Saturday, June 17, 2023

Itu bukan bisnis tapi merampok.

 




Dalam salah satu acara wine party di Beijing Hotel Paninsula. Saya sempat melirik kepada wanita. Cantik walau dalam usia mature. “ Dia wanita besi. Lupakan saja kalau kamu mau dekati dia “ Kata Wada sahabat saya. “ Dia mengelola hotel chain. Ada ribuan hotel di seantero CHina dia kelola. Kamu bayangin aja. Dia engga punya aset tapi dia kelola aset orang. Itu karena dia punya business model yang hebat. Kalau engga hebat , engga mungkin investor tertarik serahkan aset ke dia.” Lanjut Wada.


Saya mutari ruang mencari sahabat saya, banker. Ternyata dia datang bersama istrinya. “ B, apa kabar.” tegurnya. Saya mengangguk. “ Eh saya mau kenalkan kamu dengan client saya. “Katanya menarik lengan saya. Ternyata dia kenalkan dengan wanita itu. “ Kenalkan nama saya Juan Chan”. Saya sambut jabatan tanganya dengan kedua telapak tangan saya. Dia tersenyum tipis. Hwang segera tinggalkan saya berdua dengan Juan. Dia melirik ke Wada yang sekitar 5 langkah dari kami “ Itu putranya taipan oil and gas Jepang. Saya tidak suka dia. “ Kata Juan.


“ Oh itu Wada. Dia mitra saya. “ kata saya. Dia berwajah masam dan dengan alasan mau cicipin wine lain, dia pergi menjauh dari saya. Saya senyum aja. Tapi secara tidak langsung dia sudah memancing otak reptil saya bangkit. Ini harus ditaklukan. Kemudian saya hampiri Hwang. “ B, dia itu udah 3 tahun lobi pengeran arab untuk investasi jaringan hotel di Eropa. Tapi sekarang belum berhasil. “ Kata Hwang. Dia cerita tentang profil investor Arab itu.


***


Di kamar kerja Wenny saya telp Fund Manager Arab itu di London. Saya tanyakan tentang alasan dia menolak berinvestasi dengan Juan. “ Kami mau invest tapi kami engga mau tergantung sekuriti dari bisnis model Miss Juan, Walau dia raksasa tapi engga qualified. Saya tawarkan ke dia. Kami perlu jaminan MTN backed Asset. Zero coupun. Price 40 % dari harga nominal. Rating AAA. Tapi dia tidak mampu delivery collateral“ Katanya.


“ Gimana kalau saya provide MTN sesuai permintaan anda? Underlying proyek miss Juan. “ Kata saya.


“ Ya kita deal. ‘Kata fund managet itu cepat. Saya kemudian briefings Wenny soal rencana transaksi dengan Mss Juan Chan. Saya minta George supervisi team di London melaksanakan skema financing.


***

Sebulan kemudian. 


“ Saya Juan Chan. Saya kenal anda dari Mr. Hwang. Kita pernah ketemu pada acara wine party di Paninsula. Apakah mungkin kita ketemu. Saya udang anda untuk makan malam business”  Katanya lewat telp saat saya sedang di Shanghai. Karena dia sendiri yang telp, saya sempatkan bertemu. Dia sendiri yang tentukan tempatnya. Saat saya datang ke restoran itu, di pintu masuk saya sebut nama Juan. Pelayan restoran mengantar saya ke dalam ruang VVIP.


“Mr Hwang sahabat saya. Terimakasih sudah terima undangan makan malam dari saya.” Katanya ramah.


“ Saya justru tersanjung bisa bertemu anda. Sebenarnya sudah siapkan waktu dan tempat untuk undang anda makan malam. Tapi anda lebih dulu undang saya. Tentu anda tidak bisa menolak undangan saya.” Kata saya seraya berdiri dan mendekatinya untuk menuangkan teh ke cangkirnya. Duh aroman farmum lembuh lumayan menggoda. Saya kembali ketempat duduk. 


Kami hanya berdua di ruang luas ini. Tak berapa lama makanan datang. Ternyata dia sudah pesan lebih dulu. Well preparad. Tentu menu mewah. Saat makan itu, dia bertanya banyak hal tentang mengapa saya tertarik berbisnis di China. Saya jawab dengan santai aja namun logis.  Dia juga ceritang tentang bisnisnya. 


Sebelum bertemu dengannya saya sudah pelajari profile bisnis dia. Memang raksasa. Dia menguasai 6 franchise hotel chain berkelas dunia. Di china saja dia punya ratusan hotel dengan total kamar mencapai 40.000. Namun dia tidak memiliki hotel itu. Dia hanya menyediakan bisnis model atas dasar kontrak waralaba dengan pemilik hotel.


“ Saya sudah 3 tahun cari investor untuk akuissi jaringan hotel di Eropa. Tapi selalu gagal. Sepertinya investor selain China tidak tertarik dengan bisnis model saya. Tapi untuk bawa direct investment ke Eropa dari China, juga tidak mudah. “ katanya. Nah sekarang dia mulai menebar senyum.


“ Banyak investor yang sudah saya dekati. Salah satunya ada yang memang qualified. Punya sumber dana yang solid. Tapi dia tidak tertarik untuk jadi investor bisnis model saya. Padahal dia sudah invest di Pulau Hainan. “ Katanya.


“ Kemarin, “ Lanjutnya “ Fund manager Invsestora Arab di Shanghai hubungi saya. Dia bersedia jadi investor asalkan anda sebagai penjamin. “ Katanya menatap serius “ B, saya memang terkesan dingin dan tidak bersahabat. Tapi itu bukan karena saya sombong, terkesan tidak punya hospitality. Saya dari keluarga miskin. Dunia saya hanya kerja. Sampai usia segini saya tidak pernah menikah. B, bantulah saya “ katanya merendah.


“Ok, kita mulai dari makan malam ini. Saya yang bayar. Setuju “ Kata saya.


“ B, saya engga muda lagi. Apa mungkin dapat kehormatan dari pria hebat seperti kamu.” katanya dengan wajah merona.


“ So..”


“ OK. Terimakasih. “ katanya seraya berdiri dan membungkuk depan saya. Sejak itu kami bersahabat. 


Saya lakukan two step loan. Saya hutang kepada Khaled, pada waktu bersamaan Juan hutang kepada saya untuk program akuisisi jaringan hotel di Eropa. Karena obligor saya, tentu saya pula yang lakukan risk management. Dengan USD 1,4 miliar yang saya terima dari Khaleed, saya gunakan USD 1 miliar untuk program bisnis Juan, dan USD 400 juta saya putar di trading opsi. Punya uang cash USD 400 juta, saya bisa jadi bandar jualan opsi. Mana mungkin kalah. Untung terus.


***

5 tahun berlalu, dari kentungan trading saya sudah bisa lunasi utang yang akan jatuh tempo tahun 2024. Tapi tahun 2018, Fund manger Khaleed minta dibayar sebelum jatuh tempo ya kena redem pedagang sempak dia. Kena haircut 50%. Saya datang ke kantor Yuan Holding untuk mendampingi Wenny meeting denga konsorsium Industri Nickel China. Membahas soal hilirisasi nikel dan bauksit. Mereka sendiri sudah punya  smelter namun masih perlu tambahan modal besar untuk produk downstream. Saya menyimak saja. Setelah selesai dia bicara saya tanggapi. “ Saya tidak berminat untuk masuk ke downstream. “ Kata saya.


“ Tapi kan group anda punya offtaker besar produk downstream nikel. “ kata salah satu mereka.


“ Oh ya kenapa anda tikdak tertarik bangun downstream nikel dan bauksit ? Tanya salah satu dari mereka.


“ Faktor skala. Saya orang Indonesia dan saya punya tangggung jawab. Kalau saya tidak bisa membantu negara saya,  ya setidaknya saya tidak ikut merusak. “ 


“ Oh bisa jelaskan.” tanya mereka.


“ Anda kan tahu. Proses industri membutuhkan skala besar agar layak secara komersial. Jika produksi mineral mentah yang tersedia tidak cukup besar, pengolahan hilir tentu tidak layak secara ekonomi. Misalnya, pabrik peleburan tembaga butuh  minimal 150.000 ton konsentrat per tahun. Smelter yang menggunakan tanur sembur umumnya memiliki kapasitas minimal 2 juta ton per tahun. Tungku busur listrik bisa jauh lebih kecil, tetapi membutuhkan input berupa scrap atau Direct Reduced Iron (DRI) yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Pabrik alumina baru tidak ekonomis kecuali jika menghasilkan setidaknya 1 juta ton per tahun. 


Nah bayangkan saja. Begitu besar sumber daya dikuras. Sementara margin yang didapat lebih rendah dibandingkan dengan pengorbanan lingkungan dan sumber daya. Belum lagi pemerintah harus memerbikan insentif pajak sedikitnya 5 tahun. Agar investor dapat konpensasi atas resiko margin yang rendah.  This is not business but robbing. “Kata saya.


“ Tapi kan nilai tambahnya jauh lebih besar daripada jual mentah. “ Kata mereka.


“ Mari kita lihat hitungan berikut. Kalau satu kendaraan butuh 75kwh. Maka harga battery cell = USD 750 ( 75Kwhx USD 10/kwh) atau kalau dirupiahkan = Rp. 11.700.000. Harga battery pack = USD 8.325 ( USD 111x 75KWh) atau kalau dirupiahkan nilainya Rp. 130 juta. Perbandingan nilai tambah antara battery pack  dan cell,  adalah +/- 10 kali. “ Kata saya.


“ Ya wajar. Karena faktor tekhnologi. Battery pack butuh riset dan kerja keras dari insinyur terbaik. “ Kata mereka.


“ Ya benar. Battery cell, hanya perlu kuli doang dan mau dirusak lingkungan, menguras SDA. Yang menikmati nilai tambah ya pabrik EV yang ada di Cina, Jepang, korea dan Eropa. “


“ Seandainya kamu diposisi pemerintah Indonesia, apa solusinya ? ? tanya mereka. Wenny menyimak saja.


“ Kalau saya jadi pemerintah. Mending tutup saja tambang nikel dan bauksit. Sudah saatnya kami inward looking policy. Artinya kami hanya akan olah nikel dan mineral lainnya setelah kami  sendiri mampu menguasai tekhnologi hilir. Focus kepada riset aja dulu.”


“ Mengapa ? kata mereka tersenyum.


“ Engga mungkin kami dapatkan tekhnologi gratis lewat transfer tekhnologi dari asing. Karena oleh asing by design kami memang hanya jadi kuli dan penyedia SDA bagi kemakmuran mereka.” Kata saya. Mereka mengganguk. Saya tahu tentu mereka tidak setuju dengan sikap saya. Tetapi harus saya katakan sikap saya. 


Setelah meeting selesai dengan konsorsium Nikel itu. Tnggal saya dan Wenny. “ Kenapa Khaleed paksa kamu bayar sebelum jatuh tempo? tanya Wenny


“ Itu kan MTN, market 144 A. mekanisme OTC. Tidak ada pembelinya. Harga ada tapi pembeli engga ada. Gimana dia dapatkan uang tunai.? Disuruh tunggu jatuh Tempo engga mau. Kalau dijual balik ke saya ya kena redem 50% dari net proceed awal. Kontraknya begitu. Kan dia beli zero coupon dengan harga 40%. “


“ Artinya kamu hanya tebus 20% dari face value. Kok begitu? “


“ Karena walau MTN itu backed asset tapi kan bukan callable credit , Itu hanya credit enhancement. “ Kata saya tersenyum.


“ Terus aset untuk backed MTN itu darimana ?


“ Dari CD nya Steven. Uang casino” Kata saya.


“ Duh jadi hanya permainan paper work aja. Kamu kontrol  semua pihak. Padahal kamu kan sedang pensiun. Tapi kok bisa menambah portfolio aset Yuan Holding berupa jaringan Hotel dan rekening profit trading. Utang dengan khaleed lunas. Terus kenapa Miss Juan Chan begitu saja percaya dengan skema utang konversi ? dan Yuan holding dapat kapital gain besar saat kemarin perusahaan Miss Juan Chan IPO di Shanghai “ Tanya Wenny. Saya senyum aja.


“ Ya gimana lagi. Saya orang miskin. Yang ada hanya otak doang dan nyali. Yang hebat kan kamu dan team Yuan holding yang jago jalankan skema saya. Saya hanya iringi doa aja. " Kata saya. " Tapi yang harus kamu tahu. " Lanjut saya seraya melangkah kearah kaca lembar ruang kantor Wenny. Pemandangan gedung pencakar langit terhampar, dari kejauhan nampak harbour dan kapal yang sedang bersilambat keluar dari teluk ." Dalam hidup ini hanya ada dua. Pecundang dan penakluk. Di era sekarang pengetahuan adalah power. Saya tidak mau jadi pecundang. Ya penakluk, makanya saya belajar banyak, merencanakan dengan detail dan punya team hebat untuk mendukung saya.”

Sunday, June 11, 2023

Membakar feodalisme

 





Persahabatan kita yang terjalin lama telah membuatku terpanggil untuk mengungkap china dari sisiku sebagai pribadi, sebagai rakyat China. Mungkin ini untuk meyakinkan kamu bahwa jangan melihat china dari apa yang kini diraih tapi lihatlah jumlah korban dari system yang diterapkan partai untuk membuat semua kemajuan itu menjadi kenyataan. Aku seorang wanita yang terlahir ketika China masih dalam ketertutupan oleh kebijakan Mao. Aku lahir ditahun 1967 dan merupakan anak tertua dari empat bersaudara


Pada saat aku lahir dan usia Balita, Mao sedang berusaha mengganyang feodalism yang sudah terlanjur menjadi budaya di China. Sebagaimana kamu tahu. Ratusan abad China dikuasai oleh dinasti kerajaan. Raja penguasa tertinggi. Raja dikelilingi oleh para bangsawan, pendeta, dan pejabat sipil dan militer. Dasar kekuasaan kaum feodal ialah hak milik mereka atas  tanah. Diatas tanah itu mereka berkuasa terhadap pekerja kaum tani. Raja hanya menguasai sebagian kecil dari daerah kekuasaan secara langsung, sedangkan selebihnya dikuasakan kepada para bangsawan lewat konsesi bisnis dan pejabat sebagai wakil raja. 


Wakil-wakil raja inilah yang berkewajiban mengumpulkan setoran hasil panen kaum tani untuk keperluannya sendiri dan untuk raja. Di samping harus menyetorkan hasil panennya, kaum tani juga diwajibkan kerja paksa untuk para bangsawan dan punggawa, membangun istana dan tempat ibadah, membikin saluran-saluran dan bendungan-bendungan, dan dalam keadaan perang harus mengerahkan jiwa dan raga untuk memenangkan peperangan.  Kaum tani dan buruh juga diwajibkan mengongkosi tentara, yang digunakan terutama untuk menindas kaum tani dan jarang-jarang untuk melawan serangan musuh dari luar. Atas nama raja para bangsawan dan pejabat menjalankan kekuasaan pemerintahan, pengadilan dan pembuat undang-undang. Untuk memperdalam kebaktian rakyat kepada raja, rasa keagamaan dipertebal. Agama sudah menjadi bagian dari politik kekuasaan Raja. 


Feodalisme yang  mengagungkan milik privat seperti tanah dan benda lainnya, sebenarnya adalah racun kebudayaan yang membuat manusia suka menindas yang lemah dan merusak keadilan sosial. Mao mengumandangkan bahwa justru kaum buruh dan tani yang tak punya apa-apa, kecuali ”rantai yang membelenggunya”—yang akan jadi pelopor penggerak ke masa depan yang bebas dari keterasingan. Saat aku lahir Mao melepas belenggu itu melalui  revolusi kebudayaan. Deng mewarisi China baru. China lama sudah jadi debu api revolusi kebudayaan. Deng membawa China ke masa depan. Tapi jalan ke masa depan itu tidak mudah. Benar benar sulit dan penuh derita yang kadang tak tertanggungkan. 


Aku termasuk tidak beruntung lahir di China. Karena anak wanita dianggap sebagai anak lahir tanpa mampu melanjutkan generasi atau mereka menyebutnya hu-Jue guo. Atau mungkin juga di China keluarga akan dihormati bila punya anak laki laki. Maklum, kehidupan desa yang keras hanya membutuhkan pria untuk bekerja keras. Ibu tidak pernah bisa menatap tegar mata nenek sebelum adik laki lakiku lahir yang kesemuanya pria. Sebagai anak yang tinggal didesa , sedari kecil aku menyaksikan kami hidup dalam kemiskinan yang sangat. Ini merupakan akibat kebijakan partai yang mengharuskan semua untuk semua.  Ya buah dari revolusi kebudayaan adalah lahirnya masyarakat egaliter.


Kamu mungkin bertanya mengapa orang tuaku sampai mempunyai anak banyak. ? sementara nasip kami begitu buruk. Dulu memang tidak ada pembatas kelahiran anak. Juga tidak ada program keluarga berencana. Tapi memang kini China punya aturan jelas bahwa hanya orang kaya yang boleh punya anak lebih dari satu. Kehidupan di desa memang tak punya pilihan hiburan setelah berlelah bekerja seharian.  Mungkin sex adalah sesuatu hiburan yang menggelikan diatas dipan yang terbuat dari batubata dan tanah liat. Aku masih ingat , aku pernah menyaksikan ibuku mengikat perutnya dan kadang memakan abu tembakau untuk menghentikan kehamilan. Namun itu memang tidak efektif untuk menghentikan kelahiran dan bayi bayi baru lahir untuk menyaksikan dan merasakan kehidupan yang serba miskin.


Ketika awal Deng membuka china dari dunia luar. Berbagai program perlindungan kesehatan dan sosial dihentikan pemerintah kecuali pendidikan bagi yang berprestasi tinggi. Kakek saya meninggal dirumah sakit tanpa diobati karena petugas rumah sakit tidak punya anggaran untuk mengobatinya. Aku sempat melihat betapa ibu dan Ayah sampai bersujud kepada petugas rumah sakit agar kakek diobatin tapi tidak bisa kecuali kami bisa menyediakan 2 yuan ( Rp, 2000 ). Jalan desa terbuat dari tanah dan tidak datar. Pada hari yang cerah, angin menderu dengan suara yang keras menerbangkan aroma busuk debu jalanan yang bercampur dengan kotoran ternak. Pada musim hujan lumpur akan akrab dengan kami, tentu bau busuk kotoran ternak melekat pada diri kami. Untuk sampai kepinggir jalan besar membutuhkan 20 kilometer berjalan kaki atau bersepeda. 


Bila musin dingin kami hidup dari keju beku, lemak babi dan itik yang diasap bercampur cuka agar tahan selama empat bulan. Tak ada sayuran beraneka ragam. Desa kami hanya bisa ditanami buncis dan loba, ubi rambat. Itulah yang mengisi piring sepanjang tahun. Jangan harap kami mendapatkan mudah makanan yang digoreng karena kami tidak punya cukup minyak untuk menggoreng. Jangan pernah berpikir soal nilai nilai kemakmuran ketika itu. Ketika itu pemerintah sibuk menyiapkan segala infrastruktur untuk mimpi Deng , untuk lompatan china jauh kedepan. Petani dipajaki untuk membiayai itu semua. Subsidi Petani dihentikan. China tumbuh memang tanpa hutang luar negeri namun memeras rakyat khususnya petani. Beberapa anak di setiap keluarga, dan setiap anak berjuang untuk hidup tanpa peduli orang lain. 


Aku ingat bahwa ketika berusia 5 tahun, orangtuaku berangkat kerja pertanian, aku merawat adik di rumah, dan salah satu tetangga datang meminjam pisau dapur tetapi juga diam-diam mencuri makan malam berserta panci. Setelah orangtua ku kembali, mereka menemukan panci hilang, jadi mereka pergi ke tetangga itu, tapi gagal mendapatkan panci kembali karena tetangga ku menolak untuk mengakui bahwa ia mengambil panci . Gara gara ini ayah memukulku keras dan kami memasak tanpa panci untuk jangka waktu lama.


Dilain waktu ketika aku berusia 9 tahun, aku melihat kakak ipar dari sepupuku tertangkap basah mencuri kapas di gudang pamanku. Paman marah besar dan mengancam akan menceritakan ini kepada seluruh orang desa. Dia ketakutan dan berjanji bersedia berhubungan sex dengan pamanku di gudang itu asalkan dijamin untuk dibebaskan. Tapi setelah itu berita tentang ini tersebar luas dikampung. Ibu marah besar kepada paman dan Iparku juga dimarahi oleh kedua orang tuaku. Tapi bagaimanapun, itulah cermin kehidupan desa. Semua orang lapar dan sulit. Semua orang berusaha untuk bertahan hidup. Batas moral sulit diterjemahkan bila sudah menyangkut perut.


Aku bersyukur karena Ayahku seorang venteran perang pembebasan. Dia tahu betapa pentingnya pendidikan. Dan tidak begitu memperdulikan soal budaya anak laki laki harus lebih hebat dari anak perempuan. Ayah mengirimku kesekolah dasar yang jaraknya 10 kilometer dari tempat tinggalku. Setiap hari aku berjalan kaki kesekolah. Ada puluhan anak yang satu angkatan denganku tapi ketika lulus SD yang tertinggal hanya segelintir anak saja. Sebagian besar mereka ditarik oleh orang tuannya membantu bekerja di pertanian.  Tapi aku dan adik adiku bersyukur mendapatkan kebebasan untuk belajar. Nilai dan prestasi sekolahku sungguh luar biasa. Dua kali aku lompat kelas sampai SMU dan berkali kali aku mewakili sekolah desaku untuk konpetisi antar sekolah. Namun disela sela belajar ,aku tetap sibuk membantu keluargaku membuat Cao bian yang dapat digunakan untuk pembuatan jerami. Dalam periode itu, Cao-bian bisa menjual untuk 0,2 yuan, dan aku bisa merajut 5.


Ayah mengirimku kekota untuk melanjutan SLA. Karena itu aku berhenti merajut Cao bian. Aku terpaksa tinggal jauh dari keluarga dan harus hidup mandiri. Aku dipaksa untuk hidup hemat karena tahu betul betapa sulitnya ayahku bekerja agar aku mendapatkan kesempatan sekolah. Karenanya aku berusaha secepat mungkin menyelesaikan pendidikan dan benarlah, dalam usia 16 tahun aku bisa melanjutkan ke universitas. Ketika itu reformasi Deng sedang gencar gencarnya mendorong orang untuk bersaing mendapatkan pendidikan terbaik. Pemerintah tidak punya anggaran cukup untuk menjamin semua pelajar mendapatkan beasiswa ke universitas kecuali yang sangat berprestasi. Untunglah,aku termasuk pelajar yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah karena pretasiku bagus.


Namun beasiswa yang diberikan oleh pemerintah hanya 60 yuan perbulan. Sementara ayah harus membayar uang pangkal sebesar 600 yuan. Aku ingat , ayah harus menjual persedian lemak babi seharga 600 yuan dan tentu aku tidak tahu apa yang harus diperbuat ayah selama musim dingin nanti tanpa lemak babi. Dan ayah masih harus berhutang untuk mencukupi uang masuk uninversitas. Dan untuk membayar hutang itu, ketiga adikku terpaksa sementara berhenti sekolah membantu ayah bekerja. Mereka berkorban untukku. Mereka sadar bahwa dikeluargaku hanya aku harapan mereka untuk merubah masa depan menjadi lebih baik. Aku tahu ketika itu, ayah berpikir praktis dan sadar tidak semua telur bisa menetas. Berkorban bukanlah sesuatu yang buruk untuk sebuah keluarga. Kami akan selalu bersama sama untuk masa depan kami.


Dengan 50 yuan beasiswa dari pemerintah, aku bisa mengirim kekampung 20 yuan. Namun aku harus hidup sangat prihatin sebagai mahasiswi dikota. Selama empat tahun diasrama dan dikampus, aku hampir tidak mengenal satu sama lain temanku. Waktuku habis di perpustakaan dan kurang sekali untuk bersosialisasi dengan teman temanku yang kebanyakan dari keluarga kaya. Maklum di China, keluarga kaya tidak membutuhkan beasiswa dari pemerintah dan mereka bebas menyekolahkan anaknya kemanapun. Lingkungan seperti inilah aku tumbuh menjadi dewasa. Wanita desa yang tak lepas dari pakaian seragam tani. Yang tak pernah ber make up. Acap aku diolokan teman, cantik tapi kampungan. Aku tidak peduli itu. Aku dengan hidupku dan pemerintah telah berela hati untuk memberikan aku kesempatan menjadi segelintir orang menjadi sarjana untuk membangun negara..


Aku lulus universitas ditahun 1990. Aku satu satunya wanita didesaku yang berhasil jadi sarjana. Kebanyakan teman teman priaku waktu disekolah dasar tidak menyelesaikan pendidikannya. Mereka pergi kekota untuk menjadi kuli bangunan atau buruh pabrik yang memang tersedia begitu luas sebagai akibat dari perubahan ekonomi china. Yang wanita ada juga yang menerjunkan diri sebagai pelacur dikota atau jadi selir pria kaya Hong Kong.


Kebijakan pemerintah berubah ketika aku lulus kuliah. Tidak ada lagi jaminan bekerja bagi sarjana. Kami harus masuk dunia kompetisi kapitalisme. Aku tidak bisa lagi mengandalkan hidup dari beasiswa karena sudah lulus. Ini tidak mudah bagiku seorang wanita desa yang harus tinggal dikota besar yang serba mahal. Kembali kedesa jadi pengangguran adalah tidak mungkin. Karena ini akan menimbulkan efek negatif bagi orang desa yang ingin berjuang menyekolahkan anaknya sampai tinggi. Dan lagi mereka akan mengolok ngolok keluargaku. Maka aku putuskan untuk tetap tinggal dikota.


Pekerjaan yang pertama kudapat adalah administrasi disebuah perusahaan swasta. Gaji yang kuterima sebulan 1800 yuan. Dengan uang ini aku harus membayar sewa apartement sebesar 600 yuan dan mengirim uang kekampung sebesar 800 yuan. Tersisa hanya 400 yuan bagiku untuk mengganjal perutku dikota termasuk untuk biaya transfortasi dan lain lain. Itulah makanya aku sempat stress ketika mendapat kabar adik bungsuku membutuhkan uang sebesar 10,000 yuan untuk masuk universtas. Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu. Ayah sudah semakin renta. Pekerjaannya disamping bertani juga menjadi pengangkut gerobak batu bata.Ini pekerjaan yang sulit untuk bertahan terhadap semua yang tidak murah. Kebijakan baru pemerintah telah memungkinkan orang desa mendapatkan kebebasan tapi semua harus dibayar. Tidak ada yang gratis seperti era Mao.


Aku tidak tahu darimana mendapatkan uang 10,000 yuan untuk adikku. Pekerjaan dikota memang menghasilkan uang selagi bekerja keras. Namun tidak ada perlindungan bila anda sakit. Karena yang lebih menakutkan lagi, bila anda jatuh sakit maka gaji akan dipotong, dan akhinya anda akan kehilangan pekerjaan untuk meradang menghadapi tuntutan tagihan sewa apartement dan lain lain. Itulah yang kualami ketika sakit. 


Ditambah lagi ketika itu hukou (KTP ) nasionalku sudah kadaluarsa. Di China semua registrasi penduduk harus mendapat validasi dari tempat kelahiran. Tapi ketika aku datang ke desa mereka menolakku dengan alasan bahwa hukou ku tidak berada di sana karena pendidikan ku. Kemudian, aku pergi ke kota untuk itu, tapi aku tak punya apa-apa. Jadi aku hanya memiliki Surat Jalan dengan biaya 200 yuan. Tanpa pekerjaan, sumber daya keuangan aku dapat diusir oleh pemilik apartmen karena tidak bisa membayar sewa, dan aku mungkin mati kelaparan.


Pada saat itulah aku terpikir untuk bunuh diri. Kematian mungkin cara terbaik lepas dari persoalan hidup. Tapi mati sia sia juga tidak bagus. Setidaknya aku ingin mati demi berkorban untuk keluargaku. Tapi keberanian itu tidak pernah ada. Kesempatan untuk tidak lebih buruk adalah ketika ada tawaran untuk membeli ginjalku. Tanpa pikir lebih jauh aku menyanggupi untuk melepas satu ginjalku demi uang agar adiku bisa masuk universitas dan sedikit tabungan untuk biaya hari harinya.. Tak ada satupun anggota keluargaku mengetahui soal ini. Mereka hanya tahu aku bisa diharapkan mereka. Aku kembali mendapatkan pekerjaan setelah memperdalam kemampuan bahasa inggrisku di pusat Kursus Shanghai. Aku berjuang dapatkan beasiswa kuliah ke luar negeri. Peluang yang diberikan pemerintah berhasil kudapat setelah melewati kompetisi yang ketat. Menjadi satu terpilih dari 1000 yang gagal.


Kini aku seorang wanita berusia diatas 40 tanpa suami. Aku bekerja dipusat penelitian swasta dengan standar hidup yang serba higinise agar aku bisa tetap hidup dengan satu ginjal. Adiku sudah menjadi sarjana, bekerja diperusahaan raksasa. Adiku satunya lagi menjadi pengusaha hebat. Yang lain berkembang sebagai wiraswata desa yang berhasil seiring semakin pesatnya pembangunan infrastruktur ekonomi di seluruh china. Hidup kami memang berubah seiring perubahan ekonomi china. Petani tidak lagi dipajaki dan dibebaskan dari semua bea dan pajak. Kami sudah boleh memiliki tanah sendiri tanpa harus menyewa kepada negara. Kredit tani diperluas. Subsidi sosial diperluas. 


Tadinya usaha asing mendapatkan fasilitas keringanan pajak. Tentu maksudnya untuk membujuk asing membangun pabrik di china dan menampung angkatan kerja. Namun kini usaha lokal sudah mampu menggantikan asing. Pajak usaha lokal diturunkan dan asing dinaikkan. Itulah perubahan nyata dari niat baik pemerintah yang kami rasakan. Tapi bagaimanapun, Negara tidak akan pernah besar bila rakyatnya tidak percaya kepada pemerintah dan begitupula sebaliknya. Contoh, pengorbanan untuk sebuah pendidikan memang sangat mahal dan kami dipaksa untuk menjadi pionir dengan segala keterbatasan negara menyiapkan kami sebagai kader masa depan.


Kami sadar bahwa pemerintah tidak punya cukup uang untuk membiayai semua kebutuhan penduduk lebih dari satu miliar. Walau tanah daratan kami luas namun tidak semua bisa ditanami dan bahkan tidak sepanjang tahun bisa menghasilkan.Tapi pemerintah punya cara dan keyakinan akan semangat kami untuk berubah. Para sarjana kini ada digaris depan sebagai agent pembaharu untuk china yang lebih baik. 

China kini tumbuh percaya diri dan tentu masih terlalu banyak kekurangan yang harus diperbaiki, Rakyat china sebagaimana aku, tak pernah menuntut lebih kepada negara kecuali kebutuhan tempat tinggal dan makan. Itu saja. Untuk itupun masih banyak yang belum terjangkau tangan pemerintah. Kemajuan memang terjadi hebat walau dengan korban tak terbilang dari generasiku.. Generasi sebelumnya juga mengalami hal yang sama. Setiap generasi memang harus terus berkorban untuk generasi berikutnya.

Friday, June 09, 2023

Amanah Cinta..

 


Tahun 2013, saya ketemu Andi di KL“ Lue tahu kan, abeng” Tanyanya. Saya menganguk. Betapa tidak. Abeng sahabat saya. Kami berteman sejak tahu 87. “ Sekarang dia tidak punya apa apa lagi. Dia diusir oleh istri dan anak anaknya. Tengoklah dia. Dia ngekos di Mangga besar “ Lanjut Andi. Kami berpisah. Saya berikan kartu nama. Andi janji akan ke kantor saya kalau saya sedang di KL.


Sepulang dari KL, saya sempatkan datang ke tempat Kos Abeng. Saat saya datang pagi hari. Dia terkejut. Dia peluk saya lama. 

“ Ada apa Beng. ? kenapa engga telp gua? Tanya saya. 


Abeng diam saja sambil tertunduk.


“ Sejak perusahaan gua serahkan ke anak gua yang tertua untuk kelola. Gua praktis pensiun aja. Kemudian bini gua diangkat oleh anak gua sebagai direktur keuangan. Gua sendirian aja di rumah. Pas gua sakit, yang urus nurse. Entah mengapa mereka curiga gua selingkuh dengan nurse. Akhir cerita gua dibuang oleh mereka. Adik gua rawat gua di Bangka. Setelah sembuh gua balik ke jakarta. Karena gua mau urus uang gua di Singapore.” Kata Abeng dengan nada datar. Saya juga tidak mau bertanya lebih jauh. Itu masalah keluarganya.


“ Ale, bisa bantu gua.” tanya.


“ Ya pastilah. Apa yang harus gua bantu?


“ Bebarapa tahun lalu gua ada teken kontrak investasi di Singapore. “ Katanya seraya menyerahkan kontrak dari balik tasnya yang kumuh. Saya baca kontrak itu. “ Kita ke singapore hari ini. Lue cepatan mandi. “ kata saya. Dia segera mandi. Dari mangga besar kami go show ke bandara. Hanya dua jam saya urus, investasi Abeng di Asset manager itu bisa saya cairkan. Jumlahnya USD 5 juta.


“ Terimakasih Ale. Padahal udah capek gua urus. Engga juga cair. Tapi ama lue sebentar doang, selesai.” Kata Abeng berlinang air mata.


“ Lue ya..aneh. Kata saya mengerutkan kening. “ Gua kan teman lue. Kenapa engga tel kalau ada masalah.”


“ Ale, gua malu. Kata teman teman lue udah jadi orang hebat. Apa iya masih ingat gua. Malu ale. Gua tahu diri.” Katanya. Saya geleng geleng kepala. Memang udah tabiat Abeng. Dia sangat perasa sekali. Tapi hatinya baik.


“ Terus apa rencana lue dengan uang itu? tanya saya. Abeng hanya diam. Saya juga maklum. Tidak mau desak dia. Sejak itu dia tidak pernah telp saya lagi. Tapi dari Awi saya tahu usahanya semakin berkembang sebagai eksportir sarang walet. Dia memang punya network di Taipeh.


Tahun 2020 saya dapat kabar dari Awi. Abeng masuk rumah sakit karena COVID. Segara saya datang ke ruman sakit bersama Awi. Kondisinya memang parah. Dia minta dikeluarkan dari RS. Awi urus agar Abeng di rawat inap di luar. Abeng sempat menyerahkan kunci safety box bank dan PIN. Dia tidak bisa bicara lagi. Tapi saya tahu bahwa kalau terjadi apa apa dengan dia, saya mendapatkan amanah dari dia. Sebisanya saya berusaha menghubungi istri dan anak anaknya. Tetapi mereka tidak mau tahu.


Seminggu kemudian. Telah berlaku takdir untuk ABeng. Dia dijemput pulang oleh Tuhan. Awi urus jenazahnya dan penguburunnya. Tetap anak anak dan istrinya tidak mau datang ke rumah duka. Seminggu setelah Abeng meninggal, saya temui anak dan istrinya. Saya serahkan semua dokumen kepada mereka. “ Ada 4 rumah. Salah satunya di Pantai Mutiara. Termasuk reksadana di Singapore. Dan saham perusahaan yang sekarang ada. “ Kata saya. Istrinya terkejut. 


" Papa engga punya istri  lagi ? tanya anaknya yang perempuan


" Papa kamu tidak pernah menikah lagi. " Kata saya.


Anaknya yang perempuan langsung menangis saat baca surat warisan. Dia teriak histeris menyalahkan mamanya. Anaknya yang laki laki hanya tertunduk dan diam. Sayapun keluar dari rumah itu. Semoga Abeng damai di alam sana dan keluarga yang ditinggalnya …Tentu akan menjadi sesal yang tak berujung bagi mereka..


***


 “ Ale…” terdengar di seberang suara Andi. “ di KL kah?

“ Ya.” 

“ Boleh jumpa awak?

“ Kemarilah. “ Kata saya senang. 


Tak lebih 40 menit. Andi sudah di kamar kerja saya. “ Lama engga ketemu ya. Terakhir tahun 2013. Artinya udah 7 tahun engga ketemu ya.” Kata Andi. 


“ Eh lue masih bisnis di Penang?  tanya saya.


“ Ya. Setelah kerusuhan Mey 98, gua hijrah ke Penang. Bareng Achuan di sana. Buka pabrik kecil kecilan.” 


“ Achuan sehat ? 


“ Wah tambah gemuk dia. Dua anaknya perempuan sekolah di Amrik. Dia sendirian di Penang. Karena istrinya ikut dampingi dua putrinya  sekolah di Amrik. Tapi setahun dua kali Achuan ke Amrik, Dia punya rumah di California.” 


“ Lue gimana kabarnya? Tanya Andi. Saya senyum aja. 


“ Gua dengar lue  bisnis di Cungkok. Bareng anak anak Petojo ya. Sering ketemu mereka di sana?


“ Ya jarang sekali. Kalaupun ketemu ya hanya kebetulan aja. Semua sibuk.” Kata saya tersenyum. 


“ Gua dengar kan lue partner sama Awi ya. Tapi sejak tahun 2003 lue engga pernah keliatan. Kata Awi lue di China. Sekarang bisnis Awi keren ya. “ Kata Andi.


“ Tahun 2003 gua hijrah ke China. Bisnis gua di Jakarta yang kelola hari hari ya Awi. Awi dibantu oleh Yuni. “


“ Hebat Awi. Tahun 2003 hanya dagang ikan. Tapi sekarang udah ada 16 pabrik berdiri. Pasti lue support dia terus”.


“ Sejak berdiri gua engga terlibat dalam operasional. Paling kalau ada masalah yang tidak bisa mereka selesaikan, barulah mereka laporkan ke gua. Biasanya cepat gua selesaikan. Karena gua engga ada waktu. Gua sibuk kelola l bisnis di China.”


" Kenapa lue lebih banyak berbisnis di Luar negeri daripada di Indonesia? Tanya Andi. Saya sulit untuk menjelaskan. Karena alasan Andi hijrah ke luar negeri karena pabriknya dibakar massa saat kerusuhan Mey 98. Keluarganya trauma tinggal di Indonesia.  Sedangkan saya, selama 15 tahun bisnis di Indonesia,  4 kali bangkrut. Hijrah karena memang karena alasan ingin berkembang tanpa harus berkubang dengan rente dan hidup melayani pejabat yang tidak pernah merasa puas. Tapi apakah itu perlu dijelaskan. Saya diam saja. " Ayolah Ale, jelaskan. Gua engga minta apapun dari lue. Gua hangan ingin belajar. Diatara teman teman kita, hanya lue yang melek pengetahuan. " Desak Andi. 


" Ya oklah saya jelas." Kata saya. Andi tersenyum. " Karena tiga alasan. Pertama. Gua berbisnis tidak menggunakan uang keluarga. Tetapi uang investor, ya uang Bank, lembaga keuangan, sophisticated investor. Kedua. Bisnis gua adalah bisnis kreatif. Artinya tidak bergantung kepada sumber daya alam. Tetapi bergantung kepada tekhnologi dan business model. Ketiga, Gua berbisnis skalanya international, tentu skalanya juga ekonomi. Bukan nasionalisme. “ kata saya.


“ Bisa jelaskan tiga hal itu? Tanya Andi. 


“ Baiklah, gua jelaskan satu persatu alasan tersebut. Pertama. Sumber daya keuangan di Indonesia itu rendah sekali. Rasio kredit Indonesia hanya 35,47 persen dari PDB. Artinya kalau PDB kita USD 1,186 triliun, maka kredit bank hanya USD 415 miliar. Nah bandingkan dengan Singapore. Rasio kredit bank terhadap PDB singapore sebesar 136%. Artinya kalau PDB Singapore USD 397 miliar, maka likuiditas kredit bank mencapai USD540 miliar. Bayangkan dengan negara liliput saja kita kalah. Padahal penduduk banyak dan PDB besar.” 


“ Mengapa ? Tanya Andi. “ Padahal jumlah nasabah bank di Indonesia lebih besar dari Singapore. 


“ Ya benar. Tapi dana nasabah yang nongkrong di bank itu kecil. Rasio dana pihak ketiga bank di Indonesia hanya 38 persen dari PDB. Apa artinya?, 68% PDB memang berupa aset nganggur yang tidak produktif, bahkan buang ongkos. Sedangkan Singapura sebesar 135 persen dari PDB. Bahkan rasio aset bank  di Indonesia sebesar 54,08 persen dari PDB. Itu artinya pejabat bank kita engga kerja, tapi ngerjain. Bandingkan dengan Singapura sebesar  272 persen.


Oh  itu bukan hanya terhadap singapore. Dengan Thailan saja kita kalah. Rasio kredit terhadap PDB Thailand sebesar 118 %. dan Rasio DPK terhadap PDB , Thailand 121%. Jadi dalam hal ekonomi kita udah jauh banget ketinggal dari Singapore, thailand. Apalagi negara maju seperti Korea, jepang, Amerika, dan Eropa.” Kata saya.


“ Terus yang kedua ?


“ Kedua. Di Indonesia  biaya riset tanggung sendiri. Tidak ada trade off atas biaya riset yang dilakukan swasta. Lah pemerintah sendiri aja engga peduli dengan Riset. Berdasarkan data terakhir UNESCO, besaran anggaran riset yang dialokasikan pemerintah Indonesia pun masih sangat rendah, yaitu 0,1% dari Pendapatan Domestik Bruto. Coba dech dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Tuh lihat Thailand saja 0,5% dari PDB. Malaysia 1,3% dari PDB, dan 2,1% Singapura. Indonesia memang tidak didesign negara makmur karena otak manusia tetapi dengan otot dan SDA. “  Kata saya.


“ Terus yang ketiga? Tanya Andi. Sepertinya dia antusias.


“ Ketiga, Indonesia sudah ratifikasi Regional Comprehensive Economic Partnership ( RCEP) seperti ME-ASEAN, China-FTA, Korea-FTA dll. Jadi batasan wilayah dalam konteks nasional udah engga ada. Saya punya pabrik di Malaysia atau Vietnam sama saja dengan saya punya pabrik di Indonesia. Karena tarif sama. Jadi apa pertimbangan utama saya? ya ongkos logistik. Logistic Performance Index (LPI) Indonesia pada 2022 menempati peringkat ke-60 dari 139 negara. Di ASEAN saja kita kalah. Gimana mau invest. “ Kata saya. Andi tersenyum dan mengacungkan jempol.


“ Oh ya. Gua dengar Abeng meninggal karena Covid ya” Tanya Andi. Kemudian saya ceritakan pertemuan saya dengan Abeng sampai mendampinginya menjelang ajal. Setelah Abeng meninggal, saya mentunaikan janji Abeng untuk menyerahkan harta warisan kepada anak dan istrinya. Andi keliatan berlinang air mata. 


“ Lue , gua, Awi, Achuan, kita semua lahir dari keluarga miskin. Entah kenapa kita menikah dengan wanita dari keluarga kaya. Tapi kita tidak numpang kaya dari keluarga istri. Sama juga entah mengapa kita lahir dari rahim ibu pertiwi yang kaya raya akan SDA. Tapi kita tidak numpang makan dari kekayaan SDA negeri. Sepanjang hidup kita berusaha survival dari ketidak adilan. Disaat tidak ada ruang bagi kita untuk bernapas di negeri sendiri, kitapun hijrah ke tempat lain. Disaat anak dan istri tidak bisa bersabar dengan keadaan kita, kita memilih ikhlas dibuang atau  ditinggalkan, dilupakan. Namun cinta kita tidak pernah surut untuk mereka dan tentu untuk tanah air, tempat kita dilahirkan. “ Kata Andi.

Ingin jadi sahabatmu saja..

  “ Proses akuisisi unit bisnis logistic punya SIDC oleh Yuan sudah rampung, termasuk Finacial closing. Kini saatnya kita lakukan pergantian...