Tahun 2006 ada email masuk dari orang yang tak saya kenal sebelumnya. Email itu ada di junk box. Saya baru buka setelah 1 bulan. Dalam email itu dia memperkenalkan namanya Andri. Dia mengenal dan tahu alamat email saya dari blog saya. Terlampir proposal proyek. “ Kalau berkenan, mohon dipelajari proposal saya pak “ katanya. Saya pelajari cepat proposal itu dan kemudian saya tutup. Saya membalas email dengan ucapan “ terimakasih”. Setelah itu Andri setiap minggu sedikitnya 3 kali dia kirim email menanyakan tanggapan saya atas proposalnya. Itu berlansung selama 4 bulan. Tetapi tidak satupun saya balas.
Satu saat Andri SMS saya.. “ Kalau bapak ada waktu apa boleh saya bertemu. “ Katanya. Saya balas “silahkan. Saya kebetulan ada di Jakarta.” Dia segera telp saya. “ terimakasih pak. Saya sudah ada di Jakarta. Jam berapa bisa ketemu?
“ Jam 2 di Plaza Indonesia.”
“ Siap pak.”
Ketika kali pertama bertemu saya terkejut. Dia muda sekali. Mungkin usianya belum 30 tahun. Namun cara dia bersikap sangat santun. Sopan. Kalau bicara tidak terkesan terburu buru. Penyampaian pemikirannya runut dan mudah dipahami. Saya yakin , Andri lahir dari keluarga yang sehat lahir batin. Tidak ada kesan wajahnya tentang masa lalu yang complicated. Dia sarjana Aristek. Berambisi membangun apartement mewah di kotanya. Tapi tidak ada modal kecuali design dan mimpi serta semangat. Saat itu saya lebih banyak mendengar dan berakhir tampa jawaban apapun kecuali senyum. Tapi dia puas.
Setelah itu, saya sering ketemu kalau dia Jakarta. Lambat laun dia tidak lagi bertanya soal proposal yang dia ajukan kepada saya. Namun rasa hormatnya tidak berkurang. Pernah satu kali, setahun setelah itu, saya diundangnya makan malam bersama istrinya. Saat itu dia bawakan satu kotak Cigar. “ Waktu kita ngobrol di Cafe lounge di Plaza Senayan. Saya tahu bapak suka Cigar. Ini istri saya yang pilihkan waktu kami trip ke Singapore. “ Katanya menyerahkan kotak Cigar itu. Saya terharu keluarga kecil ini sangat santun kepada saya. Walau tidak ada bisnis yang dia harapkan.
Dua tahun kemudian, saya diundang teman ke Sumatera. Teman punya rencana ikut lelang tanah punya Negara. Karena lokasi tanah sudah berada di kota, jadi cocok dibuat townhouse dan apartemen. Tapi saya tidak tertarik dengan proyek itu. “ Saya mau kalau lahan ini dipakai untuk kawasan light industry kelas menengah.” Kata saya mengajukan alternatif. Tetapi tidak setuju. Sebelum kembali ke Jakarta, saya telp Andri yang saya tahu dia tinggal di kota itu. Dia senang sekali saya ada dikotanya. Hanya 15 menit dia sudah sampai di hotel saya.
Saya ceritakan soal proyek itu. “ Pak saya juga ada rencana ikut lelang. Tetapi engga jadi ikut. Engga ada dukungan pendanaan” Katanya.
“Apa rencana kamu untuk lahan itu?
“ Buat kawasan industri kelas menengah dan sebagian kawasan bisnis. Jadi hanya industri yang tidak ada limbah yang bisa masuk dalam kawasan itu.” Katanya.
Saya terdiam. Mengapa pemikirannya sama dengan saya.
“ Kamu sudah punya rencana dan design proyek itu.”
“ Sudah pak. Kalau bapak berkenan mari mampir ke kantor saya. Saya akan perlihatkan semua.” Katanya. Saya segera berdiri dan melangkah ke luar hotel “ Mari kita bicara di kantor kamu saja” kata saya.
Benarlah. Dia memang sudah punya rencana lengkap walau masih sebatas soft design. “ Andri, kamu ikut lelang. “Kata saya dengan tegas dan mimik serius.
“ Tapi saya tidak punya pendanaan pak.”
“ Saya akan siapkan.”
“ Wah pak. Harga tanah diperkirkan lebih Rp 1 triliun. Belum lagi biaya bangunnya.”
“ Ya kenapa ? Saya dukung kamu.”
“ Siap pak. Segera saya laksanakan proses lelang. Nanti saya lapor”
Seminggu kemudian dia telp saya. “ Pak, panitia lelang minta bukti dana sebesar Rp. 1 triliun minimal. Bagaimana saya dapatkan bukti dana itu?
“ Kamu terbang ke Singapore. Setelah sampai telp saya. Ada orang yang akan tuntun kamu dapatkan bukti dana. Pastikan bawa semua proposal proyek termasuk bukti ikut lelang” Kata saya.
“ Siap pak.”
Sebulan kemudian, dia datangi saya “ Pak, peserta lelang yang lolos hanya 2 termasuk saya. Tapi salah satunya lawan berat pak. Dia konglomerat. Padahal dia tidak punya bukti dana. Gimana ya pak. Apa mungkin kita bisa menang.” katanya dengan nada kawatir. Saya senyum aja.
Malamnya saya ajak dia meeting dengan seseorang di Grand Hyatt. Saya perkenalkan Andri “ Saya hanya ingin pastikan, proses lelang itu konsisten dengan syarat dan ketentuan. Kan engga enak kalau sampai ada yang kalah bocorkan ke media masa dan akhirnya KPK tahu. “ Kata saya kepada seseorang itu. Usai meeting dia sempat lama menatap saya. “ Pak terimakasih. Puji Tuhan saya bertemu bapak. Andaikan kalah juga saya puas. “ Katanya berlinang air mata. “ Network bapak luar biasa. “ Lanjutnya.
Sebulan kemudian dia telp dengan riang. “ Terimakasih pak. Saya menang tender dapatkan tanah itu. Bisa saya ketemu bapak.”
“ Saya lagi di Hongkong.”
“ Saya segera terbang ke Hong kong” katanya.
Ketika menghadap saya. “ Ini pak. “ Katanya menyerahkan dokumen tebal. “ sudah ada detail engineering proyek itu lengkap dengan laporan studi kelayakan. Masalahnya darimana dapat uang. Saya engga ada uang pak.”Katanya menunduk
“ Sore kita terbang ke KL terus ke Penang” Kata saya.
“ Siap pak.”
Setelah selesai urusan kantor saya terbang ke KL bersama Andri. Di KL saya meeting dengan relasi saya. Andri hanya diam dan menyimak saja. “ OK, B, saya akan kondisikan syarikat industri yang tertarik relokasi pabrik makanan olahan ke kawasan kamu. Saya yakin mereka mau. Apalagi jarak Penang dan kawasan industri itu dekat sekali. “ Kata relasi saya. Saya tetapkan harga kavling per meter lebih murah 50% dari kawaswan di Penang. Tentu saja dia tertarik.
Usai meeting saya ajak Andri bicara serius di Hotel. “ Masalah pasar kawasan industri itu sudah aman. Jadi kalau kita cari uang untuk pembiayaan tidak sulit lagi. Kita akan ajukan kredit ecrow. Artinya rekening penjualan diblock oleh lender dalam rekening escrow. Penyelesaian akad jual kavling melalui notaris yang ditunjuk oleh lender. Biaya proyek berdasarkan kontrak EPC. Reimburse sesuai request dari bank custody yang ditunjuk oleh lender sebagai pemilik uang. Paham.” Kata saya.
“ Paham pak. Siapa lender nya ?
“ Kamu temui investment company ini di singapore. “ Kata saya menyerahkan kartu nama. “Dia akan atur semua.”
“ Tapi tanah belum settle karena belum dibayar.” Katanya masih bingung.
“ Ya nanti dia atur semua.”
“ Terimakasih pak.
“ Nah tugas kamu urus semua izin yang diperlukan. Pastikan kontrak off take market dengan Malaysia ditanda tangani. Follow up dengan baik.”
“ Siap pak. Tetapi…”Dia terdiam.
“ Ada apa ?
“ Sebetulnya saya sudah bangkrut sebelum ada proyek ini. Saya malu pak. Gimana terus merepotkan bapak.”
“ Nih uang kamu pakai “ kata saya buka tas traveling dan memberikan uang dollar dalam amplop. “ Ini USD 50,000. Sisanya nanti ditranfer ke rekening kamu.” Lanjut saya. Dia menangis ketika terima uang itu.
Sejak itu saya tidak lagi bertemu dengan Andri. Tetapi dia terus buat laporan mingguan ke saya. Sangat detail. Sampai akhirnya proyek selesai terbangun. Laporan keuangan proyek menyebutkan dia dapat gross margin hampir Rp. 500 miliar. Itu saldo di escrow accont yang dikuasai lender. Dari Rp. 500 miliar itu dia harus memberikan share untuk skema LPF sebesar 70%.
Tahun 2010 dia bertemu saya di Hong Kong. “ Pak, saya harus transfer kemana sisa uang di escrow ?
“ Maksud kamu? kata saya terkejut
“ Itu semua kan milik bapak. Saya hanya kerja.”
“ Itu perusahaan kamu Andri, bukan perusahaan saya. ya uang itu milik kamu. Yang harus kamu bayar yaitu biaya pra-op sebesar USD 350.000 yang kamu ambil dari saya. Itu aja.” Kata saya. Dia segera sujud dan mengucapkan terimakasih berkali kali.
Saya angkat bahunya untuk berdiri sejajar dengan saya. “ Engga usah terlalu terbawa perasaan atas sikap saya. Biasa saja. Kamu pantas mendapatkannya. Karena kamu pekerja keras, berniat baik, jujur dan setia kepada mitra. “ Kata saya. Saat itu juga Wenny masuk kamar kerja saya. Andri membungkuk sabagai sikap hormat kepada Wenny" Pak, Ibu ini kan boss venture capital yang ada di singapore. Saya sekali diperkenalkan oleh CEO di singapore. “ Kata Andri menatap saya bengong. Wenny hanya tersenyum.
Setelah Andri pergi, Wenny berkata kepada saya. “ Dia orang baik. Pernah mitra kita di KL tawarkan pendanaan untuk bailout uang venture capital tapi dia tolak. Padahal dia dijanjikan dapat fee USD 3 juta kalau proyek dilepas. Tanpa harus kerja keras lagi. Sulit cari mitra venture seperti itu dan kamu bisa temukan. Thank bro. “