Saturday, February 04, 2023

Idealisme ?


Rahmat teman SMP ku. Ayahnya kepala sekolah. Dia memang pintar di sekolah. Beda denganku yang setiap dapat lapor sekolah dengan nilai  rata rata lepas makan alias sekedar naik kelas. Walau rumahku dinding gribik dan rumahnya berdinding beton, tidak menghalangi keakraban kami. Dia lemah dalam hal matematika. Dan aku suka matematika. Mungkin karena alasan itu dia ingin berteman denganku. Entahlah. Yang pasti dia suka ke rumahku. Selalu memuji masakan ibuku enak katanya.


Akupun sering ke rumahnya. Ayah nya nasehati kami agar belajar keras dan cita cita harus tinggi. “ negeri ini perlu para sarjana hebat untuk membangun negara. Mengangkat mereka dari kubangan kemiskinan. Pak Harto punya mimpi menjadikan Indonesia macan Asia. Kehebatan sarjana kalau mereka berakhlak mulia. Tulus mengabdi kepada tugas yang diemban.” Nasehatnya kepada kami. 


“ Ale punya cita cita apa ? Tanya ayahnya


“ Saya tidak tahu pak. Keluarga kami miskin. Mau berharap beasiswa aku tidak pantar."


Setelah tamat SMP kami berpisah. Beda SMA. Tapi kadang dia datang main ke rumahku. Di kamarku, kami cerita tentang teman teman kami di sekolah. Dia sekolah Kristen dan aku sekolah negeri.


“ Ini radio rongsokan. Untuk apa, Ale.? Katanya melihat ada rongsokan radio tanpa casing di laci meja belajarku.


“ Itu bukan rongsokan. Itu radio aku buat sendiri.” 


“Eh dulu kan waktu SMP kita punya pelajaran prakarya elektronik. Aku tidak paham. Sepertinya kau pun tidak paham. Waktu praktek, kau hanya bisa buat bel. Kenapa sekarang kau bisa buat Radio “ Katanya.


“Aku hanya ciplak design di buku prakarya elektronik. Aku beli papan transistor dan transistor nya, termasuk speaker dan baterai. Kemudian aku susun transistornya dengan las timah. Jadilah radio. Sekedar menangkap saluran BBC london, lumayanlah “


“ Untuk apa BBC London “


“ Aku perlu belajar bahasa inggris dari radio. “ 


“ Mau keluar negeri kau ? 


“ Nanti kalau aku merantau ke Jakarta, aku bisa cari makan dari touris guide. Setidaknya skill ku bertambah. Bukan hanya skill masak, menjahit dan perbaiki jam. Dengan skill itu aku bisa bertahan hidup di rantau.” kataku. Dia tersenyum dan sepertinya dia tidak antusias mendengar alasanku. Dia justru minta aku mendengar mimpinya untuk jadi insinyur dan setelah itu kuliah di luar negeri.


“Mengapa kamu tidak bercita cita?


“Aku hanya ingin merantau. Setelah di rantau entah lah. Yang penting merantau saja.”


“ Aku mau masuk universitas di Jawa” katanya. 


Kelas 3 SMA kami sudah jarang bertemu. Pernah malam minggu dia jalan bersama Amoy cantik di depan aku dagang kaki lima di pojok pasar. Aku berusaha menegurnya, tapi dia melengos seperti tidak kenal. Aku maklum. Dia asik dengan pacarnya. 


Tamat SMA sebelum pergi merantau ke Jakarta, aku bertemu dengan Rahmat di kios photo copy. “ Aku mau ke Bandung, ale” katanya. “ Gimana dengan kau? tanyanya.


“ Aku ke Jakarta. “


“ Kuliah dimana ? 


Aku menggeleng.. “ Aku doakan saja semoga cita cita mu terkabulkan” kataku.


“ Terimakasih Ale. Niatku sekolah tinggi agar aku bisa jadi PNS dan bisa membantu orang miskin seperti kamu.”


“ Amin Ya Allah “ 


***


Tahun 87 aku dapat cerita dari teman SMP ku. Rahmat bekerja sebagai PNS setelah meraih gelar insinyur pertanian di Bogor. Tahun 87 aku sudah punya pabrik carrugated box.  Aku sudah mengikuti kursus singkat Akuntansi management. Karena aku perlu pengetahuan menganalisa laporan keuangan perusahaan. Aku juga kursus Management Usaha Baru agar aku mengerti bagaimana mengelola manufaktur. Ikut program pendidikan dan pelatihan ekspor yang difasilitasi pemerintah. Tahun 90 aku dapat cerita lagi, Rahmat dapat beasiswa ambil S2 dan Phd di AS. Aku senang. Karena cita citanya terkabul. 


Tahun 2002 aku dapat kabar , posisi rahmat sudah eselon di kementrian. Tahun 2004 aku hijrah bisnis ke China. Tahun 2006 pada satu acara seminar di Hong kong tentang Trade agriculture aku bertemu dengan Rahmat. Saat itu aku sedang mengembangkan bisnis Maklon.


“Ale ! Sapanya, tapi kesannya terkejut ketika melihatku hadir dalam seminar itu.” Ale kerja dimana ?


“ Aku engga kerja. Tapi dagang, Mat.” 


“ Alumni universitas apa ?


Aku menggeleng.


“ Kenapa ikut seminar ini ?


“ Ya inikan seminar tentang international trade bidang agriculture. Aku ingin tahu kuridor WTO. Ini penting untuk wawasan bisnis international ku.” Kataku.


“Ale apa ngerti materi seminar yang disampaikan? katanya dengan senyum satire.


Aku mengangguk. Tapi Rahmat tidak merindukan aku teman semasa remajanya. Dia cepat berlalu bergabung dengan teman temannya. Aku maklum. Walau sebenarnya aku merindukannya.


***

Tahun 2012.Bersama dengan mitra globalku dari China, AS dan Hong kong, aku sudah punya Holding international di Hong Kong. Di Indonesia aku juga punya holding bidang perkebunan, perikanan, manufaktur, Trading, Agro Industri. Saat itu unit bisnisku bidang pengolahan makanan kemasanku semakin sulit berkembang. Karena bahan baku gula dan garam yang semakin mahal. Kalau aku tidak cari akal, bisnisku terancam bangkrut akibat rente impor. Aku harus berusaha surival. Aku cukup punya pengalaman  berbisnis jatuh bangun akibat bisnis rente dari pesaingku.


“ Wi, cari orang yang sering diakses diam diam oleh pejabat. Ada tapi tiada. “ Kataku kepada asisten bisnisku.


“ Untuk apa ?


“ Gua mau ambil quota impor. Ini udah engga fair mainnya. Kalau kita ngalah, kita hanya jadi penonton bego. Pabrik makanan kita bisa tutup karena itu. “


“ Siap Bro. Paham gua”


Seminggu kemudian Awi ketemu aku. “ Ini orang nya yang kamu maksud itu” katanya memperlihat photo di gadget dia. “ Namanya Dewi. Dia punya stok cewek sekelas seleb. Bukan hanya sekedar goyang ditempat tidur tapi juga enak dianjak kencan. Ngomong pinter dan wawasan ok punya. Pelanggannya semua AAA rate punya” Kata Awi. AAA yang dimaksud adalah pejabat level tinggi.


Sebulan kemudian Dewi kena kasus dan diberitakan secara nasional. Kasus mucikari artis. “ Bro, dia udah gua bebaskan. Dia mau kerja untuk kita” Kata Awi.


“ OK, coba test. Gua mau lihat pejabat ini makan malam di Singapore dengan anak  buah dia. Kalau benar dia bisa atur, ya udah. Kita lanjut pekerjakan dia” Kataku sebutkan nama pejabat yang aku maksud.


“ Siap Bro.”


Benarlah. Satu waktu aku dan Awi ke Singapore. Kami makan di marina bay. Sesuai jadwal yang ditentukan. Aku lihat dari table lain. Anak buah Dewi masuk bersama pejabat yang aku maksud.


“ Top punya anak buah dia Wi. Ok kita perkerjakan dia. “ Kataku “ Jangan lupa training Dewi bagaimana berbisnis dengan benar dan formal. Pastikan kita tidak terhubung secara legal dengan dia. Jangan pernah sebut nama saya, apalagi kenalkan dengan saya“ Lanjutku.


“ Siap Bro, Kata Awi.


Selanjutnya Dewi di create oleh Awi jadi business lady yang terhormat. Termasuk siapa saja yang harus di lobinya untuk melancarkan bisnis kami. Menentukan anggaran lobi. Para anak buahnya tidak lagi jadi komoditi tapi jadi PR high class. Awi jadi malaikat mereka. Kerjaannya mengurus quota impor komoditi. Ya dapat remah remah aja. Bisnis Quota kelas capung aja. Tapi lumayan untuk mempertahankan pabrik makananku tidak nyunsep karena kartel impor.


***

Januari 2023, aku tidak lagi bergitu aktif dalam management perusahaan. Semua unit business dikelola oleh profesional. Awi datang kepadaku. “ Ale, ini ada pensiunan pejabat. Dia cocok jadi Komut untuk perusahaan Dewi. Dia bisa jadi mentor dan sekaligus memperlancar kerjaan Dewi. “ Kata Awi. Tapi karena aku sibuk, aku diamkan saja. Sebulan kemudian, aku minta Awi atur aku bertemu dengan calon komut. Pertemuan di apartement khususku menerima orang yang terkait dengan business informalku.


Ketika pintu apartement terkuak, pria yang tidak asing melangkah mendekatiku yang menanti di sofa ruang tengah. “ Rahmat ! Kataku terkejut. 


“ Ale..” 


Rambutnya sudah memutih sebagian. Dia memelukku. Kemudian dia merasa kikuk.  Dia lama menatapku  “ Ale, benar ini Ale yang aku kenal ? 


Aku mengangguk.  Dia rangkul aku lagi. 


“ Aku pensiun tahun kemarin. Posisi terakhirku sebagai pejabat membidangi bantuan international  berkaitan dengan FAO..” Katanya. “ Boleh tanya. Apa hubungan Ale dengan perusahaan Ibu Dewi?


“ Engga ada hubungan. Itu perusahaan pemegang saham pengendali adalah Pak Awi ini.” kataku menunjuk Awi yang duduk di depanku. “ Kebetulan kantor tempatku kerja diminta sebagai konsultan rekrutment. " 


Rahmat mengangguk." Aku dapat informasi dari Bu Dewi, bisnis PT dia  kan bidang impor pangan. Gula dan Garam ya ? Kata Rahmat.

Aku menganguk.


“ Bisa jelaskan keuntungan bisnis itu ? Kata Rahmat. Aku mempersilahkan Awi untuk jelaskan.


“ Hitung aja  cost struktur impor. Harga gula mentah di pasar New York pada 31 desember 2022 tercatat sebesar US¢20,89  per pound atau US$420 per ton.  Ditambah dengan ongkos transport, asuransi, dan pengolahan senilai US$200 per ton,  maka harga di pabrik gula rafinasi menjadi US$629 per ton. Dengan kurs tengah BI 32 januari Rp. 15.000. Maka harga pokok siap jual Rp. 9.435. Ada disparitas yang sangat lebar antara harga luar negeri dan lokal. Sekitar Rp 2000. Inilah untungnya. Hitung aja berapa uang didapat kalau dapat quota 100.000 ton saja. “ kata Awi.


“ Kalau garam impor ?


“ Hitung aja. Harga impor sampai di pelabuhan Rp 1300/kg. Harga Distributor tebus garam  Rp 3000/ kg. Minimal Quota ya 60.000 ton untuk satu shipment. Itu untung Rp 1700/kg, itu kan Rp 100 miliar per kapal. “ kata Awi. Rahmat diam tanpa reaksi. 


“ Gula impor setahun hampir 4 juta ton. Dan garam sekitar 2 juta ton setahun. Yang saya tahu total impor garam mencapai lebih 2 juta ton setahun” Kata Rahmat. Aku mengangguk. Karena jelas Rahmat sangat paham bisnis dan kebijakan pemerintah soal impor. Rahmat lama terdiam, seakan berpikir. 


“ Ale,” Seru rahmat”  dari sejak aku jadi PNS, aku tidak suka dengan pengusaha pemburu rente. Karena mereka merugikan petani. Melemahkan daya saing. Aku ingin berbakti dengan pengetahuanku untuk bangsa dan negara. Aku ingin menjadikan petani sebagai profesi yang bergensi di republik ini.Tapi sejak era Soeharto sampai kini, tidak ada perubahan. Bahkan kini pengusaha sudah bisa dikte menteri. Seenaknya perintah Dirjen. Mungkin karena aku selalu berseberangan dengan kebijakan pemerintah, jabatanku mentok sebagai pejabat fungsional saja. Sampai pensiun.” Katanya.


“ Jadi…” Kataku.


“ Selama di PNS idealisme ku tidak tersalurkan. Kalau aku mau menerima posisi Komut. Itu karena aku bukan lagi PNS. Kini aku jadi orang swasta. Tidak ada salahnya aku mendapatkan uang tanpa idealisme. Aku butuh biaya. Dua anakku semua masih kuliah. Aku menikah telat Ale.“ Kata Rahmat. 


Aku tersenyum dan mengangguk. 


Usai meeting, Aku bisikan Awi untuk pulang sendiri. Sementara aku keluar dari apartemen bersama Rahmat. “ Kau bawa kendaraan Ale.?

“ Aku engga punya kendaraan Mat’

“ Kalau begitu aku turunkan kau dimana ?

“ Arah kau kemana ?

“ Ke Depok.”

“ Ya udah turunkan aku di Pancoran. Nanti dari sana aku naik taksi. “ kataku.


Dalam kendaraan rahmat cerita tentang pengalamannya ambil S2 dan S3 di AS. Lingkungan pergulannya dengan teman temannya di kementerian yang sama sama dapat program beasiswa ke luar negeri. Aku menyimak saja. Dalam hati aku berkata. Pada akhirnya Rahmat harus berdamai dengan kenyataan. Dia memang pintar tapi tidak cukup cerdas. Mungkin banyak PNS dan pejabat yang merasa idealis namun tanpa disadari mereka terjebak dalam intrik bisnis yang berkompetisi menguasai sumber daya negeri ini. Banyak  regulasi dan tata niaga lahir dari ruang legislatif atas pesanan pengusaha, di create oleh mereka yang terpelajar atas beasiswa negara.  Sehingga peran orang seperti Rahmat hanya jadi boneka sistem yang berpihak kepada mereka yang menguasai 2/3 sumber daya nasional.


Di usia senja Rahmat harus focus kepada masa depan anak dan keluarganya. Mungkin idealisme seperti itulah kemampuannya. Walau dia bangga dengan pencapaian dan niat besarnya, namun dia tak lebih pecundang di hadapan politik kapitalisme. Sementara aku yang tidak terpelajar berusaha menjadi bapak bagi ribuan karyawanku. Walau karena itu aku berada diantara hitam dan putih.  Hidup dalam posisi volatile. Seperti orang menari dan menyanyi diatas panggung. Tanpa tepukan, tanpa kebanggaan. Soal masa depan negeri ini, itu urusan Tuhanku. Merahasiakan pencapaianku jauh lebih baik agar Rahmat tidak terintimidasi dengan nasibnya..

Friday, February 03, 2023

Saling Mengerti.


 


Nama istriku Maryati. Dia menyebut dirinya Mar. Tapi aku tetap memanggil nama sayang dia semasa little girls,  Upik.  Dia wanita tercantik yang pernah kukenal dan walaupun aku banyak mengenal wanita yang menawan, tapi hanya dia yang lulus ujian sebagai perempuan walaupun dengan pengujian yang paling kritis sekalipun. Tadi pagi sebelumk ekantor aku tahu dia kurang sehat. Tapi dia tetap mengantarku sampai masuk dalam kendaraan dengan senyumnya.


Sore aku pulang ke rumah. Di ruang tengah rumah kudapati Mar tidur tak bergerak di sofa. Napasnya halus, lunak. Dadanya bak tak beriak. Wajahnya bersih, putih. Atau, pucat? Tidak. Kulit Mar memang putih dan saat tidur mukanya kelihatan semakin bersih. Aku mendekat, kurapikan kakinya hati-hati. Aku tersenyum lega merasa kehangatan mengalir di sana.


Di luar, hari berlayar menuju petang seperti usia. Bayang pohon memanjang di halaman berlawanan dengan bayang pagi. Suara-suara pembantu senyap di belakang. Telepon bisu di sudut ruang. Di jalan agak jauh di depan rumah kendaraan lalu-lalang, bunyinya menyusup masuk usai berenang meniti daun dan bunga-bunga di halaman. Dibawanya juga harum kenanga ke dalam ruangan.


Kuamati wajah Mar sekali lagi, balik ke kursi, menonton tivi. Tidak ada yang patut. Pisah-cerai artis. Heboh, aneh, bagai pasangan hidup hanya mainan. Atau baju, sepatu, dapat kau ganti kapan mau. Tapi aku terus menonton. Di saluran lain film kartun, masak-memasak. Ah. Masakan Mar tentu mampu bersaing kalau tak lebih sedap. Tiga puluh delapan tahun seleraku dimanja, asam urat kolesterol pun tak singgah. Cuma umur, terus menjulur; meretas garis dekat ke batas.


Walau usianya menjelang 60 tahun. Namun cinta dan sayangku semakin bertambah. Kami menikah dalam usia yang sama dan tentu menua bersama. Dulu waktu anak anak masih tinggal di rumah. Mar sibuk dengan anak anak. Hari hari nya selalu bergerak. Siapkan sarapan pagi anak anak. Antar mereka ke sekolah. Mengingatkan PR mereka. Kadang ikut pula antar mereka pergi Les dan tentu menjemputnya pulang. 


Setahun kami menikah. Tuhan beri kami bayi. Setelah itu setiap dua tahun lahir anak satu, sampai empat. Usia 30 tahun. Mar tidak lagi hamil. Dia telaten mengurus rumah dan anak. Mengawasi semua aktifas anak anak, termasuk keperluan mereka, bahkan mengatur uang kebutuhan mereka ketika kuliah di luar kota. Dia selalu mengkawatirkan anak anak. Karenanya doanya sangat khusuk kepada Tuhan agar mereka baik baik saja. Aku tahu memang hidupnya hanya untuk anak anak dan aku. Walau aku hanya memberi uang, namun aku tahu betapa repotnya Mar mengurus anak anakku. Tapi Mar tidak pernah mengeluh kepadaku. Sepertinya dia nikmati kesibukannya sebagai Ibu Rumah Tangga. Padahal ketika aku nikahi dia sudah bekerja di BUMN. Hamil anak pertama, dia ikhlas berhenti kerja. Aku tidak pernah provokasi dia berkarir penuh sebagai ibu rumah tangga. Yang penting Mar bahagia dengan pilihannya.


Satu demi satu anak menikah dan pergi dari rumah. Masuk usia 56 tahun. 4 anak kami sudah menikah. Kami kembali tinggal berdua di rumah. Yang tertua anak kami, Herman. Dia jadi pengusaha. Nomor dua, Ilham, bekerja pada BUMN. Nomor tiga Ani, dan Dewi nomor 4.  Kedua anak  perempuan kami berprofesi sama dengan ibunya. Menjadi ibu rumah tangga.


“ Uda, sudah datang ? kenapa engga bangunkan Mar? kata Mar. Dia mau berdiri. Tentu dia akan buatkan teh pahit untuku ku. “ Tidur ajalah Pik. Katanya sakit.” 


“ Mar masih bisa buatkan teh untuk Uda.”


“ Biar uda buat sendiri ya.” kataku pergi melangkah. Tapi Mar, pegang lenganku. “ Jangan halangi aku mencintai Allah. Melayani suami adalah pahala tak terbilang, uda.” Kata Mar tersenyum. Itulah Mar ku. Dan karena itulah aku berkali kali jatuh cinta kepadanya. Setiap persoalan hidup menderaku dalam bisnis, Mar selalu setia bersamaku. Dia tidak mengeluh ketika aku jatuh bangkrut. Tidak juga bermewah hidup dikala ekonomi lapang. 


Mar letakan cangkir teh dihadapanku. Dia termenung. Sepertinya ada yang dia pikirkan. Aku dekati dia. Duduk di sampingnya. Kurangkul pundaknya. “ Cerita lah Pik. Apa  ada masalah ? Aku yakin ini pasti masalah anak anak. Dia berusaha menyimpan masalah anak anak di hadapanku. Dia berusaha selesaikan sendiri. Dan kalau sudah tidak bisa diatasi dia akan bergantung kepadaku untuk menyelesaikan. Itupun diiringi dengan minta maaf terlebih dahulu. Itulah kebiasaannya yang tak lekang.


“ Tapi uda maafin Mar ya. “ 


“ Uda sayang Upik. Apa pernah Uda marah ?


Mar terdiam lama. Aku biarkan dia dengan suasana hatinya. Akhirnya dia bicara juga “ Tadi siang Mar  ke rumah Ilham. Dia adakan pesta kecil kecilan. Dia naik pangkat. Mantu kita suami Dewi dan Ani bertengkar hebat dengan Ilham dan Herman ikut campur pula bela adik adiknya. Sampai mereka bertiga keluar dari Rumah Ilham. Keluar dalam kadaan marah, Uda. " Mar belinang airmatanya. 


“ Apa masalahnya ? tanyaku.


“ Ilham hadiahkan istrinya kalung dan jam tangan. Mahal katanya. Tapi oleh suami Dewi dibilang, aku engga yakin itu uang membeli perhiasan uang halal. Berapa gaji kau sebagai pegawai BUMN. Mana pula bisa beli perhiasan semahal itu.Dan lagi kerja di Bank itu haram. Riba. Istri Ilham tersinggung. Marah dia. Suami Ani ikut bela suami dewi. Semakin keras pertengkaran. Apalagi Ilham ikut campur dan mereka bicara politik. Suami dewi dan ani itu aktifis dakwah. Dewi dan Ani juga akftif majelis taklim.”


“ Kenapa Herman sampai tidak bisa selesaikan masalah adik adiknya? Tanyaku.


“ Herman sudah lerai mereka. Dan dia marah besar ke Ilham karena kasar ke Dewi dan Ani. Uda kan tahu. Herman itu sangat proteksi ke adik perempuannya.” 


Aku terdiam dan berpikir.


“ Uda..” Mar menangis. “ Mengapa ketika mereka bicara politik tak lagi aku dihargai sebagai ibunya. Kasar sekali mereka uda.” Airmata jatuh. Aku peluk Mar, “ Upik tenang aja. Aku akan selesaikan masalah mereka. Bagaimanapun mereka anak anak kita. Mereka kebanggaan kita. Itu perjuangan yang panjang. Akan selalu jadi cobaan kita. Selagi hayat dikandung badan,  mereka tetap beban kita. Tangung jawab kita dihadapan Allah.“ kataku menenangkan.


Aku kirim WA kepada anakku untuk datang ke rumah. Makan malam di Rumah kami. Mereka semua menjawab ya Ayah. Aku memang tidak begitu dekat dengan anak anak. Mereka lebih dekat kepada ibunya. Tetapi mereka sangat respect kepadaku.  Sangking respeknya, terkesan mereka takut. Padahal aku tidak pernah bentak mereka. 


Aku katakan kepada Mar bahwa anak anak akan datang ke rumah besok hari sabtu.  Mar senang sekali. Sakitnya hilang seketika. keesokan paginya dia sibuk di dapur masak bersama ART. Untuk menyambut anak dan menantunya.


***


Benarlah. Sore mereka sudah datang satu persatu. Pertama datang Dewi bersama suaminya. Kemudian, Ilham bersama istrinya.  Disusul Ani datang bersama suaminya, dan terakhir Herman bersama istrinya. Aku memang minta mereka datang tidak membawa anaknya. Karena ada hal penting yang mau aku bicarakan. Sepertinya mereka sudah paham pokok masalah. Terutama Herman.  Dia tak sanggup memandang wajahku. Dia merasa bersalah dan gagal menjadi kakak tertua.


Kami duduk di sofa. Mar duduk disebelahku. 


“ Bicaralah Herman. Ayah mau dengar langsung dari kau. Karena kau anak ayah tertua. “ 


Herman diam saja. Tak sanggup dia bicara. “ Ayah, maafkan aku. Sebaiknya ayah tanya sajalah sama Ilham Dia yang jadi pusat masalah.” Katanya ketika aku desak. Aku menatap Ilham.


“ Ayah ..” kata ilham. “ Ayah bayangkanlah, Aku nabung selama setahun agar bisa membelikan perhiasan untuk istriku. Tapi oleh Uda Bahar aku dituduh dapatkan uang haram untuk beli perhiasan itu. Hanya karena aku kerja di Bank.” 


Aku tatap Bahar suami Dewi. “ Ayah, aku hanya menyampaikan keyakinan aku beragama. .Bahwa kerja di bank itu haram.  Karena riba.” Katanya.


“ Dan..” kata Deni suami Ani “ Aku engga terima dituduh radikalis oleh Uda Ilham. Kami menjalankan agama dengan konsisten. Apa itu salah. Kami menghidupi keluarga tidak minta kepada siapapun. Kami tidak korup seperti pejabat dan politisi. Tidak ada yang dirugikan. Mengapa kami direndahkan. “ Lanjutnya. Akutatap Ilham. Dia menunduk.


“ Ayah, kata Dewi. “ aku harus patuh kepada suamiku. Apa itu salah? Kalau aku tidak terima suamiku dihina oleh Uda ilham”


“ Aku juga ayah. “ kata Ani. 


Aku menghela napas. 


“ Ayah sudah paham masalah kalian. Yang harus kalian ingat. Kalian,  herman, Ilham, Dewi dan Ani. Kalian berasal dari sini. “ kataku memegang perut Mar. “ Kalian itu satu kaveling. Penderitaan melahirkan dan membesarkan setiap kalian sama. Pertanyaannya sederhana,  mengapa kalian saling bertengkar dan membuat ibu kalian menangis? itulah yang ayah sesalkan. “ kataku. Mereka terdiam.


“ Baik Ayah akan bahas satu persatu masalah kalian.   Penjelasan ayah bersifat universal. Kalian semua sarjana. Jadi tidak sulit untuk dimengerti. Ilham, kau tidak boleh mempertanyakan keyakinan orang beragama. Itu hak orang. Karena setiap orang berhak memilih jalan hidupnya masing masing. Kamu Bahar, kamu tidak boleh menilai orang dengan standar kamu beragama. Hargai sikap orang lain, tentu orang akan menghargai sikap kamu. Saling mengerti sajalah. Itu akan membuat kedamaian dan yang akan mendatangkan rezeki.


Ilham, kalau kamu membeli perhiasan untuk istri kamu, tidak perlu diperlihatkan ke orang lain. Rezeki itu nak sangat berat bebannya. Kalau dipertontonkan maka hukumnya wajib untuk berbagi. Kalau kau tak siap berbagi, jagalah perasaan orang lain yang tidak mampu. Setidaknya jangan pamer akan harta kamu. Hidup sederhana itu lebih baik nak.  Itu akan menghindarkan kamu dari fitnah dunia.


Ilham, untuk kau tahu. Dewi dan Ani tidak bisa kau salahkan kalau dia patuh kepada suaminya. Ketika dia menikah, maka saat itu dia harus utamakan suaminya, bukan kakaknya. Justru kau harus jadi palang pintu mereka. Kalau ada masalah dengan suaminya,   kalianlah sebagai kakak laki lakinya untuk datang lebih dulu melindunginya. “ Kataku.  Mereka menyimak dan terdiam.


“ Maaf ayah” kata Bahar suami Dewi. “ apakah salah mengingatkan orang akan firman Allah.” 


“ Tidak salah kalau disampaikan di majelis atau di masjid. Tapi di luar itu, yang berlaku adalah hukum dan UU negara. Itu yang menjadi standar kita bersosialisasi dengan siapapun”


“ Kenapa ayah?


“UU dan Hukum itu konsesus kita bernegara. Menjaga dan menghormati konsesus adalah akhlak mulia. Cobalah, kalau kamu ingatkan orang dan orang tersinggung. Pastilah jadinya bertengkar. Walau niat kamu baik , namun bagaimanapun bertengkar itu dosa. Akhlak rendah,  anakku.” Kataku.


“ Tapi ayah..” Kata ilham. “ Kefanatikan mereka kepada aliran agama itu sudah keterlaluan. itu sudah merusak tatanan budaya dan sosial , bisa juga berdampak politik. Politik identitas “ Lanjut ilham.


“ Fanantik itu bagus, selagi tidak memaksakannya kepada orang lain. Bahar dan Deni adik ipar kamu itu pedagang. Mereka pekerja keras untuk menghidupi anak dan istrinya. Fanatik beragama itu baik kalau menjadikan dia mandiri dan punya etos kerja tinggi , yang tentu berkat fanatifk takut kepada Allah itu dia terhindar dari perbuatan korup dan merugikan orang lain. Nah soal politik, itu soal pilihan. Apapun pilihan dia, itu artinya dia patuh kepada konstitusi. Siapapun yang dipilihnya, tetap tidak akan mengubah konstitusi negeri ini. 


Dalam politik demokrasi harusnya tidak membuat perbedaan pilihan saling menghujat dan merendahkan. Karena siapapun yang menang, itu Allah yang memberikan kekuasaan. Sebagai orang beriman kita harus percaya itu. Makanya kita harus menghormati setiap penguasa. ” Kataku.


“ Ayah, korupsi mewabah negeri ini karena syariah dipunggungi. “ Kata Deni.


“ Korupsi itu berkaitan dengan mental, dan itu bisa terjadi kepada orang beragama apapun. Syariah itu adalah sistem dan tidak ada sistem yang sempurna di dunia ini, anakku. Daripada kamu memaksakan kehendak, mengapa kamu tidak berusaha mengubah diri kamu lebih baik. Tidak perlu katakan agama kamu hebat,  tapi tunjukan kepada orang lain akhlak hebat kamu itu.


Nah, focus lah kepada diri kamu , keluarga kamu dan orang terdekat kamu saja. Pastikan yang dekat merapat dan yang jauh mendekat. Kalau berlebih,  berbagilah. Kalau kurang , bersabarlah. Kalau sikap ini menjadi sikap berjamaah, negeri ini akan makmur. Siapun pemimpinnya, apapun sistemnya. Paham ya anakku.. “ Kataku. Bahar dan Deni menganguk.


“ Ayah tidak akan mendikte kalian agar mengikuti pemahaman ayah. Tapi yang harus dicatat, ayah bertanggung jawab di hadapan Tuhan atas kalian.  Kalau kalian tidak menghargai ayah, ayah tidak akan kecewa. Tapi kalau karena sikap kalian, ibu kalian menangis sedih dan terluka. Bukan hanya ayah yang kecewa tapi langit mengutuk. Hidup kalian akan sengsara dimakan waktu. Percayalah.” kataku. 


Herman segera memeluk kakinya ibunya “ maafkan aku amak. “  Kata herman. Dan diikuti oleh Ilham ,  Dewi, Ani dan menantu kami. Aku terharu dan menitik kan air mata. Bukan karena sikap mereka kepada ibunya, tetapi melihat Mar bisa begitu bahagianya. Ya bagi Mar, anak adalah titipan terindah dari Allah. Sama seperti aku suaminya adalah titipan terindah dari Allah. Menjaga kami bagi Mar, adalah bukti kecintaannya kepada Allah. Tentu berkat Cinta Mar,  Tuhan akan menjaga kami. Tentu kami akan baik baik saja.

Saturday, January 28, 2023

Walau dikhianati, dia tetap sahabatku






15 tahu kami bersahabat. Tidak banyak waktu yang kami lalui bersama sama. Tapi bukan berarti tidak banyak pula yang kami lakukan. Terutama dalam putaran transaksi di jantung financial center dunia. Itu sudah cukup untuk membuat kami seperti tak terpisahkan. Kini aku sedang di sebuah villa yang berada di atas bukit yang serba hijau, Sekeliling Villa ditanami bunga. Seakan Villa ini berada di tengah taman.  Hujan turun rintik rintik di sore itu. Aku sedang menanti Mira yang berjanji akan menemuiku di Villa ini.


Dari jauh nampak Pelangi. Indah sekali menyapa sore. Pelangi yang indah hanya akan muncul ketika hujan deras berakhir. Sama seperti manusia yang harus merasakan lelahnya usaha untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Sama seperti kata pepatah "Berakit-rakit ke hulu berenang renang ke tepian", tiada mimpi yang dapat tercapai tanpa usaha yang giat dan kerja keras. Oleh karena itu, nilai orang bukan seberapa besar dia dapat tetapi seberapa besar effort nya meraih itu. 


Pelangi bertahan dalam waktu yang tidak begitu lama, namun pelangi selalu memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi siapapun yang melihatnya. Begitu juga seharusnya manusia memandang bahwa hidup ini memang penuh warna dan singat seperti Pelangi. Alangkah tololnya waktu yang  singkat itu dihabiskan dengan amarah dan benci. Genggam waktu yang dengan erat, dan pergunakanlah itu dengan sebaik mungkin.


Setiap warna dalam pelangi punya makna sendiri. Merah yang melambangkan kasih sayang, kuning yang melambangkan kecerian dan semangat. Begitu juga dengan setiap manusia yang hidup, mereka juga punya cerita masing-masing dalam hidup ini.  Oleh karena itu, tidak boleh menilai seseorang tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Semua warna yang berbeda dalam pelangi itulah yang menciptakan pelangi menjadi fenomena alam yang begitu indah dan menawan. Keberagaman yang ada tidak boleh sama sekali menciptakan jarak, melainkan keberagaman adalah hal yang indah bila bersatu. Oleh karena itu, 


Ya, kekuatan pelangi untuk menginspirasi orang memang tidak diragukan lagi. Tidak heran bila begitu banyak orang yang berhasil memunculkan ide yang beragam dari fenomena alam yang satu ini. Kamu juga harus bisa menginpirasi dan membantu satu sama lain, meskipun mungkin orang tidak menghargaimu usahamu. Ingatlah bagaimana pelangi selalu tulus kepada semua orang.


***


Tahun 2011 Mira tawarkan tambang batubara relasinya. Saat meeting dengan mereka. Saya tahu, konsesi itu didapat karena kedekatanya dengan Pejabat. Mereka punya empat IUP atas nama empat perusahaan. Kemudian saham empat perusahaan itu di transfer right ke Holding Company di Singapore. Transfer right itu terjadi karena menyembunyikan beberapa pihak sebagai pemegang saham. Mereka datang ke saya sebenarnya tidak niat jual. “ Saya perlu uang USD. 150 juta. Skema hutang konversi “ Katanya. 


Saya tahu, itu hanya menunda tidak default, dan tidak menyelesaikan utang. Dengan USD 150 juta itu dia bisa focus untuk exit. Saat itu memang prospek harga batubara engga bagus amat. Kalau berhasil ya bagus. Kalau gagal, dia lepas semua. USD 150 juta jadi sampah. Untuk negosiasi dengan mereka, tidak mudah. Mereka masih terlalu kuat.  


Saya tahu kedekatan Mira dengan Pemegang saham pengendali. Itu karena selama sebulan dia terus kejar saya.  Akhirnya saya putuskan. Setuju, dengan sarat saya akan financial closing 3 bulan. Mereka setuju. Tapi minta confirmation fund dari bank di luar negeri sebelum MOA. Dalam seminggu saya atur confirmation fund.  Mira nyeberang ke saya. Dia ingin bermitra dengan saya. Saya setuju. 


Selama proses penggalangan dana itu saya didampingi oleh Mira. Dia jadi team saya. Meeting dengan bank, investor di Hong Kong, Singapore dan Swiss dia ikut. Sampai tiga bulan. Saya gagal memenuhi kontrak MOA. Saya minta extend dan bayar finalty USD 1,5 juta untuk tiga bulan lagi.  Tapi apa yang terjadi? mereka menolak extend. Saya tidak bisa berbuat banyak. Belakangan saya tahu, Mira menikah dengan pemegang saham Tambang barubara itu. Dia lupakan saya.


***

Tahun 2013, Mira datang lagi ke saya. Dia minta tolong agar saya bantu cari jalan keluar. Karena suaminya default atas utang konversi. “ Kan kreditur di luar negeri itu, teman abang. Coba bicara dengan mereka. Kami minta restruktur utang sampai 5 tahun ke depan.” katanya. Saya tatap dia lama. Manusia macam apa ini? dia sudah sabotase mitra saya, dan singkirkan saya. Masih berani bicara. 


“ Kalau gagal, suami saya kehilangan segala galanya. Mungkin dia akan ceraikan saya” Katanya memelas. Saya diamkan saja. Tahun 2014, semua saham tambang itu diakuisisi sebagai konsekuesi hutang konversi.


Tahun 2018, saya bertemu dia di cafe Premium Club di kawasan Kebayoran. Cafe ini banyak wanita penghibur kelas atas. Target mereka para expatriat dan pengusaha.  Saya bertemu dengan Mira. Dia tersenyum dari jauh dan mendekati saya. “ Bang, apa kabar?


“ Baik.” kata saya memeluknya.


Dia salah tingkah. Saya diamkan saja. 


“ Belakangan saya baru tahu, dibalik kreditur di swiss itu adalah abang sendiri. “ katanya. “ Informasi itu saya dapat dari teman di Singapore. Tahun 2016 abang jual tambang itu ke Investor China lewat private placement dengan harga dua kali lipat. “ Lanjutnya dengan wajah sedih. Saya diam saja.


“ Mengapa abang permainkan saya ? tanya nya. Lama saya berpikir apakah perlu penjelasan. Mengapa dia tidak secerdas titel MBA nya untuk tahu alasan saya. Tapi oklah. Saya akan cerahkan dia. Setidaknya saya berharap dia bisah berubah dan mendapatkan hikmah.


“ Kamu pintar. MBA dari luar negeri. Kamu cantik. Benar benar cantik. Tapi kelemahan kamu, karena  kamu punya ambisi. Orang punya ambisi itu mudah jadi dikorbankan dan mudah dibuat bego. “ Kata saya.


“ Bego ? 


“ Kamu kehilangan akal sehat. Bayangin aja. Kamu saya ajak keluar negeri meeting dengan banker dan asset manager. Kamu kira akses itu saya dapat dengan mudah dan cepat.? Dan semudah kamu bisa telikung saya..” 


“ Jadi dari awal abang sudah tahu kelemahan saya dan gunakan saya untuk menjebak pemilik tambang batubara itu ?


“ Ya. “


“ Mengapa ?


“ Karena kamu cantik dan pria seperti pengusaha batu bara itu memang mudah ditaklukan oleh wanita seperti kamu. Dia kaya karena koneksi pejabat, bukan karena dia petarung kelas dunia. Saya perlu kamu meyakinkan dia dan kamu punya kompetensi untuk itu.” kata saya.


Dia menangis. Saya keluar dari cafe itu dan memberi tip USD 300 ke dia. 


***


Tahun 2021 dia datang lagi kepadaku di villa ini. Wenny setuju untuk rekrut Mira  jadi Direktur anak perusahaan Yuan holding di Singapore. Itu setelah dia benar benar terpuruk dan menyadari kesalahannya. Saya harus ambil bagian merecovery nya. Usianya sudah 45 tahun. Bagaimanapun dia teman saya. 

Ingin jadi sahabatmu saja..

  “ Proses akuisisi unit bisnis logistic punya SIDC oleh Yuan sudah rampung, termasuk Finacial closing. Kini saatnya kita lakukan pergantian...