja semua buruh pabrik ya mbak. “
“ Ya mas. Siapa lagi ya buruh pabrik. Tetapi saya bayar mingguan ke satpam”
“ Bayar berapa ?
“ Rp 5000”
Entah darimana datangnya. Ada orang bergerombol jalan menuju pabrik. Ternyata mereka demo GM pabrik. Saya amati mereka dari warung. “ Mas, Mereka itu protes karena dipecat. Ya wajarlah. Yang salah kepala satpam.’ Kenapa mandor dan buruh bagian printing yang dipecat. Itu fitnah dari kepala satpam. “ kata mbak pemilik warung.
“ Kok mbak tahu ?
“ Warung saya buka sampai jam 2 pagi. Sampah kertas itu yang angkut kepala Satpam sama anak buahnya. Setiap hari 1 truk sampah dibawa keluar. Mereka bagi bagi uangnya di warung ini. “ kata pemilik warung. Saya tahu sampah kertas pabrik laku dijual.
Utusan pabrik keluar dari kantor menuju pos satpam yang ada dekat pintun gerbang. Tapi salah satu demonstran mengacungkan golok seraya mendekati utusan pabrik. Namun karena meliat golok terayun, utusan kantor melarikan diri. Saya segera keluar dari warung dan berlari ke arah demonstran.
“ Ada apa ini” teriak saya
“‘ Kami mau bertemu dengan boss pabrik”
“‘ Untuk apa?
“ Mau protes. Mengapa kami satu kelompok dipecat semua.?
“ Saya boss pabrik. Saya pastikan kalian tidak dipecat. Besok masuk seperti biasa. Tapi tolong jangan ada lagi demo seperti ini. Kalau ada masalah bicarakan baik baik. “
“ GM pabrik sombong boss. Satpam juga sok jagoan. Kita mau bicara dilarang. “Kata salah satu dari mereka.
Akhirnya mereka bubar. Saya pimpin rapat dengan GM, Manager, supervisor dan kepala Satpam. Depan rapat itu saya pecat kepala Satpam. Dia marah. Saya cuek aja.
Usai meeting di pabrik saya minta kepada GM agar melarang ada warung di depan jalan masuk ke pabrik. Saya minta warung itu pindah ke dalam pabrik. “ kamu sediakan tempat di halaman belakang pabrik. Beri dia modal agar menunya bertambah. Jangan ada yang meras pedagang itu “ Kata saya kepada GM.
Ketika keluar dari gerbang pabrik, satpam itu menanti saya dengan golok. Dia paksa mobil saya berhenti. Saya keluar dari pintu belakang. Di ada di depan kendaraan. Dengan golok terhunus dia berlari ke arah saya. Dengan replek saya menghindari dari sabetan goloknya. Terdengar orang teriak ketakutan.
“Sabar pak. Kenapa harus begini ? Kata saya tenang.
Dia kembali menyerang dengan golok. Saya menghindar dengan mundur. Tetapi karena mendengar orang teriak ketakutan. Maklum perkelahian dengan golok dan saya tangan kosong. Orang membayangkan akan ada pembantaian. Saya harus cepat mengakhiri niat jahatnya membunuh saya. Saya tidak mau orang lain kepanikan. Sekarang saya tidak akan menghidari serangan. Saya harus lumpuhkan dia.
Saya berusaha mendekat. Ketika ayunan goloknya kearah kepala saya, saat itu juga tendangan saya mengarah ke lengan bagian dalam. Seketika golok terlepas. Kaki kanan saya mendarat ditanah. Langsung saya sepak dengan keras betisnya. Saya yakin dalam kondisi kuda kuda tidak seimbang , tendangan ke betis itu membuat dia terjatuh kelau bergerak . Benarlah. Dia berusaha hendak membalas, tapi langsung jatuh. Bangkit, jatuh lagi. Saya liat aja dengan tersenyum.
“ sudah ya pak. “ kata saya. Kemudian ambil golok yang jatuh serahkan kedia. Saya buka dompet saya “ ini uang ambil. “ Kata saya menyerahkan 5 lembar uang pecahan 10 ribu rupiah “ Maafkan saya. Besok jangan lupa ambil pesangon dari kantor” lanjut saya dan berlalu darinya.
Keesokan nya satpam itu datang ke pabrik dan minta maaf dengan airmata berlinang.. Saya pekerjakan lagi dia. Sejak itu tidak ada lagi keluhan pabrik kehilangan sampah kertas. Tahun 2003 saya bertemu lagi dengan mbak pemilik Warung. Putrinya saya kuliahkan sampai jadi sarjana.
Moral cerita. Kejujuran ada dimana saja. Tetapi keberanian menyampaikan kebenaran dengan jujur harus dihormati. Itulah dasar saya berterimakasih kepada Mbak pemilik warung kopi.
Tidak ada kesalahan yang tak termaafkan apalagi orang menyampaikan maaf dalam keadaan sesal. Sepahit dan seberat apapun, pintu maaf harus terbuka. Itulah dasar saya menerima kembali satpam yang telah bersalah dan bahkan berniat membunuh saya.