Sunday, August 15, 2021

Menghormati dan menghargai






Dulu tahun 87 aku punya pabrik di pondok ungu, Bekasi. Setiap aku ke pabrik dan melintasi jalan menuju gerbang pabrik, di sudut depan jelan itu ada warung kopi dan Indomie. Pemiliknya wanita muda.  Cukup ramai pengunjung. Terutama buruh pabrik yang menanti pergantian shif kerja. Aku mampir di warung itu. Dia tidak tahu kalau dia berdagang di lahan pabrik milikku. 


“ Rame dagangnya mbak. “ tanyaku.


“ Lumayan mas. Tapi yang datang pakai dasi hanya mas “ katanya tersenyum ramah. Saya pesan  kopi. Saya perhatikan buruh pabrik yang ada di warung itu juga tidak mengenal saya. Maklum saya jarang datang ke pabrik. Kalaupun datang tidak lebih 2 jam. 


“ Yang belanja semua buruh pabrik ya mbak. “


“ Ya mas. Siapa lagi ya buruh pabrik. Tetapi saya bayar mingguan ke satpam”


“ Bayar berapa ?


“ Rp 5000”


Entah darimana datangnya. Ada orang bergerombol jalan menuju pabrik. Ternyata mereka demo GM pabrik. Saya amati mereka dari warung. “ Mas, Mereka itu protes karena dipecat. Ya wajarlah. Yang salah kepala satpam.’ Kenapa mandor dan buruh bagian printing yang dipecat. Itu fitnah dari kepala satpam. “ kata mbak pemilik warung.


“ Kok mbak tahu ?


“ Warung saya buka sampai jam 2 pagi. Sampah kertas itu yang angkut kepala Satpam sama anak buahnya. Setiap hari 1 truk sampah dibawa keluar. Mereka bagi bagi uangnya di warung ini. “ kata pemilik warung. Saya tahu sampah kertas pabrik laku dijual. 


Utusan pabrik keluar dari kantor menuju pos satpam yang ada dekat pintun gerbang. Tapi salah satu demonstran mengacungkan  golok seraya mendekati utusan pabrik. Namun karena meliat golok terayun, utusan kantor melarikan diri. Saya segera keluar dari warung dan berlari ke arah demonstran. 


“ Ada apa ini” teriak saya


“‘ Kami mau bertemu dengan boss pabrik”


“‘ Untuk apa?


“ Mau protes. Mengapa kami satu kelompok dipecat semua.?


“ Saya boss pabrik. Saya pastikan kalian tidak dipecat. Besok masuk seperti biasa. Tapi tolong jangan ada lagi demo seperti ini. Kalau ada masalah bicarakan baik baik. “


“ GM pabrik sombong boss. Satpam juga sok jagoan. Kita mau bicara dilarang. “Kata salah satu dari mereka.


Akhirnya mereka bubar. Saya pimpin rapat dengan GM, Manager, supervisor dan kepala Satpam. Depan rapat itu saya pecat kepala Satpam. Dia marah. Saya cuek aja. 


Usai meeting di pabrik saya minta kepada GM agar melarang ada warung di depan jalan masuk ke pabrik. Saya minta warung itu pindah ke dalam pabrik. “ kamu  sediakan tempat di halaman belakang pabrik. Beri dia modal agar menunya bertambah. Jangan ada yang meras pedagang  itu “ Kata saya kepada GM. 


Ketika  keluar dari gerbang pabrik, satpam itu menanti saya dengan golok. Dia paksa mobil saya berhenti. Saya keluar dari  pintu belakang. Di ada di depan kendaraan. Dengan golok terhunus dia berlari ke arah saya. Dengan replek saya  menghindari dari sabetan goloknya. Terdengar orang teriak ketakutan.


“Sabar pak. Kenapa harus begini ? Kata saya tenang.

Dia kembali menyerang dengan golok. Saya menghindar dengan mundur. Tetapi karena mendengar orang teriak ketakutan. Maklum perkelahian dengan golok dan saya tangan kosong. Orang membayangkan akan ada pembantaian. Saya harus cepat mengakhiri niat jahatnya membunuh saya. Saya tidak mau orang lain kepanikan. Sekarang saya tidak akan menghidari serangan. Saya harus lumpuhkan dia. 


Saya berusaha mendekat. Ketika ayunan goloknya kearah kepala saya, saat itu juga tendangan saya mengarah ke lengan bagian dalam. Seketika golok terlepas. Kaki kanan saya mendarat ditanah. Langsung saya sepak dengan keras betisnya. Saya yakin dalam kondisi kuda kuda tidak seimbang , tendangan ke betis itu membuat dia terjatuh kelau bergerak . Benarlah. Dia berusaha hendak membalas, tapi langsung jatuh. Bangkit, jatuh lagi. Saya liat aja dengan tersenyum. 


“ sudah ya pak. “ kata saya. Kemudian ambil golok yang jatuh serahkan kedia. Saya buka dompet saya “ ini uang ambil. “ Kata saya menyerahkan 5 lembar uang pecahan 10 ribu rupiah “ Maafkan saya. Besok jangan lupa ambil pesangon dari kantor” lanjut saya dan berlalu darinya. 


Keesokan nya satpam itu datang ke pabrik dan minta maaf dengan airmata berlinang.. Saya pekerjakan lagi dia. Sejak itu tidak ada lagi keluhan pabrik kehilangan sampah kertas. Tahun 2003 saya bertemu lagi dengan mbak pemilik Warung. Putrinya saya kuliahkan sampai jadi sarjana.


Moral cerita. Kejujuran ada dimana saja. Tetapi keberanian menyampaikan kebenaran dengan jujur harus dihormati. Itulah dasar saya berterimakasih kepada Mbak pemilik warung kopi. 

Tidak ada kesalahan yang tak termaafkan apalagi orang menyampaikan maaf dalam keadaan sesal. Sepahit dan seberat apapun, pintu maaf harus terbuka. Itulah dasar saya menerima kembali satpam yang telah bersalah dan bahkan berniat membunuh saya.


Friday, July 30, 2021

Amel..

 





Saya bertemu dengan Robert di Plaza Indonesia. Dia lebih dulu menegur saya. “ Erizeli..ya.” 

“ Ya.”

“ Masih ingat saya, Robert. Teman waktu kos di Cempaka Putih..”

“ Oh kamu.” saya langsung ingat dan memeluknya. “ Gimana kabar kamu.”

“ Baik. Gua tinggal di Riau.”


Saya segera ajak dia ke cafe untuk ngobrol. Rambutnya sudah putih semua. “ Sudah berapa anak” Tanyanya ketika sampai di cafe.

“ Dua. Kamu?

“ Satu. Istri saya meninggal 5 tahun lalu. Saya kerja di Pabrik Pengolahan CPO. Sampai sekarang tidak lagi menikah.” Katanya dengan raut sedih. Saya terima telp sebentar. 

“ Jel, lue masih ingat engga dengan Tari ?

“ Amel. “

“ Ya. Lue pernah ketemu dia.?

“ Sampai sekarang masih sering telp dan ketemu. Dia kan punya Holding di Singapore kerjasama dengan David dan Tan orang Malay. Tapi gua engga ada bisnis dengan dia. Kenapa ?

“ Tadikan setamat kuliah di jakarta, gua pulang ke Riau lanjutin usaha keluarga. Tahun 1996 gua bangkrut. Gua ketemu Amel di Riau. Dia yang masukin gua kerja di Pabrik pengolahan CPO itu. Tapi sejak itu gua engga pernah ketemu dia lagi. Gua cuman mau bilang terimakasih dan minta maaf.” Katanya dengan raut sedih dan kalah.


***

Tahun 1983


“ Kemana lue Bet ? Kata saya ketika melirik Robert keluar dari kamar kosnya terburu buru bawa tas besar. Dia masuk ke kamar kos saya seraya berbisik” Kabur gua. Pindah tempat. “


“ Kenapa ?


“ Amel minta dikawinin. Bego apa?.”


“ Kan lue udah pacaran sama dia. Dan dia sering nginep di Kosan lue. Tega ama sih lue. Kalau memang belum siap nikah ya bilang aja baik baik “


“ Lah dia hamil. Bego luh. “


“ Ya nikahi. “


“ Ogah gua. Masih banyak  cewek, kenapa harus nikah dengan dia. Apalagi kuliah gua belum kelar.” Katanya ketawa melangkah keluar dari kamar kos saya. Saya hanya bisa geleng geleng kepala.


Benarlah. Sore Amel datang ke tempat kos. “ Bang Jel, Bang robert kemana ?


“ Dia pindah,  Mel”


“ Pindah kemana ?


“ Engga tahu. “ Kata saya. Amel menangis di teras tempat kos. Waktu itu Amel masih SMA di daerah Kwitang. Tapi dia tidak meraung. Hanya air matanya jatuh. “ Mel kamu engga apa apa?


“ Engga apa apa. Aku pulang aja.”


“ Lue kan tahu tempat kerja dia di Jalan Kwitang. Datangi aja.”


“ Dia sales freelance. Jarang di kantor. “ Amel pergi sore itu dengan membawa luka.


Suatu hari saya dapat telp dari klinik. Mengabarkan soal Amel. Saya segera meluncur ke jalan Pramuka. Saya lihat Amel dalam keadaan sekarat. Pendarahan. Ternyata dia keguguran. Harus di bawa ke rumah sakit. Saya gendong dia ke dalam bajay. " Mel, tahan sedikit ya. Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit. Kamu kuat kok. Jangan menyerah. " Kata saya. Berharap dia tidak pingsan.  Darah mengalir dari selangkangannya. Membasahi jok bajay. Celana saya basah kena darah. Akhirnya Mei bisa sampai di rumah sakit. Saya gendong dia ke dalam rumah sakit Bersalin Budi Kemuliaan 


Sejak SMP. orang tuanya sudah meninggal. Dia tinggal dengan pamannya di jakarta. Mungkin dia takut memberi tahu kepada pamannya. Dia hanya ada saya sebagai orang yang dia kenal dan percaya. Dua hari Amel sudah bisa pulang. Saya ongkosi semua biaya rumah sakit. Setelah itu saya tidak lagi pernah di hubungi Amel.


Tahun 2000 saya bertemu dengan Amel di jalan Batutulis. Dia bekerja di perusahaan agency dari Singapore. “ Boss aku di Singapore suruh aku urus  lelang BPPN. Boss besar dia. Duitnya engga beseri. “ 


“ Wah baguslah. Hati hati kerjanya” Kata saya. 


" Tapi abang bangga engga lihat adiknya sekarang? Katanya tersenyum. Saya peluk dia. " Bangga sekali Mel. Jaga diri baik baik ya."


Saat itu saya lihat Amel sangat dewasa dan penuh percaya diri.. Walau kami saling tukar kartu nama  namun karena kesibukan masing masing kami tidak melanjutkan komunikasi. Saya baru bertemu kembali dengan Amel tahun 2008 di Hong Kong. Saat itu dia sudah punya holding di Singapore khusus tambang batubara dan Agro industri. Saat itu dia sedang berusaha untuk ambil alih pabrik ethanol dan perkebunan singkong di Sumatera. Dia tawarkan saya ikut konsorsium. Saya ikut hanya 10%. 


Setelah akuisisi , dua tahun kemudian pabrik itu dijual ke Jepang.  Amel memang mendatangkan untung yang lumayan besar untuk saya. Sejak  itu kami jadi akrab sampai kini. Barulah saya tahu dia tidak pernah menikah. Saya tidak pernah bertanya tentang masalalunya. Dia juga tidak pernah cerita. Sepertinya Amel sudah melupakan masa lalunya. 


Satu saat dia cerita juga tentang masa lalunya. “ Ketika Bang Robet mencampakan aku, awalnya aku marah dan sedih. Tetapi akhirnya aku bisa berdamai. Mengapa? Cintaku kepada bang Robert itu tulus. Dan belum tentu aku bisa menemukan kembali pria yang bisa membuatku mencintai dengan tulus. Itu berkah yang harus aku sukuri. Cintaku itu kepadaya juga hakku. Tentu bukan hakku untuk menentukan hidup bang Robert. Hidup soal pilihan. Setiap orang menjalani takdirnya atas pilihan dia sendiri.” kata Amel dengan bijak dan saya terpesona dengan sikap hidupnya. 


Kalau Amel yang yatim, miskin hanya tamatan SMU, bisa punya holding international, hidun mapan, itu karena di saat dia terpuruk dia berhasil menjebol roadblock pikiran bawah sadarnya dengan berprasangka baik. Saat itu kekuatan pikiran bawah sadarnya keluar dan dia mampu melakukan kerja besar yang bagi orang awam itu impossible.


***

“ Gua bisa telp Amel sekarang. Mau bicara dengan dia? atau mau ketemu langsung. Walau usia diatas gocap tapi tetap cantik. Bahkan lebih hebat dari waktu mudanya. Mau ketemu?


“ Engga usah Jel. Biarlah waktu nanti mempertemukan kami. Gua hanya minta tolong. Sampaikan ke dia, maaf dan terimakasih  gua” 


“ Bet..” seru saya. “ Amel itu sukses dan hebat sekarang karena dia bisa memaafkan kamu dan berdamai dengan kenyataan. Andaikan dia punya dendam dan marah, mungkin dia sudah terdampar di barak pelacuran. Gua yakin lue udah dimaafkan dia, apalagi dia bantu lue masuk kerja. Kalau engga, manapula dia mau bantu lue. Nah tugas lue sekarang. Perbaiki diri dan terus doakan dia agar dia baik baik selalu.”


“ Tentu jel. Setiap hari gua doakan dia… rasa sesal pernah mengecewakan dia mungkin gua bawa mati..”


Jam 8 malam kami berpisah di cafe itu. Saya kepalkan 20 lembar pecahan USD 100. “ Itu untuk anak kamu. Bilang dari om Jelek ya.” Kata saya. Dia berlinang air mata seraya memeluk saya..***


Sumber : My diary.
Disclaimer , nama dan tempat hanya rekaan belaka..


Saturday, June 19, 2021

Iman dan Logika.







Ada orang Arab muslim berjalan beriringan dengan orang Yahudi.  Pria Arab itu berjalan di depan dan Yahudi di belakang. Pria ARab melihat ada uang emas jatuh di jalan. Dia geser uang itu ke pinggir jalan. “ Mengapa kamu tidak ambil uang itu? Kata pria Yahudi.


“ Allah melarang saya mengambil yang bukan hak saya. “ 


“ Bagaimana kamu tahu, Allah melarang ? 


“ Ya itu keimanan saya. “


“ Ok bagaimana kita buktikan saja keimanan kamu itu. “ Kata pria Yahudi seraya memungut uang itu. “ Saya akan lempar uang ini kelangit. Kalau jatuh ke bumi, dan saya bisa tangkap. Itu artinya, Tuhan sudah izinkan uang itu untuk saya miliki. “ Lanjut Yahudi itu.  Si Arab terdiam. Dia sempat mikir juga. Itu uang kalau dilempar ke atas pasti akan jatuh lagi ke bumi. Uang itu pasti diambil dan dianggap milik Yahudi. Tetapi dia sudah terjebak dengan keimanannya. Pilihan. Percaya kepada Yahudi atau percaya kepada imannya. 


“ Ya silahkan. Kita lihat nanti.” kata ARab itu seraya berdoa. “ Tuhan tunjukan kekuasaanMu agar aku tetap dalam keimanan. Atau setidaknya aku tidak diperolok oleh si Yahudi brengsek ini. “


Kemudian si Yahudi melempar koin emas itu ke atas. Benarlah. Koin itu jatuh lagi kebawah dan dengan cepat ditangkap oleh si Yahudi. “ Puji Tuhan. Ternyata kasihNya lebih besar daripada apapun. Terimakasih Tuhan. Karena itu imanku semakin kuat. “ Kata Yahudi itu tersenyum seraya melirik Si Arab itu. Koin emas itu dikantonginya.


“ Terkutuklah kamu karena telah memperbadaya ALlah.” kata Arab itu menggerutu.


“ Kalau Allah masih bisa diperdaya, seharusnya tidak perlu dipercaya atau disembah.” Kata Yahudi itu dan belalu meninggalkan si Arab yang bengong.


Si Yahudi itu karena minoritas dilarang berniaga. Khalifah membatasi ruang geraknya berbisnis. Koin emas itu dia belikan domba dan menyerahkan kepada orang islam dengan skema bagi hasil. 30% dari keuntungan untuk Yahudi, 70% untuk orang islam. Berjalannya waktu, bisnis ternak domba semakin berkembang. Setiap yahudi dapat 30%, dia tidak gunakan semua untuk pribadinya. Tetapi dia kerjasamakan kepada pemilik karavan yang berdagang karpet persia. 


Semakin lama usaha ternak terus berkembang, dan bisnis karavan juga berkembang. Dari kedua usaha itu Yahudi dapat bagi hasil. Lag lagi dia tidak gunakan untuk pribadinya. Tetapi dia investasikan ke tanah. Tanah itu dia kerjasamakan dengan orang muslim untuk bertani. Usaha pertanian berkembang. Dan semakin lama, ekonomi masyarakat berkembang pesat. Membuat orang makmur. Punya rumah bagus. Pakaian bagus. Punya istri lebih dari satu. 


Orang semakin makmur, tentu mulai paranodi uangnya bisa hilang karena dicuri. Yahudi datang menawarkan titipan uang. Orang percaya karena dia punya asset dimana mana. Maka jadilah Yahudi securicor uang orang kaya. Mereka mengirim emas ke Yahudi, dan Yahudi memberikan selembar kertas, dokumen titipan.  Orang lain datang lagi mengajukan kerjasama membangun bisnis. Yahudi gunakan uang titipan itu untuk mendukung usaha venture. 


Begitulah cerita terus bergulir. Lambat laun orang sadar, bahwa semua bidang usaha tak bisa dilepas dari peran Yahudi.  Semua kemakmuran tak bisa lepas dari peran Yahudi. Semua kekuasaan tidak bisa lepas dari peran Yahudi. Maklum, setiap raja digoyang pemberontakan mereka perlu uang untuk membiayai prajurit meredam pemberontakan. Yahudi datang memberikan solusi pinjaman. Lambat laun Raja jadi proxy Yahudi. Sementara Yahudi itu tetap hidup sederhana. Istri tetap satu.  Nah siapa yang berTuhan dan siapa yang tidak?

Friday, June 18, 2021

Lebih cerdas dari Hewan.

 



Senja telah datang. Di upuk warna merah mulai nampak. Sedih , entah apa yang dirasa. Ketika rasa lapar mulai menyerang. Kalau puasa karena waktu, maka ini karena kemiskinan. Dua tubuh terlentang di bale bale reot. Di luar sana ada ribuan hektar kebun dari juragan besar tempat mereka menggantungkan hidup. 


“ Apa yang harus kita masak. Kamu janji sore ini upah akan dibagi. Mana ?Aku bosan terus menunggu. Sebentar lagi maghrib datang. Kita masih saja harus menunggu. “ Kata Mina istrinya.


Dia membukakan mata. “ Para juragan kebun itu penghisap darah kuli. Mereka kejam. Zolim kepada kita. Mereka perlakukan kita lebih rendah daripada anjing peliharaannya.” Ucap Berjo dengan amarah.


Berjo berdiri dari rebahanya, berkata. “ Aku harus sholat maghrib. !


“ Mas masih ingat sholat ?


“ Tentu!


“ Untuk apalagi sholat ?


“Kamu bicara apa sih ? “ Berjo mulai meninggikan suara “ Sholat ya sholat. “


“ Nduk “ Seru istrinya kepada anaknya “ kamu endak perlu sholat di musholla.. Itu ada orang putih yang buat gereja di ujung kampung yang kasih beras untuk kita makan. Pergi kesana lebih baik daripada ikut ayahmu sholat.”


“ Terserah kalian lah. Aku pentingnya sholat. Titik “Kata Berjo.


“Mbok, kenapa kita harus meminta kepada orang putih itu? “ Sang anak mencoba bertanya dengan lembut.


“Ah kamu endak perlu tanya. Kita perlu makan hari ini. “

Anak itu berlalu. Tak ingin berkata panjang kepada ibunya. Seperti biasa dia mulai duduk di depan teras gereja. Sama seperti orang orang yang di desa ini. Usai maghrib , anaknya membawa beras ke rumah“ Tuh kan, kita dapatkan beras. Aku bisa menanak nasi. Apa salahnya orang putih itu. Mereka endak suruh kita masuk agamanya. Mereka hanya datang untuk memberi. “


“ Aku tetap tidak setuju. “ Kata Berjo


“Ya tapi kenapa kamu terus mau makan dari pemberian mereka. ?


“ Ya karena kamu yang masak. !


“ Apa bedanya” kata istrinya sengit.


Berjo selalu kalah bila harus berdebat dengan istrinya. Sudah kalah sebelum berbicara. Memang lapar selalu teratasi oleh gereja yang ada di ujung jalan kampung. Dia malu bila Tuhan mempetanyakan sholatnya ” bukankah kamu telah berjanji bahwa hidupku, sholatku, ibadahku, matiku hanya untuk Allah. Bukankah kamu sendiri yang berjanji dalam sholat bahwa “ hanya kepadaMu aku menyembah dan kepada Mu meminta tolong. “ Tapi mengapa kamu justru meminta tolong kepada orang kafir itu. Kamu percaya kepadaKu tapi ragu akan pertolonganKu. Hingga kamu lebih memilih pertolongan orang lain. 


Itulah yang membuat dia semakin malu untuk berdoa apalagi berzikir. Dia tetap sholat , sujudnya lebih kepada malu kepada Allah. Takbirnya lebih ketakutan kepada Allah. Duduknya lebih kepada risih kepada Allah. Salamnya lebih kepada kehinaan di hadapan Allah. Dari semua itu rasa malu lebih menyakitkan.


Ketika tengah malam. Dia terjaga untuk sholat tahajud. Walau berat karena malu kepada Allah tapi dia tak bisa lari dari keinginan untuk sholat. Matanya melirik kearah istrinya yang lelap dalam tidurnya.


Usai sholat, diapun bersegera tidur. Sebelum tidur dia berdoa “ Ya Tuhan , maluku karena kegagalanku melaksanakan amanah terindah darimu untuk menafkahi anak istriku. Andai mereka semua mati kelaparan itu tak akan membuatku malu di hadapanMu. Tapi kemiskinan ini telah membuat mereka lari dariMu. Pantaskah aku yang lemah ini terus bertakbir , memuji kebesaranMu. Pantaskah aku mengesakanMu. Pantaskah aku berharap hanya padaMu. “ Doanya berakhir dengan airmata berurai. Lafal doa dengan kata kata tak lagi mampu terungkapkan.


***

“Berjo” terdengar suara halus menyerunya. Tak jelas dari mana sumbernya. Tapi dia mendengar suara itu dengan jelas. Berusaha dia melihat kekiri dan kekanan, juga keatas untuk mencari sumber suara itu “ Tak penting dari mana aku berbicara. Dengar sajalah. “ Suara itu kembali terdengar jelas di telinganya.


Di depannya terdapat hamparan warna hijau. Semua sama. Tak ada warna warni. “ Inilah kehidupan sesungguhnya. Sebetulnya hidup itu tak ada warna apalagi kelas. Kalau ada warna , maka mata menggambarnya apa yang dipikirkan oleh akalmu. Matamu melihat apa yang diinginkan oleh nafsumu. Tak lebih. “


Kemudian hening. Berjo memilih duduk dalam keadaan bersila. ‘ Berjo “ Kembali suara itu terdengar “ Rasa malu itu adalah pakaian iman. Ujud pengakuan keberadaan Allah dengan rendah hati. Malu kepada Allah adalah ujud dari Takbir sesungguhnya. Malu adalah ujud sujud sesungguhnya kepada Allah. Malu adalah ujud salam sesungguhnya kepada alam semesta. Airmata malu kepada Allah adalah meninggikan Allah itu sendiri.”


“ Mengapa “ Kata Berjo.


“ Kita berurai airmata takut kepada Allah karena ancaman hukumannya. Allah bukan penghukum. Kasihnya mendahului amarahnya. Kita berurai airmata memuji Allah. Allah tak bertambah kekuasaannya karena dipuji. KekuasaaNya tak terbatas. Kita berurai air mata meminta pertolongan Allah, Allah itu maha pengurus.


“ Aku malu karena tak bisa melaksanakan fungsiku sebagai suami dan kepala keluarga. Aku malu meminta kepada Allah karena akupun makan dari pemberian orang kafir. Aku malu…” Kata Berjo lagi.


“ Dalam hidup ini hanya dua yang harus kamu jadikan prinsip. Pertama, jangan kamu sakiti dirimu sendiri.  Kedua, jangan kamu sakiti orang lain. Kemiskinan karena pasrah adalah menyakitkan dirimu sendiri. Padahal apa beda kamu dengan orang lain? Semua manusia terlahir sama. Jangan karena kamiskinan kamu menyalahkan orang lain, yang sehingga meragukan keadilan Tuhan. Padahal sikap mental kamu sendiri yang membuat kamu miskin.  Tuhan tidak hanya memberi raga kepadamu tetapi juga akal. Bekerja keraslah dan lakukan dengan cerdas.


Memakmurkan diri sendiri adalah tidak menyakiti diri sendiri, dan cara terbaik bersukur akan karunia Tuhan. Karenanya kamu akan selalu menjaga orang lain, dan tak ingin menyakiti mereka. Apalagi berprasangka buruk. Dari itu kehadiran Tuhan dimaknai dengan euforia dan cinta  bagi semua.”


“ Bagaimana caranya aku bisa memaknai kehadiran Tuhan?


“ Kamu harus berterima kasih kepada empat hal. Pertama, berterimakasihlah kepada orang tuamu. Karena dari mereka kamu mengenal cinta untuk kali pertama. Kedua, berterimakasihlah kepada gurumu. Karena darinya kamu mengenal Tuhan. Ketiga, berterimakasihlah kepada orang  yang tulus membantumu, karena darinya kamu mengenal kasih Tuhan. Keempat, berterimakasihlah kepada musuhmu. Karena darinya kamu dididik Tuhan untuk sabar dalam berbuat. Agar kamu kuat tak terkalahkan.”


Suara itu tak terdengar lagi. Kemudian sayup sayup terdengar suara azan mengumandang. Dia tersentak dari tidurnya. Ditatapnya kesekeliling ruangan. Masih nampak istrinya tertidur pulas. Diapun berdiri , untuk sholat dengan rasa malu yang menggayut.” Aku harus berubah. Kalau memang kuli tidak membuat keluargaku makmur, maka cara lain harus kutempuh. Kalau di tempat ini nasipku tidak berubah, aku harus hijrah. Tuhan bentangkan rezeki sangat luas, seluas bumi. Tuhan memang menjamin rezeki semua mahluk, tetapi Tuhan tidak kirim makanan ke sarang burung. Aku harus lebih cerdas daripada hewa


Saturday, June 12, 2021

Di jalan Taubat.

 






Tahun 2015 di Changi Airport. “ Abang masih ingat Dewi engga ? Waktu di Taipeh. Terakhir kita ketemu di Makkah tahun 2010” Katanya berusaha mengingatkan saya. Taipeh saya ingat. Tapi Makkah? Saya pergi haji tahun 2003. Setelah itu tidak pernah.


“ Kamu kan yang kerja di KTV waktu di Taipeh kan? kata saya menegaskan takut salah orang.


“ Ya bang.”


“ Terus kapan kita ketemu di Makkah? Mungkin orang lain.?”


“ Aduh abang” dia tersenyum. “ Mana mungkin Dewi lupa. Di hati Dewi selalu ada abang. Bukti sekarang Dewi engga salah tegur abang, ya kan. Tapi waktu itu abang hanya senyum aja ke Dewi. Situasi ramai waktu mau ke Arafah. Jadi engga sempat bicara. “ Katanya. 


“ Gimana keadaan kamu? Masih kerja di Travel agent ? Kata saya.

“ Udah engga bang. Tahun 2004 Dewi menikah. Tahun 2014 Suami Dewi meninggal. 


“ Punya anak berapa kamu? “


“ Belum punya bang. Sejak suami meninggal, Dewi lanjutkan usaha suami.


“ Usaha apa kamu ?


“ Jasa.”


“ Jasa apa ?


“ Cleaning solution untuk vessels. “


“ Oh sesuai standar kapatuhan terhadap lingkungan ya”


“ Tepat bang. Kita ada tekhonologi dan bahan kimia untuk memastikan kapal clean sesuai standar lingkungan. Sekarang perusahaan Dewi dapat kontrak dengan 6 pelabuhan di beberapa negara.”


“ Hebat kamu. “


“ Engga terbilang Dewi kirim email tetapi tidak pernah abang balas. Tetapi nama Abang, setiap habis sholat, selalu dewi sertakan dalam doa. Tahun 2010, Dewi pergi Haji bersama Suami.” Katanya seakan tanpa jarak dengan saya.


“ Ya. Sejak tahun 2004 saya ganti email, karena saya hijrah ke China. Yang penting kamu jaga kesehatan ya.” Kata saya segera berlalu karena jemputan saya sudah datang.


***

Mengapa Saya ceritakan tentang Dewi kepadamu ? sebetulnya tidak ada yang istimewa. Namun baiklah saya ceritakan selengkapnya. Dia kali pertama saya mengenalnya di Taipeh tahun 2001. Perkenalan dengan Dewi di suatu tempat hiburan di Taipeh. Ralasi business mengaja saya menikmati hiburan malam di KTV berkelas. Ketika deretan gadis ayu berjejer di depan kami, pandangan saya kepada seorang wanita yang disebutkan oleh Mamisan bahwa dia berasal dari Indonesia, namanya Dewi. Saya memilihnya untuk menjadi pendamping saya.


“ Kamu dari Indonesia “ tanya saya.

“ Ya Bang.”

“ Sudah berapa lama kerja disini ?

“ Sudah hampir setahun. “ katanya dengan pandangan tertunduk ke bawah. Kutahu Dewi merasa tidak nyaman berada di samping saya. Mungkin karena saya berasal dari Indonesia. Namun , mamisan, mengatakan bahwa Dewi memang begitu sifatnya. Namun dia tetap primadona di KTV ini. Dia lembut dan pasrah untuk memanjakan setiap tamunya.

“ Bagaimana kamu sampai kerja di tempat ini ?

“ Awalnya saya ditawari untuk menjadi duta seni. Setelah melewati standard test di agent modeling di Jakarta, akhirnya saya diberangkatkan ke Taipeh. Namun setelah sampai di sini malah diperkerjakan di tempat hiburan., Tak ubahnya sebagai pelacur. Saya tak berdaya karena sudah kontrak. Dan lagi ketika kerja disini orang tua saya terpaksa menggadaikan sawah rumah untuk bayar biaya keberangkatan. “

“ Kamu tamatan apa sekolahnya ?

“ Saya tamatan ABA. “

“ Oh itu sebabnya kamu bisa bahasa inggeris dengan sempurna dan bekerja di tempat berkelas seperti ini.”

Dewi hanya mengangguk.


Saya tak mau lagi bertanya lebih jauh. Bagi saya ini sudah menjadi cerita klasik di tempat hiburan bahwa semua wanita pada dasarnya tak ingin menjadi pelacur. Mereka sadar akan dosa dan setiap hari mereka tentu menyesal dengan perbuatannya itu. Ketika jam menunjukan dini hari , relasi saya menutup Bill. Saya memberikan tip kepada Dewi. Dia menolak dengan halus. Alasannya saya cancel bill untuk membawa dia kehotel. Namun saya tetap bersikeras agar dia menerima tip dua lembar USD 100 dollar ketangannya.


“ Tidak perlu Bang. “ Katanya sambil mundur dan berusaha untuk menjauh dari saya. Namun ketika saya keluar dari ruang KTV , Dewi tetap mengantar saya sampai di depan pintu dan saat itulah saya memaksakan agar dia menerima tip dari saya, Diapun menerima dan nampak airmatanya berlinang. Entah kenapa saya memberinya kartu nama saya.


Sebulan setelah pertemua itu, saya mendapat email dari Dewi. Pesan yang ditulisnya dalam email itu sangat mengharukan. Betapa tidak. Menurutnya dan berdasarkan pengalaman teman temannya, mereka akan dirotasi dari tempat yang mewah sampai ketempat yang kumuh. Dia mengkawatirkan keselamatannya bila sampai di rotasi ke tempat yang kumuh. Dia hanya berharap agar saya dapat menolongnya pulang ke Indonesia. “ Dewi ingin pulang, Bang. Bantu Dewi. “ Demikian diakhir kalimatnya.


Email Dewi saya forward ke teman di Taipeh yang kukenal punya relasi kuat di pemerintahan. Saya tidak menjanjikan apapun kepada Dewi. Saya hanya bisa berdoa semoga teman di Taipeh bisa membantunya pulang ke Indonesia. Tiga bulan setah itu, sayapun mendapat telp dari seseorang mengatakan bahwa dia sahabat Dewi dan Dewi sedang sakit keras.


***

Di kamar tak lebih berukur 4 meter. Dia tergeletak di dipan lusuh. Tubuhnya terbujur lemah. Matanya terpejam. Wajahnya pucat. Itu yang kusaksikan ketika sampai di tempat kost nya. “ Sejak kepulangannya dari Taipeh , dia nampak murung. Kadang menangis sendiri tanpa sebab. Bila ditanya dia hanya diam. Bila malam dia tahajud dan berdoa dalam berurai air mata. Ketika pulang dari Taipeh uang dia hanya bisa menyewa kosan ini untuk tiga bulan. Kini dia sakit. Tak ada uang untuk berobat. Sayapun sebagai sahabatnya tak bisa berbuat banyak. Ingin saya ajak dia pulang kampung tapi dia bersikeras tak mau pulang. “ Demikian sahabat Dewi mengatakan kepadaku. Saya terenyuh.


Dengan serta merta saya memanggil ambulance untuk membawa Dewi ke rumah sakit. Dewi terkena radang usus dan butuh perawatan dokter di Rumah sakit. Saya berikhlas hati untuk menanggung semua biaya berobat Dewi untuk diopname selama dua minggu. Ketika Dewi sembuh dari penyakitnya, kenalan saya mau menerima dia sebagai karyawan CS. Setelah itu saya tidak pernah bertemu lagi dengan Dewi.


***

Tahun 2003 Desember. Saya berangkat ke tanah suci melaksanakan rukun islam ke lima. Pada hari Jumat, saya melaksanakan sholat jumat di Masjidil Haram. Ketika itu semua tempat yang beratap penuh. Tersisa hanya satu tempat luang di dekat Ka’bah. Cuaca panas sekali. Teman yang satu rombongan haji, kebetulan juga adalah ustadz, memilih keluar dari shap.


” Ini konyol. Kita bisa mati kepanasan disini. Bukan soal keimanan tapi ini sudah konyol. ” Kata teman itu yang segera berdiri dan berusaha mencari tempat lain yang ada atapnya. Saya memilih tetap ditempat. Sementara Kotbah jumat sedang berlangsung. Beberapa orang dari negara lain, tetap bertahan karena mamang mereka punya daya tahan tubuh yang kuat.


Selang beberapa menit , kepala saya terasa pusing dan lemah sekujur tubuh. Kening berkeringat banyak. Saya tertunduk dalam keadaan duduk bersila. Serasa tubuh seperti melayang jauh ke udara. Nampak seorang wanita berhijab putih tersenyum kearah saya. Dewi! Dia memberi air zam zam. Seketika tubuh saya terasa segar dan sekonyong konyong saya sudah berada di dalam istana nan indah dan sejuk. Nampak dari kejauhan pengkotbah jumat dan orang yang hadir, semua berseragam putih. Entah mengapa setelah itu saya tersadarkan semua sudah usai. Kembali seperti semula.


Ketika sampai di hotel. Saya teringat Dewi dan ingin mengirim email kepada dia. Tapi di dalam mail box sudah terdapat email dari dia. Isinya: ….


“ Aku terima email dari Abang tentang rencana keberangkatan ke tanah suci. Setiap malam aku tahajud untuk memohon ampun kepada Allah. Juga aku tidak pernah berhenti berterimakasih dengan segala keikhlasan abang membantuku. Tidak ada yang dapat kulakukan untuk membalas kebaikan abang, kecuali dalam setiap tahajud, aku berdoa untuk keselamatan abang. 


Doa ku kepada Allah ” Tuhan dengan segala dosaku rasanya aku tidak pantas untuk meminta apapun kepadamu. Namun, ya Allah, Seorang manusia yang engkau kirim kepadaku yang akhirnya aku dapat menemukan kembali keimananku setelah masuk dalam lembah hitam, kini dia sedang berada di rumah mu ya Allah. Bila semua adalah karena Mu, maka lindungilah seseorang itu dari segala bencana. Engkau maha tahu dan berkuasa diatas segala galanya. …”


***

Sampai kini Dewi tetap menjadi sahabat saya. Kalau ada kesempatan kami bertemu. Usianya sudah diatas 40, namun dia tetap sendiri. Alasannya “ Kebaikan almarhum suami, membuat Dewi tidak pernah ada niat untuk memulai second chance menikah. Dan lagi kan ada abang. Setiap Dewi ada masalah , abang selalu ada. “ 

Ingin jadi sahabatmu saja..

  “ Proses akuisisi unit bisnis logistic punya SIDC oleh Yuan sudah rampung, termasuk Finacial closing. Kini saatnya kita lakukan pergantian...