Di Shanghai di suatu cafe yang terletak dalam Hotel, aku janjian dengan teman untuk bertemu. Ketika masuk cafe temanku belum datang. Aku memesan minuman ringan. Wanita melintas di depanku. Ia terlihat menawan. Tubuhnya beraroma lembut parfum. Rambut sebahu dengan poni. Mantel panjang warna coklat membungkus tubuh semampainya dari dinginnya malam. Parasnya oval. Mata gemintangnya dibingkai warna ungu pucat. Maskara melentikkan bulu matanya yang panjang. Bibir tipisnya berulas warna shocking pink berkilat tersapu lipgloss. Oya, ini Jumat malam. Sudah pasti wanita menikmati malam panjang friday nigh.
Kulihat ia berhenti sejenak. Mengeluarkan handphone mungil warna merah darah di dalam genggaman tangannya. Ia tampak mengangguk-angguk sejenak. Kemudian ia memasukkan handphone itu ke dalam tasnya. Lantas segera berjalan cepat setengah menunduk ke arah table. Aku sempat berpikir sebentar. Kalau 15 menit tidak ada orang lain di tablenya, aku akan hampiri. Lewat 15 menit, ada pria mendatangi table itu. Aku perhatikan, mereka sudah kenal lama. Keliatan akrab.
Tak berapa lama ada kegaduhan kecil. Pria itu menyiram wine ke wajah wanita itu. Pengunjung terkejut. Suara pria itu terdengar keras membully wanita itu. Wanita itu hanya menunduk. Mungkin menahan tangis. Pria itu bayar bill. Kemudian menarik lengan wanita itu dengan keras untuk berdiri. Tetapi wanita itu berontak. Terjadi saling tarik. Akhirnya wanita itu terjatuh. Spontan saya berdiri segera melangkah ke arah wanita itu. Membantunya berdiri. Waktu pria itu mau melayangkan tangannya. Saya tahan. Hanya sekian detik, pria itu menatap saya sebelum dia berlalu.
“ Apakah anda tidak apa apa.” Kata saya menegur dalam bahasa inggris. Dia tersenyum walau terkesan terpaksa. “ Ya. Saya tidak apa apa.” jawabnya dalam bahasa inggris sempurna. Dia seperti sedang menahan sedih atau marah. Wajahnya nampak dingin. “ Dia pantas marah. Saya terlalu naif. “ Katanya dengan air mata berlinang. “ Saya punya hutang 60.000 yuan ( sekitar Rp. 90 juta). Saya belum bisa bayar. Dalam sebulan ini sudah berkali kali saya ingkar janji. Wajar dia marah. Apalagi saya menolak diajak tidur.
“ Pacar ?
“ Bukan. Dia relasi saya. Bekerja di lembaga keuangan di sini.”
“ Hutang personal atau bisnis.”
“ Hutang personal tapi untuk bisnis. “
“ Bisnis apa ?
“ Saya eksportir produk fashion merek international. Tadi saya maklon. Belakangan saya berencana bangun pabrik garmen khusus produk branded. Sudah hampir setahun cari investor, belum juga dapat. Sekarang saya nyaris bangkrut. Hutang dimana mana. Untuk bayar apartement saja tidak ada uang. Mungkin besok , musim dingin ini saya tidur di jalan.” Katanya. Aku berusaha memotivasi dia untuk tabah. Karena dia eksport garmen, pembicaraan jadi lancar. Aku kuasai bisnis process garment. Kenal dengan semua supply chain. Dia pun sangat kompeten soal garmen. Apalagi dia lulusan Akademi design dan tekstil. Tak terasa pembicaraan berlangsung lebih 1 jam.
“ Kamu ada proposal bisnis yang bisa saya pelajari.” Tanyaku. Dia tatap aku. Mungkin engga begitu percaya. Tapi akhirnya dia tersenyum. “ Apakah anda tertarik untuk kerjasama?
“ Kirim saja proposalnya. “ Kataku kembali menegaskan. Dia gunakan hapenya sebentar. “ tolong beri tahu alamat email anda.” tanyanya. Aku berikan alamat email. “ Saya sudah kirim proposalnya. “ Lanjutnya.
“ Baik, Saya akan pelajari. Saya rencana besok sore kembali ke Hong kong. Apa bisa ketemu waktu sarapan pagi. Di Hotel ini” Kata saya.
“ Terimakasih. Saya pasti datang.” Dia mulai tersenyum cerah. “ Kenalkan nama saya Alin “
“ Oh ya. Saya B “ Kata saya. Kami berjabat tangan.
***
Jam 8 pagi dia sudah ada di Lobi hotel. Saya ajak dia ke restoran yang ada di lantai 4.
“Saya sudah pelajari proposal kamu. Kamu punya keahlian bidang design dan teksti. Punya pengalaman sebagai eksportir walau sekedar broker. Tahu pasar dan kuasai supply chain. Kamu kompeten bermitra dengan saya. Tetapi ada catatan yang harus diperbaiki"
“ Oh ya apa yang harus diperbaiki.”
“ Saya tahu produk fashion ini sebagian dikerjakan handmade. Saya tidak melihat data kapasitas pabrik sejenis di Shanghai. Saya ingin tahu skill rata rata pekerja China. Karena ini menyangkut kualitas dan kapasitan pabrik yang akan kita bangun. Kemudian, proses produkis saya maunya, kita hanya kerjakan bagian handmade. Khusus kerah dan lipatan jahitan bawah dan pinggir. Selebihnya kita serahkan kepada rekanan. Saya butuh rekanan yang punya kompetensi mengerjakan produk branded. Itu aja. “
“ Oh Anda paham sekali bisnis garment.”
“ Ya setuju.? tanya saya. Focus kepada rencana bisnis dia.
“ Tentu saya setuju. Tunggu waktu makan siang nanti kita ketemu lagi. Semua data yang anda perlukan sudah ada. Proposal sudah saya perbaiki. “ katanya sigap. Dia tidak jadi sarapan. Langsung berdiri dan pergi. Janji akan ketemu lagi makan siang. Saya geleng geleng kepala. Semangat bisnisnya luar biasa. Aku telp Lena, sekretarisku di Hong Kong. " Lena, saya sudah kirim file proposal. Suruh Wenny check semua data suppy chain. Suruh James periksa data buyer yang ada di Eropa. Pastikan sebelum jam 12 siang saya sudah dapat semua confirmasi. Apakah data itu valid atau tidak. " Kata saya. Kalau benar data proposal vali. Ini peluang yang sudah lama aku dambakan. Yaitu jadi mitra strategis pemilik merek produk fashion berkelas dunia. Kalau tidak, aku akan lupakan Alin. Engga perlu ketemu lagi.
Siangnya usai meeting dengan ralasi, aku temui Alin yang sudah menantiku lebih 1 jam. Dia tersenyum menyambutku di lobi. “ Udah makan? tanyaku. Dia hanya tersenyum. Tapi aku tahu dia belum makan. Aku ajak dia kerestoran yang ada di hotel. Proposal yang dia serahkan sudah diperbiki. Lengkap dengan data yang aku perlukan. Aku tersenyum.
“ Sudah berapa lama kenal dengan buyer di Eropa ini? Tanya saya.
“ Dua tahun lebih. Saya hanya jadi broker saja. " Katanya seraya memperlihatkan lembaran dokumen LC yang pernah dia kerjakan.
“ OK. Sekarang kamu siap kalau saya ajak ke Eropa. Kita temui buyer itu.”
“ Ke Eropa ? dia terkejut.
“ Ya. “
“ Ya siap. Tapi saya harus urus visa dulu. “
“ Ya uruslah. Saya tunggu kamu di Hong Kong. “ Kataku. Dia terdiam dan menunduk. .
“ Alin, ini ada uang. Kamu pakai untuk bayar utang dan sewa apartement. “ Kataku menyerahkan amplop berisi USD 25,000. Dia terkejut. Bibirnya bergetar menatap saya.
“ Saya tidak pernah mendapatkan empati seumur hidup saya. Saya kerja paruh waktu untuk selesaikan kuliah saya. Bagaimanapun terimakasih.”. Katanya. Saya mengangguk dengan tersenyum. Lama dia tatap saya kembali. Lambat laun mendung diwajahnya hilang. Dia tersenyum. “ Saya berjanji tidak akan mengecewakan anda.”
***
Tahun 2008 setelah pabrik garmen berdiri. Tiga bulan operasional, aku datang ke pabrik di Dongguan. Alin tersenyum melihat aku datang ke pabrik. Aku keliling pabrik.Melihat para pekerja sedang menjahit pakaian. Aku lihat ruang quality control dan finishing. Aku juga lihat gudang dan proses loading untuk ekspor. Saya tatap dia ketika masuk kamar kerjanya. Kemudian saya baca laporan kinerja atau produktivitas pabrik.
“ Kenapa statistik kinerja pabrik masih dibawah 50%” kataku
“ B, sabar. Kita masih berproses mendidik mereka”
“ Dengar lin, Kalau tiga bulan tidak ada progress kinerja mereka. Itu artinya ada yang salah. Ini bukan lagi bisnis tapi penampungan sosial. Kita bukan pemerintah yang harus bersabar untuk didik orang. Kita bukan Tuhan yang harus mencintai semua. “
“ Tapi B, kapasitas yang ada sekarang sudah bagus”
“ Bagus! “ Suaraku kencang. “ Jangan berpikir dengan cara kamu. Karena kamu itu pecundang. Makanya kamu dibuang oleh pria. Sampah bagi mereka. Itu bukan salah mereka, Tetapi mindset kamu memang sampah” Lanjut ku, tetap dengan nada tinggi.Dia menangis.
“ Kita manusia memang punya standar berbeda satu sama lain. Itu sebabnya nasip orang berbeda beda.Dan saya tidak mau bernasib sama dengan kamu, karena mengikuti standar kamu. Paham! “ Kataku. Dia menangis terus. Tetapi tidak meratap.
“ Kenapa kamu nangis? Tanya saya lagi. Dia diam. “ Sekali lagi kamu menangis depan saya, kamu keluar. Saya tidak ada masalah hilang uang pada tahap awal daripada saya stress terus bemitra dengan pecundang. Ingat Lin, saya tidak anti kesamaan gender. Bagi saya wanita dan pria sama. Tidak rasis. Semua sama bagi saya. Ukuran saya, apakah menguntungkan atau tidak. Kalau engga, sorry to say..saya buang kamu” Kataku lagi. Dia mengangguk.
“ Pastikan tiga bulan ke depan, kinerja meningkat. “ Kataku berlalu dari kamar kerjanya.
Dari pabrik aku terus ke Hong Kong. Di Hong kong aku telp Wenny. “ Wen, bantu saya”
“ Ada apa ?
“ Tadi saya habis marahin ALin. Dia nangis. Bantu tenangkan dia”
“ Bagus. Biarin aja. Engga usah dibujuk. “
“ Tapi dia nangis, karena mungkin kata kata saya kasar.”
Wenny tertawa. “ B, wanita china itu tidak pernah menyerah. Tidak baper mereka. Kalau dia nangis bukan karena kata kata kamu, tetapi karena dia sedang menyalahkan dirinya sendiri. Mereka tidak pernah menangis karena ulah orang lain. Pahami itu. Santai aja” Kata Wenny.
Empat bulan kemudian aku datangi pabrik. Aku sudah terima laporan statistik kinerja pabrik. Aku puas, Karena produksi meningkat 4 kali dari sebelumnya. Sehingga aku bisa tingkatkan volume ekspor dan kontrak outsourcing.
***
Sampai di pabrik aku liat Alin sedang dibagian produksi. Memang sebagian besar pekerja baru. Aku perhatikan dia sedang mengarahkan pekerja bagian quality control. Dia lihat aku datang. Mukanya pucat. Masih takut dia dengan ku.
“ Lin, “seruku” Bisa temanin saya makan malam di Shenzhen” Pintaku.
“ Ya ya.” Katanya bergegas sambil memanggil GM nya, dia bicara sebentar dengan GM. Kemudian segera menghampiri saya. “ mari jalan” Katanya. Dia setirin kendaraan untukku. Selama dalam perjalanan dia tetap diam dan terkesan tegang. Aku diamkan saja sambil tiduran.
Sampai di restoran, masih tegang wajahnya. “ B.” ada pria menegur saya. “ Saya disuruh ibu wenny untuk menemui anda di sini.”
“ Kamu dari property agency”
“ Ya. “
“ Ok, kamu bicara dengan wanita itu. Tanya ke dia. Apartemen seperti apa dia mau” Kataku melirik ke arah ALin. Mereka bicara sebentar. “ B, semua apartemen yang dia tawarkan mahal semua”
“ Kamu focus ke ukuran apartement dan lokasi yang dia tawarkan Bukan harga. Soal harga urusan saya” Kataku
“ B, ..” Airmatanya berlinang.Kemudian dia berlutut. “ Eh bukan berlutut. Peluk saya..” kata saya. Dia segera berdiri dan peluk aku. Kuat sekali pelukannya. “ Terimakasih..” Katanya.
“ Saya beri kamu rumah karena itu standar saya untuk eksekutif saya. Jadi engga perlu terimakasih. Dan itu tidak gratis, Pastikan terus kamu berprestasi baik dan menguntungkan perusahaan” Kata saya “ Kalau kamu ingin mencintai orang lain cintai diri kamu sendiri dulu. Kalau kamu mau selamatkan orang, selamatkan diri kamu lebih dulu. Kalau kamu ingin mengubah dunia, ubah diri kamu dulu. Paham !” Lanjut saya. Dia tersenyum dan mengangguk “ mimpai”
Setelah dia selesai dengan agen properti. Dia perlihatkan Photo apartemen yang sudah dia pilih. Wajahnya riang. Aku senyum aja.
investasi awal aku USD 3 juta. Alin dapat saham 30% dalam skema share loan yang harus dia bayar dari deviden. Bangunan pabrik kami sewa di Kawasan Industri Dongguan, China. Setahun kemudian pabrik garmen sudah ekspor ke Eropa. Itu tahun 2008. Kalau tadinya kami hanya produksi 4 merek. Tetapi tahun 2013, kami udah produksi berbagai merek. Pabrik sudah punya sendiri. Tidak lagi sewa. Berkat dukungan pembiayaan dari Bank Of China, kami sudah merambah ke pabrik underwear dan aksesoris wanita seperti Kancing, kacamata dan ikat pinggang.
“ Kamu harus sempatkan waktu bergaul. Siapa tahu dapat pacar. Kan bisa menikah. “ Kataku satu waktu.
“ Dulu waktu saya tidak punya uang. Pacaran sama pria kaya, saya diperlakukan seperti keset kaki. Bahkan pria yang tadinya kuanggap teman, dia tiduri saya namun ketika saya berhutang dia bentak dan siram wine ke muka saya di depan umum. Waktu kuliah. saya punya pacar pria miskin. Dia baik. Saya terpaksa kerja paruh waktu dan cuti di kampus agar dia lebih dulu selesai kuliah. Tetapi setelah dia dapat kerjaan. dia pergi ke wanita lain tanpa rasa bersalah.
Saya bertemu dengan kamu disaat saya sedang terpuruk dalam usia emas saya. Kamu memang cepat mendukung saya, tapi itu tidak too good to be true. Saya harus kerja keras siang malam merealiasirkan bisnis ini. Karena kamu kan rewel sekali dan sangat detail dalam setiap perencanaan. Kamu bisa telp saya dini hari, kapan saja. Telp harus diterima. Belum lagi kamu kadang tempramental kalau saya lambat memahami kamu. Saya akhirnya sadar. Hidup ini keras. Terlalu naif mengharapkan kebahagian dari sebuah perkawinan." katanya. Seakan dia punya dendam masa lalu.
" Hidup ini memang keras tapi lihatlah orang kebanyakan, mereka bisa menikmati kebahagiaan dengan cara sederhana dan tetap punya harapan walau harus menghadapi kehidupan yang kadang terasa tidak adil. Menikahlah..sebelum kamu terlambat dan kamu menyesal“ Kataku.
Lama lama aku tidak ingin lagi provokasi dia untuk menikah. " Saya memang tidak punya suami dan atau pacar. Namun saya ada kamu. Kamu pria yang jadi boss saya dan juga mentor saya. Ketika saya memeluk kamu saya merasa hidup begitu aman. Dan itu saja yang saya sukuri dan selalu berterima kasih kepada Tuhan. Cukup." Katanya dengan wajah merona. Kini usianya sudah kepala 4 tetap bersemangat dan tetap cantik tentunya.
Lima tahun kemudian, saya datang ke apartemen Alin tanpa memberi tahu terlebih dahulu. Dia terkejut melihat kedatangan saya. Saya lihat isi apartemennya. Di dinding kamarnya ada photo saya dengan dia di Shanghai empat tahun lalu “ My winter my valentine” Tulisan diphoto itu, Saya senyum aja.
“ Sebelum saya kerja sama kamu, kamu sangat romantis. Tapi setelah masuk ke bisnis? Tidak ada lagi kemesraan itu. Tapi berubah jadi tanggung jawab dan kepedulian. I do love you.,” kata Alin “ And even if the sun refused to shine. Even if romance ran out of rhyme. You would still have my heart, Until the end of time. You're all I need, my love .. lanjutnya. Saya senyum aja.
***