Saturday, February 03, 2024

Teresia..

 




“ Kalau begitu atur pertemuan saya dengan dia di Milan.” Kata saya. Saya perhatikan gambar yang ada di hape. Cantik dan aura cerdas. Keliatan dari matanya. “ Ini data soal wanita  ini. “Kata George ketika bertemu saya di London. Saya baca profile wanita itu. Namanya Teresia. Kelahiran Italia. master financial engineering. Usia 32 tahun. Berpengalaman sebagai Manager hedge fund. 


“ Ok. Saya akan atur. Beri waktu saya 3 hari. Tapi saya tidak jamin dia akan bersedia bekerja dengan kamu“ kata George. 


“ atur saja, selanjutnya urusan saya”


Teresia dikenal oleh kalangan terbatas financial komunitas karena kepiawaian dia membongkar skandal akuntasi korporat papan atas yang berkonspirasi dengan pengelola hedge fund. Resikonya, tidak ada lagi lembaga keuangan yang mau pakai skill nya. Dia sudah bad news. Kini dia hidup nyaman di Italia sebagai guru TK.


***

 

Tiga hari kemudian. George sudah bisa temukan Teresia. Antara saya dan Teresia memang dikenal hantu dalam dunia hedge fund. Saling kenal nama tapi tidak pernah saling bertemu.  Bedanya, dia dikenal sebagai malaikat baik dan saya dikenal sebagai predator. Sebenarnya, tidak ada aktor hedge fund yang malaikat. Samahalnya mana ada pelacur yang perawan. Atau mana ada politisi yang jujur.


Malam di Milan, di Navigli berjajar puluhan restoran dan bar di kedua sisi kanal. Saya memilih Bar and Cafe menikmati aperitivo. Dari profile nya. Saya tahu, Teresia sangat suka tempat ini. 


“ Aku tahu kamu akan datang, cepat atau lambat,” kata Teresia. Saat menghempaskan pantatnya di kursi“ Bagi B, tidak ada yang tidak mungkin. Tidak ada tempat bersembunyi bagi orang yang jadi targetnya. Dan sama sama tidak akan bertemu kalau bukan saling menguntungkan..”Sambungnya. Saya senyum saja. Akhirnya lambat laun suasana jadi cair. Tidak lagi kaku. Ternyata antara saya dan Teresia hampir sama. Ayam kampung yang berusaha jadi ayam merak. Dia urakan, dan tidak begitu peduli dengan norma.


“ Mengapa kamu tidak terkesan seperti orang Eropa.” Tanya saya. Teresa jawab dengan sendawa. ”That’s all my answer”. Ha-ha-ha… orang-orang di Eropa tidak suka dengan sendawa. Mereka menganggap itu tidak sopan. Tetapi, dia tertawa sambil salah satu telapak tangannya beradu di udara dengan tangan saya. Saya hanya senyum aja menyaksikan dia tertawa..


“ Mari Dance? katanya menarik lengan saya. Saya terpaksa ikuti alunan masik sekenanya. “ Saya sebenarnya tidak terlalu familiar dengan suasana ini. Tetapi, kamu begitu sabar. Menata gerakan saya. Saya bisa bilang begitu karena ketika kamu memegang tangan saya, saya  hanya membiarkanmu saja menariknya ke sana kemari. ”I’m a cow,” kata saya.


”No, do not say that, you are not a cow,” balasnya.


“”Yeah.., following another cow.”


”What? Ha-ha-ha….”


Setelah dua jam dalam suasana santai. Kami akhiri dengan keluar dari Bar. Menyusuri jalan di pinggir kanal. “ Ada salam dari Steven. Rekening 1080“ Kata saya sekonyong. 


“ Siapa ? say again” Keningnya berkerut. Nama itu seperti petir di siang hari bolong. Karena sebenarnya Teresia bongkar skandal itu bukan bertujuan baik tetapi memeras para CEO yang terlibat dalam skandal. Rekeningnya di kelola oleh Steven, yang juga Networking saya.


Dia hendak lari, tetapi tangan saya cepat mencengkram lengannya dan kemudian memeluknya sambil  berbisik” Saya teman kamu. We're in the same boat. “  


Dia tatap saya. Saya balas dengan tatapan teduh. Matanya jatuh terkulai. Dia kehilangan aura sebagai wanita hebat. Dia sadar, hanya hitungan detik uang di rekeningnya bisa lenyap dan dia jadi pesakitan. “ Mau terlibat dalam operasi saya? Tanya saya.


 “ Walau kali ini bertemu, namun semua hal tentang kamu saya sudah pelajari. Tetapi saya tidak pernah tahu kamu begitu berpengaruhnya. Sampai kamu tahu rekening saya. Sepertinya saya tidak dalam posisi menolak. Saya siap bekerja, apalagi dibawah arahan kamu. “ Katanya dan saya lepaskan tangan saya dari lengannya. Dan balik dia pagut lengan saya saat berjalan.


“ Saya minta kamu lakukan window dressing lewat financial engineering. “ Kata saya.  Saya langsung kirim email lewat secure line yang terenskripsi di aplikasi mobile phone saya. “ Kamu baca email saya. Itu penjelasan singkat operasi ini.” kata saya. Dia segera buka emailnya. Dibacanya cepat. 


“ I see. Smart idea” dia mengangguk nganguk setelah baca email. “ Saya akan atur secara komputasi cash flow pendapatan dan pengeluaran. Pendapatan pretender dengan menggunakan arus dana casino, kemudian dialirkan kembali ke dalam rekening casino lewat akuisisi perusahaan cangkang di negara antah berantah. Dengan demikian nilai saham emiten akan terdongkrak naik berlipat  Peluang berhutang terbuka luas. Dari Repo sampai penerbitan obligasi dan Righ issue.” Katanya.


“ Nah ini target kita…” kata saya seraya mengirim profile perusahaan target.  “ Kita akan beli emiten secara backdoor yang sahamnya sudah deadduck di Bursa. Kemudian kita akuisisi perusahaan target untuk kita cemplungkan ke dalam emiten itu. “ Kata saya menjelaskan.  


“ Dan yang jadi target adalah start up Fintec yang sedang mengembangkan sistem pembayaran.” Kata Teresia mengerutkan kening.  Sepertinya dia agak ragu. 


“ Kamu tahu Phantasmagoria” Tanya saya. Dia menggeleng.


“ Phantasmagoria adalah berbaurnya rentetan gambar, citra, figur-figur yang menipu penglihatan, sampai kita susah membedakan mana nyata mana tidak nyata. “ Kata saya. 


Teresia masih keliatan bingung. 


“ Contoh, kamu berdiri di pinggir jalan di depan rentetan toko-toko, kafe, butik, melihat bayanganmu sendiri terpantul membaur dengan manekin, benda-benda, dan huruf-huruf besar yang melekat di kaca etalase. Kamu terpesona. Sekedar mengingatkan: Walter Benjamin juga pernah tertegun melihat citraan bayang-bayang yang berbaur dengan kenyataan seperti itu di Paris. Seperti sebuah mimpi-phantasmagoria meminjam istilah filsuf Jerman mazhab Frankfurt itu. Dunia uang dan kekuasaan politik ,semua orang terjebak dalam phantasmagoria? Menipu dan tertipu. Paham.” Kata saya mencerahkan. Teresia tersenyum dan menganguk, Dia tercerahkan. 


“ Kamu akan bergabung dengan team saya di London. Besok saya kembali ke Hong Kong. George akan briefing kamu. “ Kata saya. 


***

Tiga tahun kemudian. Saya bertemu kembali dengan Teresia di Hong Kong pada musim panas. Kami bersantai di Bar. Dia mengenakan blouse putih lengan pendek, memperlihatkan putih kulit lengannya dan payudara indah. Celana jins membalut pinggangnya yang padat.


“How’s life…” tanyanya. Saya senyum aja. 


“3 tahun bekerja dengan kamu dalam operasi yang beresiko dan rumit, akhirnya bisa keluar sebagai pemenang secara elegant. Emiten dan fintech itu kini suffering karena harga saham yang terus turun. Bahkan pada tahun awal IPO saja harga sudah jatuh 45%. Sementara kita sudah exit sebagai investor pra IPO dengan laba gigantik.  “ Katanya sambil seruput kopi 


“ Model bisnis utama ecommerce adalah berbohong kepada publik, mengklaim keuntungan besar, sehingga investor akan menaikkan harga saham di bursa. Namun, memang tidak mudah memalsukan keuntungan. Karena  akan berakhir dengan masalah uang tunai palsu. Pada akhir tahun, hal pertama yang auditor otoritas periksa adalah saldo bank. Jadi harus ada tracking membelanjakan uang palsu itu untuk aset palsu sebagai investasi yang menguntungkan. “ sambungnya.


Saya  terdiam tak tahu harus menjawab apa. Kembali Teresia tersenyum. Ia menuju alat pemutar lagu. Kuku-kuku jarinya yang juga ber-cutex merah menyala memencet tombol alat pemutar. Lagu “ I have a dream “ mengalun indah.


“Irama lagu adalah cara efektif membangun ilusi?” ucap Teresia seperti hendak menebak, mengapa saya tak menjawab pertanyaannya. “Kamu menyebut, semua adalah soal irama. Soal Phantasmagoria.”


“Bersamamu, mungkin realita” tukas saya. Dia bersegera memeluk dan kiss dried. “Kamu merayu saya?”


“Aku sungguh-sungguh.”


“Aku tahu. “ Katanya melepas pelukan. “ Kamu jujur mengungkapkan apa yang kamu rasakan, meski aku juga tahu, seusai ini pada keadaan yang lain lagi kamu berkata hal serupa pada perempuan lain.”

Saya tersenyum. Teresia terlatih dalam dunia hedge fund. Tidak akan mudah baper. Meski, pertemuan kali ini berujung pada malam yang panas dan liar. Ya semua hanya phantasmagoria. Selanjutnya dia jadi team srigala saya yang loyal dan tangguh di medan tarung kapitalisme. Sampai kini atau 10 tahun sejak terakhir bertemu dengannya di hong kong, saya tidak pernah bertemu lagi dengan dia. Namun laporan tentang dia,  saya terima secara rutin dari George. 


Friday, February 02, 2024

Jebakan hutang..

 



Saya janjian dengan David di cafe yang ada di Hotel bintang V di Jakarta. Dia ingin mengatur pertemuan saya dengan relasi bisnisnya. Saya mengenal David kali pertama  tahun 1984 saat bekerja sebagai Salesman pada perusahaan Jepang di Jakarta. Sebenarnya dia  bekerja bukan untuk cari uang. Hanya untuk membuktikan kepada Papanya bahwa dia mampu mandiri. Keluarganya memang termasuk konglomerat kala itu. Punya bisnis trading agro dengan gudang di berbagai pusat penghasil komoditas pertanian. Walau dia terkesan arogan. Namun dengan saya dia bisa nyaman berteman. Mungkin karena saya tidak pernah tersinggung dengan arogansinya. Bagi saya itu hanya ekspresi dia sebagai anak yang sejak lahir tidak pernah bertelanjang kaki. Tetapi hatinya sendiri, saya tahu dia orang baik.


Saat menanti David datang. Entah mengapa lamunan saya terbang ke masa tahun 80an.  Pernah satu waktu setelah terima komisi sales,  saya ajak Aling nonton Film di Bioskop. Maklum ini kali pertama saya terima komisi setelah 2 bulan kerja mengejar prospek. Saya ingin rayakan dengan sahabat saya. Aling senang. Dia langsung menyanggupi. Sore hari saya datang ke rumah Aling. Saya naik bajay ke PHI kawasan Jelambar. Di tengah jalan hujan deras. Sampai di Rumah Aling. Saya lihat kendaraan Ford laser terpangkir depan rumah. Itu kendaraan David.


Aling temui saya di teras. “ Maaf Ale, kita batal aja janji ke bioskop. David ada di ruang tamu. Kami mau pergi sebentar lagi makan malam di Pecenongan.” katanya. 


“ Oh ya. Engga apa apa. “ Saya tersenyum. “ Kalau begitu saya pulang aja. “ Lanjut saya. Aling membalas senyum saya. Sebelum pegi saya lihat David keluar dari dalam rumah. Wajahnya masam kepada saya. Di luar hujan deras sekali. Saya terpaksa menembus hujan untuk sampai ke luar komplek perumahan. Badan saya basah kuyup saat naik bajay. Saat itu saya tidak kecewa dengan Aling. Dia sahabat saya.


Keesokannya, di kantor.

“ Lue tidak tahu diri dan tidak tahu malu. “ Teriak David di hadapan teman teman kantor “ Kenapa lue kejar Aling ? bentaknya dengan mata melotot. “ Lihat wajah lu. Rusak! Lihat keluarga lue? miskin. Masih mau gua tambahin kekurangan lue ? 


Saya hanya diam saja. Tak ingin ribut depan teman teman di kantor. Tidak perlu saya marah. Karena apa yang dikatakannya tentang saya, memang begitu adanya. Saya memang dari keluarga miskin. Wajah saya juga tidak setampan dia. Kulit saya hitam dan dia putih. Hanya satu yang tidak benar. Saya tidak pernah kejar Aling untuk jadi pacar saya. Berteman ya. Maklum sama sama ada dalam team sales, tentu mengharuskan setiap hari bertemu dan diskusi.  Saya tahu saat itu Aling sangat malu di hadapan teman teman. Makanya dia langsung pergi.


Saya berusaha kejar Aling dan menahannya. “ Gua engga tahu mengapa David tuduh gua kejar lue, Ling. “ kata saya dengan berusaha meyakinkannya. Bahwa saya tidak pernah berdrama depan David bahwa saya pacaran dengannya. Aling lama menatap saya.” Gua engga terima David rendahkan lue depan teman teman. Engga ada hak dia mengadili lue. Kalaupun memang kita pacaran, apa pula hak dia protes ? Emang gua pacar dia, adik dia.” Kata Aling.


“ Engga apa apa ling. Gua engga tersinggung dan marah dia rendahkan gua. Memang begitu faktanya.” Kata saya berusaha menenangkan dia. Itu lebih baik agar persahabatan kami tidak rusak. Gimanapun David dan ALing adalah sahabat saya.  


Sorenya setelah selesai rapat evaluasi team, kembali David bully saya di kantor. Mungkin karena Aling tidak mau pulang bersama dia. Lebih memilh pulang dengan angkutan umum bersama saya. Kebetulan hari itu saya dan Aling mau menghadiri kelompok diskusi marhaen di Perpustakaan di Senen. Dia terjang saya. Secara replex saya menghindar. “ Ada apa Vid.? salah gua apa? tenang lue “ kata saya. Berusaha menenangkannya. 


Dia kembali pukul saya dengan kepalannya. Saya cepat menghindar. Dia hanya memukul angin. Berkali dia pukul namun tidak satupun kena. Saya tidak mau lari. Dia sahabat saya. Hanya dia dalam keadaan emosional. Tetapi karena dia ambil cutter yang ada di atas meja. Saya harus lumpuhkan dia. Karena berbahaya akan melukai saya. Dengan cepat saya kunci lenganya saat akan menusukan cutter itu keperut saya. Cutter itu terlepas dari genggamannya. Dia menatap saya dengan terkejut. Saya segera peluk dia. Awalnya dia tidak ingin membalas pelukan saya. Akhirnya terasa kedua lengannya memeluk saya dengan erat. Aling tersenyum melihat kami rangkulan. “ mau ikut kami ke Senen. “? Tanya Aling ke David 

“ Ngapain?

“ Diskusi bedah buku Bumi Manusia, bukunya Pram. “ kata Aling. David senang. Akhirnya kami bertiga dalam kendaraan David. Seketika kembali suasana canda antar sahabat.


Tahun 85 saya berhenti sebagai sales. Karena berniat untuk berwirausaha. Sebulan sebelumnya David atas permintaan Papanya melanjutkan ke universitas di Singapore. Aling memutuskan pergi bersama David ke  Singapore. Padahal sebelumnya antar saya dan Aling terjadi eksiden. Saya bisa katakan eksiden. Karena dia yang provokasi saya melakukan hubungan diluar nikah. Setelah itu dia menolak jadi pacar saya, apalagi menjadi istri saya. Ya ikhlas saja. Bagaimanapun dia tetap sahabat saya. Kami akan selalu saling menjaga dan mendoakan.


Tahun 93 saya bertemu lagi dengan David. Dia cerita kegagalan hubungannya dengan Aling. Saya hanya diam. Saya tidak ini ikut menilai siapa salah atau benar. Yang pasti mereka sudah melewati proses pacaran dan akhirnya kegagalan. Cukuplah mereka berdua saja yang tahu. Sebagai sahabat saya hanya bisa mendoakan saja agar mereka baik baik saja.


***

Dari arah pintu masuk cafe nampak David menuju ke arah table saya. “ Udah lama lue “ tanya David. 


“ Ya sekitar 20 menit. Engga apa apa. Gua juga lagi santai aja” 


David dapat telp dari temannya. “ ALe, kita pindah ke restoran jepang di sebelah sana. Mereka udah datang” katanya, Itu yang dimaksud yang datang adalah relasinya.


“ Dia sudah punya satu smelter dan ingin ekspansi satu smelter lagi. Dia perlu pembiayaan US$1,2 miliar hingga US$1,4 miliar untuk kapasitas feasible. ‘ kata david saat sampai di restoran jepang. Dia perkenalkan temannya dan maksud ketemuan

 “ Dengan syarat gua offtake 100% produksinya. “Kata saya cepat. Maklum saya pedagang dan memang butuh sumber daya mineral. 


Misal, saya offtake Pig Iron dan atau ferro steel sebesar USD 5 miliar untuk 5 tahun. Atas dasas SPA, Sales Purchase Agreement, saya akan keluarkan jaminan pembelian sebesar USD 5 miliar dalam bentuk SBLC. Dan pada waktu bersamaan dia juga keluarkan supply guarantee sebesar USD 5 miliar dalam bentuk SBLC. Jaminan itu hanya bersifat unsecure atau off balance sheet. . Kalau saya gagal membayar setiap pengapalan atau tidak melakukan pembelian, maka jaminan itu dicairkan. Sebaliknya kalau dia gagal delivery, jaminan dia saya cairkan. Selagi kedua belah pihak komit, ya jaminan aman.  Fair enough.


“ Berapa lama financial closing nya ? tanya teman David..


“ Tergantung” kata saya cepat.


“ Tergantung apa ?


“ Tergantung berapa lama kamu bisa siapkan supply guarantee dalam bentuk financial guarantee dari bank. “ Kata saya.


“ Ah lue sama aja dengan China. Ngakunya investor sebenarnya pedagang. Kenapa engga direct investment aja.” Kata David. Saya senyum aja. Maklum. Dengan skema itu, pengusaha smelter bisa dapatkan Non Recourse loan (NRL) dengan LTV sebesar 70% dari total project funding. Bank aman. Karena NRL itu disamping dijamin proyek itu sendiri , juga ada SBLC off take gurantee dari pembeli. Tetapi pada waktu bersamaan bank juga memberikan non cash loan berupa SBLC untuk supply guarantee. Akibatnya neraca bank jadi ketat sekali. Makanya kemarin BI menggelontorkan insentif makroprudensial Rp165 triliun. Dalam bentuk pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah.


“ Skema seperti lue itu mengakibatkan outstanding pernbankan  dalam negeri dalam bentuk NCL semakin besar. Itu sama saja semua resiko ada pada bank dalam negeri. Lue aman. Dapatkan barang dengan harga diskon. Belum lagi semua barang modal berupa mesin dari lue, lue dapatkan lagi untung jual mesin dan tehnologi.” Katanya David. Saya senyum aja. 


Kenapa engga direct investment aja? Tanya teman David.


“ Saya engga bisa direct investment karena penambangan Indonesia itu paling jorok di dunia. Tidak ada kepedulian terhadap ramah lingkungan. Dari smelting yang polutan sampai kepada penambangan yang degradasi lingkungan. Dan duit saya kan dari bank di luar negeri lewat skema conter trade. Mereka ketat sekali soal ESG. “ Kata saya berargumen. Sekedar meyakinkan bahwa hilirisasi itu sebenarnya menjarah perbankan dalam negeri. Makanya pejabat yang terhubung sebagai pengusaha tambang dan smelter paling kencang bela hilirisasi. Karena mudah banget jarah bank, apalagi Bank BUMN. 


Usai makan malam, kami bubaran. Mereka janji akan bertemu lagi dengan saya. Saya dan David kembali ke Cafe tadi.


“ Ale, tempo hari waktu tahun 84 lue pernah ajak gua ikut diskusi bedah buku Bumi Manusia. Feodalisme itu apa ?


“ Pada awalnya Feodal itu sendiri berarti penguasaan segelintir orang terhadap banyak orang. Biasanya itu berkaitan hak atas lahan yang diberikan Raja kepada para kesatria. Kemudian berkembang. Tidak hanya kesatria tetapi juga mereka yang punya pengaruh ditengah masyarakat. Umunya tokoh agama dan adat. Terbentuklah primordialisme hubungan patron-client. Puncaknya lahirlah teori feodalisme dalan konteks politik kekuasaan.  Tetapi walau berbeda coraknya dari masa ke masa namun secara esensi sama saja. yaitu sentralistik. Lawannya adalah  desentralisasi. Nah desentralisasi itu lahir dari prinsip demokrasi. Bisa saja desentralisasi itu dalam bentuk otonomi daerah atau negara bagian seperti AS atau Malaysia.” kata saya.


David terdiam. Sepertinya mikir. 


“ Terus..” Lanjut David. “ Zaman Soeharto kan kita menganut sentralisitik. Kemudian kita tumbangkan Soeharto. Bagaimana demokrasi di era reformasi ini ? Tanyanya.


“ Otonomi daerah relatif berjalan baik sejak 2005 setelah penerapan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Memang terkesan menciptakan raja kecil di daerah, tetapi proses politik kekuasaan lewat Pilkada, diharapkan matang sampai 4 dekade atau sampai tahun 2029. Namun sejak Jokowi berkuasa terjadi Proses resentralisasi. “


“ Oh begitu. “ David mengerutkan kening “ Padahal karier politik  Jokowi bermula dari daerah otonom, pertama sebagai Wali Kota Solo dan kedua sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebagai pejabat yang dulu malang melintang di daerah, seharusnya dia memahami dan mengalami suka duka otonomi daerah vis-à-vis sentralisme pemerintah pusat.” kata David.


“ Setelah 9 tahun berkuasa dalam dua kali masa jabatan sejak pertama kali terpilih sebagai presiden pada 2014, banyak indikator di masa jabatan kedua sejak akhir 2019 memperlihatkan peningkatan resentralisasi kekuasaan. Pemerintah pusat menarik kembali sejumlah kewenangan pemerintah daerah. Ya apa yang diperjuangkan kaum reformis dan gugurnya mahasiswa pro demokrasi menjadi sia sia” kata saya.


“ Apa saja resentralisasi itu ?


“ Ini dimulai dengan perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020. UU Minerba baru ini menarik 15 kewenangan pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Dalam Pasal 4 Ayat 2, misalnya, pemerintah pusat mengambil alih penguasaan mineral dan batubara dari pemerintah daerah; sekaligus menghapuskan kewenangan pemerintah provinsi, serta kabupaten/kota mengatur pertambangan mineral. 


Resentralisasi berlanjut melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU ini juga menghapus kewenangan daerah sejak dari urusan tambang sampai pajak. Penataan tata ruang daerah kini sepenuhnya diambil alih pemerintah pusat. Peraturan daerah juga harus sesuai dengan UU Cipta Kerja.


Legislasi untuk resentralisasi juga terlihat dalam perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 yang diubah dengan UU  Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus Papua menjadi UU  Nomor 2 Tahun 2021. Dalam UU Otsus Papua baru ini, pemerintah pusat dapat ”melangkahi” pemda dan Majelis Rakyat Papua karena juga memiliki kewenangan melakukan pemekaran provinsi, kabupaten/kota dengan dalih tertentu.


Puncak resentralisasi terjadi sejak 2022 terkait Pilkada 2024. Menjelang Pilkada 2024, 271 kepala daerah mengakhiri masa jabatan. Pada 2022, ada 7 gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota; dan pada 2023 ada 17 gubernur, 115 bupati, dan 38 wali kota selesai bertugas. Mereka diganti penjabat gubernur yang diangkat Presiden dan penjabat bupati/wali kota yang diangkat Mendagri. 


Tragis, pejabat yang terpilih lewat pemilihan langsung diganti ’daulat’ pemerintah pusat. Jelas resentralisasi kepala daerah menambah regresi demokrasi Indonesia. Resentralisasi atau deotonomisasi daerah melalui legislasi jelas berdampak terhadap viabilitas dan sustainabilitas pemerintah daerah. Banyak daerah kehilangan pendapatan asli daerah  dari penambangan mineral dan sumber daya alam lain. Menjadi tanda tanya besar dari mana daerah dapat menggali PAD.


Penggantian kepala daerah oleh Presiden dan Mendagri juga berpotensi besar menimbulkan kekacauan pemerintahan dan birokrasi daerah. Hal ini bisa terjadi ketika penjabat kepala daerah berlaku tidak imparsial terhadap kekuatan politik atau oligarki politik, baik di pusat maupun daerah. Semua perkembangan ini pasti merupakan tantangan sangat berat bagi pejuang demokrasi dan pembela otonomi daerah. “ Kata saya berusaha mencerahkannya. 


David sepertinya sedang berpikir atau ada yang hendak dia katakan tetapi dia ragu. Saya diamkan saja. Dia hisap cigarnya setelah seruput kopinya. “ Yang gua kawatirkan. Proses kekuasan Jokowi pada periode kedua ini adalah juga proses lahirnya gerakan civil soceity dari kalangan terpelajar. Dan puncaknya nanti kalau hasil Pemilu 2024 ditenggarai banyak  terjadi kecurangan oleh rezim. Itu akan menimbulkan arus demokrasi yang kencang dan bisa saja berubah menjadi gelombang tsunami politik. Bisa chaos negeri in. Dan kalau itu terjadi, NKRI bisa bubar. Sumatera dan wilayan lain akan rame rame memisahkan diri dari sentralistik Jawa. Apalagi dengan adanya beberapa UU yang bonsai otonomi daerah, yang memungkinkan terjadi resentralisasi. “kata David. Saya tidak mau komentari.


‘ ALe..” seru david. Sepertinya mengaihkan pembicaran “ Kenapa lue sangat sabar dengan sikap gua yang kata orang arogan dan kasar. Dengan ALing juga begitu. Dan itu sudah begitu sejak gua kenal lue tahun 84. Mengapa ?


“ Gua lahir dari keluarga Minang. Kami di Minang itu terbiasa hidup dalam suasana demokrasi. Tidak pernah kami mengidolakan manusia kecuali Ibu, bundo kanduang. Kami tidak melihat eskpresi orang bicara. Ada yang sopan. Ada yang kasar. Kan rupa dan budaya orang berbeda beda. Maklumi aja. Dihujat kami tidak merasa rendah, Dipuji juga tidak merasa melambung. Biasa saja.”


“ Kalau diserang secara phisik? Kata david tersenyum.


“ Ya kalau diserang dengan phisik ya kami juga pantang lari. Setiap pemuda minang dari kecil udah diajarkan ilmu silat di Surau. Kami tahu cara melumpuhkan lawan tetapi tidak diajarkan menghabisinya.” Kata saya.


“ Ya gua tahu itu. Ingat dulu gimana dengan mudahnya lue lumpuhkan gua. Padahal di tangan gua ada cutter. 3 detik selesai. “ Kata David. 


“ Dari awi gua tahu lue memang petarung. Bahkan, dalam keadaan bangkrut orang biasanya pulang kampung, eh ini malah diperjauh langkah merantau. Ke negeri china kau tempuh. “ Lanjut David.


“ Lue bisa mengubah nasip lue karana mindset demokrasi yang ditanamkan oleh keluarga. Karena itu lue bisa cerdas bersikap dan memilih. Sementara gua yang lahir dari keluarga feodal, yang kaya berkat warisan keluarga dan yang tadinya seenaknya merendahkan lue  dari keluarga miskin, sekarang lue malah jadi kreditur bisnis gua. Masa tua gua kena debt trap. Dan lue dimasa tua malah menikmati financial freedom” Lanjut David.  Saya senyum aja. Samahalnya dengan Indonesia yang diusia mendekati 1 abad malah masuk dalam debt trap. Bagaimanapun Indonesia tetap negeri yang kucintai dan David tetap sahabatku...

Sunday, January 28, 2024

Anak berbakti



 



Tahun 1995


Hari telah mulai gelap. Murni melangkahkan kakinya menyusuri lorong kampung kearah rumah kontrakannya. Tentu tadi siang dia baru menerima gaji mingguan hingga ada uang sedikit lebih untuk membeli makanan kesukaan suaminya.


“ Mas , Ini aku belikan pecel lele kesukaan Mas. “ kata Murni kepada suaminya yang sedang tiduran di sofa butut. Suaminya menatap sinis kearahnya.  “ Aku tidak mau makan! Kamu saja yang makan. “ Teriak suaminya dengan suara menggelegar. Murni terkejut. Belum usai keterkejutannya, suaminya melempar makanan itu kearah mukanya. Bungkusan nasi itu tumpah bertaburan dilantai dan sebagian sambalnya mengenai tubuhnya.


” Ada apa , Mas. ? Murni terkejut dan takut. Dia berusaha menahan tangis ketika airmata seketika hendak jatuh


” Ah , jangan tanya. Mana upah  mingguan kamu. ” Bentak suaminya. Tanpa memperdulikan Murni yang masih terkejut dengan tumpahan Nasi dilantai, suaminya dengan cepat merampas dompet ditangannya. Namun Murni berusaha menahan dompetnya dari hentakan tangan suaminya. 


” Tolong Mas, Jangan ambil uang ini. Kita butuh makan. Aku sudah tidak bisa lagi berhutang di warung.” Kata Murni dengan memelas. Wajahnya yang memelas itu bukannya membuat suaminya luluh malah yang datang tamparan” Pang...” tepat diwajahnya. Terasa asin mulutnya. Murni tahu bahwa itu darah.  Tangan suaminya dengan keras memelintir tangannya untuk merampas dompet. Dengan mudah dompet itu berpindah tangan. 


Suaminya mendorongnya hingga dia jatuh telentang di lantai. Dia lihat suaminya berusaha menarik tubuhnya kembali untuk memukulnya. Murni menutup wajahnya sambil berkata terbata bata ” Mas. Tolong jangan sakiti aku. Sudah, sudah, Ambil lah uang itu. ” katanya memelas berusaha menyentuh dua kaki suaminya berlutut. 


” Makanya jangan sok jago kamu. Berani melawan ya. ” Kembali suaminya bersuara lantang. Murni hanya terdiam sambil terduduk memagut kedua lututnya di pojok ruangan. Dia tak berani menatap wajah suaminya. Dia merasa takut dan sakit. Walau ini acap dilakukan oleh suaminya namun rasa sakit dan takut selalu hadit ketika suaminya marah. Jantungnya berdetak kencang. 


Apalagi ketika suaminya kembali menghampirinya dengan menarik rambutnya. Murni terdongak keatas. Nampak wajah suaminya sangat dekat dengan wajahnya ” Aku hanya ingin kamu mau turut apa kataku. Kita akan hidup lebih senang kalau kamu mau nurut. Bukan hanya uang mingguan yang tak lebih seharga sebetol minuman keras untuk ku. Paham“ Kata suaminya. “ Dan lagi jangan sok moralis. Toh kamu kan sebelum ketemu aku memang pelacur. Sekarang aku jadi mucikari kamu. Kita nikmati uang itu untuk hidup keluarga kita.” Sambung suaminya dengan nada sinis.


Murni hanya diam. Pedih rasanya dipukul dan terlalu pedih bila sudah sampai pada kehendak suaminya agar dia menjual dirinya untuk uang. Murni ikhlas bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan makan tapi tak pernah siap untuk menjual dirinya lagi. “ Mas…aku cinta Mas…” Murni memelas dan berharap suaminya kembali mengerti perasaannya.


“ CInta..cinta…aku tidak mengerti apa itu cinta. Aku hanya ngerti bagaimana hidup kita senang tanpa kerja keras. …” jawab suaminya sambil melotot. Ini membuat Murni kembali terpukul. Begitukah harga cintanya dihadapan suaminya. Memang dia pelacur dimasa lalunya. Apakah tidak ada hak untuk bertobat dan menikmati kebahagian dicintai dengan tulus? Kehidupan seperti ini telah berlangsung bertahun tahun. Bentak, marah dan akhirnya memukul adalah keseharian yang dia terima dari suaminya. Padahal Pria yang dulu begitu diharapnya sebagai suami untuk melindunginya


Seperti biasa setelah puas marah , suaminya pergi keluar dengan uang mingguan dari hasil kerja keras Murni. Tentu suaminya baru akan pulang setelah dini hari dalam keadaan mabuk. Murni hanya dapat memandang pergian suaminya. Dia hopeless. Cukup sudah. Sabar ada batas nya.


Dia pandang balitanya yang lelap tertidur. Gadis mungil itu akan bernasip sama dengan dirinya kalau tetap bersama suaminya. Mungkin Tuhan tidak menerima tobatku, tetapi aku tidak akan membiarkan putriku jadi korban kelemahan dan kebodohanku. Kata Murni dalam hati. Dia ambil baju Balitanya dan dia masukan ke dalam tas. Bajunya hanya dua setel dan pakaian dalam. Semua dia masukan kedalam tas.  Diapun pergi menembus malam pekat bersama balitanya. Dengan uang tersisa di dompetnya sebesar Rp. 5000. “ Aku tidak dendam kepada suamiku dan juga tidak akan mengeluhkan ketidak adilan terhadap takdirku. AKu hanya ingin pergi saja.” Tekad Murni.


***

Murni  lahir yatim dan setelah Balita ibunya pergi entah kemana. Sampai akhirnya dia dijual ke rumah pelacuran. Dia tidak tahu kemana akan pergi. Yang penting pergi saja. Dia setop Mikrolet tujuan Tanah Abang -Kota. Dia turun dari kendaraan depan stasiun kota. Saat itu jam 10 malam. Dia duduk pinggir jalan seraya gendong Balitanya. Dia dekap balita itu dengan segenap cintanya. “ Tuhan hukumlah aku, tetapi jangan hukum anakku. Aku siap menderita walau sampai ke neraka. Aku ikhlas, tetapi beri kesempatan kepada putriku untuk hidup lebih baik” Doa Murni. Hujan di bulan oktober turun rintik rintik. Dia berjalan kearah halte BNI.


Hujan semakin deras. Halte itu tidak cukup untuk mereka berteduh. Balitanya mulai terjaga. Menangis dalam basah kuyup. Mungkin lapar. Murni berusaha membujuk putrinya. Akhirnya bisa diam dalam pelukannya. Ada kendaraan berhenti depan halte itu.  Seorang pria  keluar dari kendaraan. Mendekatinya. “ Ibu mau kemana ? tanya pemuda itu.


Murni hanya menggeleng gelengkan kepala.


“ Ini sudah jam 11 malam. Tidak ada lagi angkot, Kereta juga sudah tidak ada. “ kata pria itu. 


“ Saya tidak tahu harus kemana. Saya pergi dari rumah. “ kata Murni menangis. 


Pria itu tertegun.  Kemudian nampak berpikir. “ Bu, ikut saya aja. “ Pria itu menawarkan diri. Murni tetap menunduk. 


“ Ibu untuk sementara tinggal di rumah singgah di Rawa Mangun. Mau ? kata pria itu. Murni menatap dengan seksama pria itu. Tubuh pria basah karena hujan. Dia melirik ke dalam kendaraan sedan yang berhenti. “ Itu supir saya. “ kata pria itu. Mau ikut ya” Pria itu kembali menawarkan diri. Murni mengangguk. Dia memilih duduk di depan. Menolak halus ketika dibukakan pintu belakang kendaraan. 


Walau malam sudah mendekati dini hari. Namun jalanan jakarta masih macet. Apalagi hujan deras. Murni diam saja. Pria itu juga tidak bertanya lagi. Namun Murni mendengar pria itu bicara lewat telp genggamnya. Pasti pria itu kaya. Punya kendaraan bagus dan hape. Pikirnya. “ Siapkan kamar untuk tamu baru. “ Kata pria itu bicara lewat telpnya “ Dia datang bersama putrinya. Siapkan saja” .


Sampai di rumah. Ada wanita berpayung membukakan pintu pagar. Rumah itu cukup mewah dan berada di daerah elite. “ Ini rumah singgah yang saya maksud.” Kata pria itu saat menuntun Murni masuk ke dalam rumah. Wanita itu mengambil balita dalam pelukan Murni. “ Ibu, duduk aja dulu di ruang tamu.Saya bereskan dulu tempat tidur. Putri ibu bisa tidur duluan di kamar” Kata Wanita. Murni menunduk ketika duduk di ruang tamu yang luas. “ Itu tadi Dina. Dia salah satu penghuni rumah singgah ini” Kata Pria itu. Ketika  pria itu bertanya ihwal kepergian Murni dari rumah. Ceritapun mengalir begitu saja. Dia tidak curhat tetapi berusaha jujur kepada orang yang tulus membantunya. 


1996


Murni tidak lagi bekerja di pabrik. Kawatir suaminya mencarinya. Berkat bantuan pria itu, Murni bisa kerja di percetakan. Sementara dia tetap tinggal di rumah singgah. Berselang satu tahun. Murni dapat jodoh di tempat kerjanya. Dia memutuskan menikah untuk sebuah kesempatan kedua. Walau pernikahan pertama dia tidak ada surat nikah. Namun pernikahan kedua ini dia menikah resmi di KUA. Puja puji Tuhan. Pria pemilik rumah singgah itu melalui Dina memberinya uang sebagai kado. uang itu dia belikan mesin jahit untuk membantu biaya hidupnya.Maklum suaminya hanya buruh kasar. 


Tidak lebih 1 tahun, setelah pernikahan itu. Murni kembali ke rumah singgah. “ Suamiku meninggal karena kecelakaan motor di jalan. Saya tidak ada uang lagi untuk bayar sewa rumah. “ katanya. Dina atas izin pemilik rumah singgah berela hati menerimanya. Satu waktu Murni berniat kerja di Batam. Namun dia tidak bisa membawa putrinya.  Dia berjanji kalau kerjanya mapan dia akan jemput putrinya. Pemilik rumah singgah menyanggupi menjaga putrinya. 


“ Sasa mau ikut mama…ma ma ma ma” teriak putrinya saat Murni akan melangkah keluar rumah.

 

“ Mama Sasa mau kerja. Nanti Sasa dijemput mama ya. “ Kata Dina berusaha membujuk. Sasa terus memberontak  dan teriak memanggil mamanya. Murni berurai air mata. Namun dia tidak punya pilihan. Terus melangkah pergi.


Setelah itu Murni tidak pernah datang lagi ke rumah singgah. Tidak juga ada berita. Surat dan telp tidak ada. Berlalunya waktu, Dina dapat jodoh di tempat kerjanya. Dia keluar dari rumah singgah. Namun dia berela hati membawa Sasa ikut bersamanya ke kalimantan. Kebetulan suaminya setuju.


Tahun 2014.


What a life. Tidak ada yang datang kebetulan kecuali atas kehendak Tuhan. Di cafe di kawasan Jakarta pusat. Pria remaja dan wanita muda duduk di ruang smooking “Dik, Mbak ada tabungan untuk kamu masuk PTN.” kata sang wanita

“ Jangan mbak, Itu uang mbak untuk menikah nanti.” kata Pria remaja itu. Menolak halus. 

“ Bimo biar kerja aja dulu setahun. Nanti kalau ada uang Bimo bisa kuliah.” kata pria itu berusaha bijak.

“ Engga bisa.” Kata wanita itu mengibaskan tangan. “ Kamu harus kuliah. Engga usah pikirkan Mbak. “ Kata Wanita itu. 

“ Kita miskin mbak. “ kata anak muda itu” Aku tahu diri. Biarlah aku kerja aja dulu.”

“ Dengar engga. Kamu harus tetap kuliah. Jangan patah semangat.” kata Wanita itu. 

Pria yang ada duduk disebelah table mereka bertanya “ Dari mana asalnya “ tanya kepada remaja itu.

“ Kalimantan. Tetapi kedua orang tua asal jawa”

“ Oh gitu. Om punya kenalan di kalimantan. Perempuan “

“ Siapa Om “ tanya wanita muda.

“ Dina “ 

“ Dina Priastuti. istrinya pak Drajad? kata pria remaja.

“ Suamiya tidak tahu pasti namanya. Tapi nama Dina itu tepat sekali.

“ Jadi om kenal dengan mama saya” Kata wanita muda itu. Pria itu mengangguk.

 “ OM kenal engga sama saya? sergah wanita muda itu.

“ Kamu kan Sasa ya.”Kata pria itu setelah berusaha mengingat ngingat.

Entah mengapa wanita muda itu segera berdiri menyalami pria itu. “ Om Ale kan.” kata wanita itu. “ mama sering cerita tentang Om. Setiap doa, nama Om selalu disebut.” kata Wanita muda itu lagi.

“Nih telp mama kamu sekarang” Kata pria itu. Tak berapa lama telp tersambung. “ Din, kamu sehat.?

“ Ini Bang Ale kan. “ terdengar suara Dina menahan tangis.

“ Ya Din.

“ Suaranya engga pernah lupa Dina.”

“ Kamu Sehat ?

“ Sehat abang. Sebenarnya Dina ingin telp atau kirim surat  tetapi sejak rumah singgah tutup dan Hape abang sudah ganti, Dina sulit untuk komunikasi. Maafin Dina bang”

“ Ya udah. Salam untuk suami kamu.”

“ Ya bang” 

“ Oh ya soal Bimo itu biar nanti Yuni urus untuk beasiswa dia.”

“ Abang terimakasih. Selalu Dina merepotkan abang.” Terdengar suara Dina terisak menahan tangis.


Pria itu tatap Sasa dengan tatapan teduh. Terbayang dulu saat Sasa balita kehujanan di halte dan masuk ke dalam kendaraan pria itu dalam keadaan basah. Setidaknya Sasa dibawah lindungan Tuhan bersama keluarga yang baik. Sasa tumbuh menjadi anak yang tahu berterimakasih dan berbakti, walau dia bukan anak kandung Dina. Dina juga hebat mau merawat dan membesarkan anak yang malang..


“Kamu kerja dimana Sa? tanya pria itu

“Sasa jadi perawat di Rumah sakit.”

Pria itu rentangkan kedua tangannya. Sasa menghambur dalam pelukan pria itu “ Jaga diri kamu baik baik ya sayang” Kata Pria itu

“ Sasa akan terus cari mama. Dalam doa selalu mama Sasa sebut. “ Kata Sasa. Pria itu belai kepala Sasa dengan segenap cinta kasih. Semoga Murni dimanapun berada bisa damai dengan hidupnya dan dibukakan jalan terang oleh Tuhan menemui putrinya.

Ingin jadi sahabatmu saja..

  “ Proses akuisisi unit bisnis logistic punya SIDC oleh Yuan sudah rampung, termasuk Finacial closing. Kini saatnya kita lakukan pergantian...