Dulu waktu SMA tahun 1980. Aku punya tetangga wanita. Dia juga SMA tapi sekolah Madrasah. Aku suka dia. Tapi dia cuek saja. Mungkin karena sangat cantik. Aku tidak pede dekatin dia. Kalau pergi sekolah aku jalan kaki dan dia juga jalan kaki. Sekolahnya satu arah dengan sekolahku. Tetapi lebih jauh sekolah aku. Jadi kami pasti pagi jalan beriringan. Bertahun tahun, aku tidak tegur dia.
Pada satu waktu. Saat aku jalan di depannya. Dia terhenti. Berusaha menutupi pantatnya. Roknya sampai mata kaki. Dia menoleh kepadaku yang ada di belakang. Wajah putihnya bersemu merah. Berusaha ditutupi wajahnya dengan jilbabnya. Saat aku akan melewatinya. Aku mau bertanya. Tapi ragu. Ah lewat aja. “Ale..” terdengar suara memanggil.
“ Ya Ria. Ada apa ?
Dia terdiam. Tapi dia berusaha menutupi pantatnya terus. Aku melihat dari dekat ada apa di pantatnya. “ Oh..darah.” kataku. “ Kamu datang bulan? kataku. Dia mengangguk.
“ Ale, bisa bantu ke rumah aku. Bilang ke bunda, aku datang bulan pas di tengah jalan.” Katanya menunduk “ Aku tunggu di rumah itu. " Katanya menunjuk rumah. " Aku akan minta izin sama yang punya rumah untuk ganti “ Katanya. Tanpa banyak tanya aku langsung jalan. Sampai di rumahnya aku ceritakan keadaan Ria. Ibunya segera masuk ke rumah dan serahkan kantong plastik. Aku kembali lagi ke Ria. Dia tersenyum ” terimakasih Ale” Katanya. Aku mengangguk.
“ Aku duluan ya. Kawatir telat masuk kelas. Sekolah aku masih jauh” Kataku. Dia mengangguk.
Setelah itu walau kami sering jalan beriringan namun kami tidak pernah saling bersapa. Di rumahpun aku jarang ketemu dia. Dan lagi akupun setelah pulang sekolah dagang di pasar. Hanya kalau pergi solat Magrib ke Masjid, saat melintasi rumahnya, aku sempatkan melirik ke dalam rumahnya. Dia lebih banyak di dalam rumah.
Setamat SMA aku putuskan pergi merantau ke Jawa. Saat aku melintasi depan rumahnya dengan ransel besar dipunggungku. Ria berlari dari dalam rumah sampai depan teras “ Ale jadi juga pergi merantau ke jawa ? Tegurnya.
“ Ya Ria. “ Kataku. Jarak ku dengan dia sekitar 2 langkah. Dia terdiam menatapku. Tanpa ada kata kata. Loh selama ini dia tidak pernah menatapaku langsung. Selalu menghindar. “ Ale hati hati ya.” Katanya dengan wajah kawatir. Aku lihat air matanya mengambang. Aku mengangguk dan tersenyum tipis. Aku terus melangkah. Dari jauh aku lihat ke belakang. Dia masih di teras. Dia lambaikan tangan ke arahku. Aku balas lambaian tangannya.
Dua tahun aku dirantau, aku dapat kabar Ria sudah menikah. Tentulah mudah jodoh untuknya. Dia cantik. Aku berdoa semoga dia bahagia dengan hidupnya. Akupun sibuk dengan hidupku.
***
Tahun 2008, aku dapat undangan untuk ikut rombongan presiden kunjungan kerja ke Pulau Bintan meresmikan proyek Pariwisata. Dari Hong Kong aku terbang ke Singapore dan pakai fery ke Pulau Bintan. Di Pelabuhan fery badanku sudah terasa meriang. Karena sudah lebih 3 bulan aku kurang tidur. Maklum penghujung tahun 2008 adalah hari hari yang berat. Instrumennt pasar uang jatuh semua. Bursa juga pada rontok. Sebagai pengelola portfolio investasi, aku berusaha berselancar di gelombang pasar yang tidak bersahabat itu.
Dalam perjalanan asam lambungku kumat. Aku berusaha tenangkan diri. Sampai di demarga Tanjung Pinang. Aku pesan aqua di warung yang ada di dermaga. Saat mataku menatap penjual itu, aku merasa melihat masa ramajaku. Wanita penjual itu tersenyum. “ Ale..” Tapi badanku terhuyung. Keringat dingin membasahi tubuhku. Wanita itu menahan tubuhku agar tidak jatuh. Dia dudukan aku kursi. Dia beri aku air hangat. Itu sangat membantu mengurangi asam lambungku. Aku bisa tegar kembali.
“ Ale demam.” Katanya.
“ Aku engga apa apa Ria. Kamu mau kemana ?
“ Aku tinggal di Tanjung Pinang. Aku kerja di warung itu” Katanya menunjuk warung. “ Ale ada apa ke Tanjung Pinang?
“ Aku mau menghadiri undangan peresmian proyek Wisata di Pulau Bintan. Aku nginep di Hotel Nirwana bersama rombongan presiden” Kataku dengan keadaan masih lemas. Tidak berapa lama jemputan dari hotel datang. Ria antar aku sampai ke kendaraan. Aku pegang lengan Ria “ Jangan tinggalkan aku, Ria. “ Kataku dengan suara lemah saat mau masuk ke dalam kendaraan.
“ Ya Ale, aku akan ikut kamu. “ Kata Ria. Dia duduk di sebelahku. Entah mengapa aku tertidur. Baru aku sadari ketika sampai di hotel, aku tertidur dipundaknya dan dia tahan dengan tangannya selama dalam perjalanan.
“ Terimakasih. Setelah acara aku kembali ke dermaga dan terus pulang ke Jakarta lewat Singapore. “ Kataku salah tingkah. Tapi Ria tersenyum.
Sampai di hotel. Staff ku dari kantor di Singapore yang sudah tunggu di loby hotel. “ Pak sakit apa ? Katanya menyerahkan kunci kamar. Ria antar aku ke kamar bersama staf ku.
“ Pak acaranya besok pagi. Apa bapak mau kembali hari ini dan batalkan hadir dalam acara atau tetap tinggal di sini ? Saya panggilkan dokter?
“ Panggil dokter sekarang” kataku
“ Siap pak.”
Kakiku terasa dingin. Aku sempat muntah di kamar mandi. Ria bantu aku bawakan air hangat. Wajahnya keliatan kawatir. Tetapi aku tetap senyum.” Engga apa apa. Sebentar lagi dokter datang. “ kataku.
Tak berapa lama dokter datang ke kamar hotel. Setelah makan obat. Aku sholat Lohor dan Asahar digabung. Terasa ngantuk sekali dan tertidur. Ketika terjaga, aku lihat Ria tertidur di Sofa. Aku lirik jam di meja lampu kamar tidur. Jam menunjukan pukul 3.40 pagi. Oh artinya aku tertidur lebih 12 jam. Badan terasa bugar.
Pikiranku langsung ke Laptop. Bersegera aku sambar tas untuk ambil komputer. Buka akses ke jaringan Safenet. Aku terkejut. Reposisi aset yang aku rancang sebelumnya, semua recovery bahkan lebih solid dibandingkan sebelum kejatuhan Lehman. 12 jam lebih berlalu dalam diam, tanpa aku kawatirkan apapun, telah menyelamatkan aku dari prahaha selama 3 bulan. Terimakasih Tuhan. Kadang kita perlu menjauh dari kerusuhan dan berhenti barang sejenak. Selanjutnya biarkan waktu yang menyelesaikan.
Aku ke toilet dan berwudu. Sholat jama’a Maghrib dan Isya dan kemudian di lanjutkan dengan sholat Tahajud. Usai sholat Tahajud aku lihat Ria sudah bangun. Dia duduk di sofa tersenyum kearah aku. “ Ria engga pulang?
“ Aku kawatirkan Ale. “ Katanya. “ Ale, sudah sehatan ?
" Ya Alhamdulilah. Sudah sehat. "Kataku tersenyum. " Ria udah makan?
" Kamarin staff Ale pesankan makanan ke room service. Dia temanin aku makan di kamar. Dia cerita, Ale boss yang jarang bicara dengan staff. Tapi baik. " Kata Ria tersenyum. Tapi aku baru sadar. Wah dia kan istri orang. Gimana dengan suaminya kalau tahu dia tidur di kamar bersama pria lain. “ Duh maafkan aku Ria. Seharusnya sebelum tidur, aku titipkan kepada staff ku antar kamu pulang. Apa kata suami kamu, kalau tidak pulang?
“ Suamiku sudah meninggal. Aku sudah telp ke anakku. Dia sudah tahu aku tidak pulang. “
“ Oh..” aku ikut berimpati dengan keadaanya yang menjanda.
“ Engga apa apa. Aku sudah 10 tahun hidup sendiri.” Katanya tersenyum.
Subuh masuk, kami sholat berjamaah. Ria selalu menggunakan baju kurung dan berhijab. Jadi tanpa mukena dia tetap sholat. " Dulu waktu kita di Lampung, setiap maghrib aku selalu menanti suara Azan Ale di Masjid. Kalau bulan puasa aku sering dengar lewat speaker suara Ale tadarusan. Suaranya merdu sekali. " Kata Ria usai sholat. " Kini aku kesempatan sholat berjamaah dengan Ale...Duh puja puji Allah." Lanjut Ria. Aku tatap dia sekilas. Aku tersenyum dan melangkah kearah meja. " Kini Ria jaga kesehatan ya. Kalau ada apa apa telp aku. Janji ya." kataku. Dia menatapku dan cepat menundukkan kepala.
Aku kembali ke laptop. Aku sedang euforia. Aku sibuk telp semua team ku yang ada di Hong Kong dan Eropa untuk focus jaga posisi. Selama itu, mungkin Ria perhatikan aku. Setelah selesai koordinasi. Aku kembali ke Sofa. " Hebat Ale. Enga kebayang kalau Ale yang aku kenal semasa remaja. Pria yang sholeh, patuh kepada kedua orang tua, sudah mandiri sejak SMA. Kini jadi orang hebat. Tinggal di holel mewah. Ikut rombongan presiden. Tapi tetap menjaga sholatnya. Tetap rendah hati " Kata Ria. Aku tatap dia tapi dia cepat menundukkan kepala. Akhirnya aku hanya senyum.
Jam 7 pagi. Aku minta staf ku antar Ria pulang. Sebelum masuk kendaraan aku serahkan amplop. “ Beri kesempatan aku mencintai anak yatim bersama kamu. Jaga diri baik baik ya Ria” kataku.
“ Ale, tidak perlu. Aku baik baik saja.” Katanya. Aku tetap sorongkan uang ketangannya. Akhirnya dia terima juga.
“ Terimakasih Ale.”
Semua dollar yang ada di tas selempangku aku serahkan semua ke Ria. Ada lebih USD 10,000. Uang itu tidak ada artinya ketika dia berkata “ aku kawatirkan, Ale”. Tanpa ketulusan cinta, dia tidak mungkin mengatakan itu dan mau tinggal di kamar menjagaku.
Sejak itu aku tidak pernah bertemu lagi dengan Ria, namun doaku selalu ada untuknya. Belakangan tahun 2013, Aku minta Florence mencari tahu tentang Ria. Karena Florence tinggal di Batam. Dari Florence aku dapat kabar Ria tinggal bersama putri dan menantunya di Pakan Baru.
“ Berkat uang dari kamu, Ria bisa buka toko di Pakan Baru, dan berkembang. Kini usaha itu dilanjutkan oleh Anak dan menantunya. “ kata Florence. “ Tapi dia malu untuk telp kamu. Katanya dia sudah senang bisa ketemu sekali dengan Ale-nya. Dia akan selalu doakan kamu, Ale.” Lanjut Florence.