Thursday, May 07, 2020

Tuhan telah tunaikan niat Tejo.




Sepuluh tahun di rantau. Sepuluh tahun jauh dari sanak keluarga. Sepuluh tahun dibawah gelombang jauh ketengah laut. Akhirnya akupun kembali kekampung ini. Tak ada perubahan berarti dikampung ini. Sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Hingga tak membuatku asing untuk kembali. Pasar desa sudah diramaikan oleh suara musik dari toko penjual kaset. Wanita desa sudah banyak yang menggunakan baju gaya orang kota. Namun selebihnya adalah sama. Tak ada kemajuan. Itulah sekilas yang kutahu ketika menginjak kaki di senja hari. Didesaku , dimana aku dilahirkan.
“ Nah , Jono ,ya “ Terdengan suara sapa dari arah belakangku. Nampak wajah tua yang tersenyum dengan gigi yang menghitam.
“ Bu, Barijah ? Kataku pasti. Ya , Dia ibu dari sahabatku yang bersama sama denganku merantau ke kota.
“ Mana , Tejo. ? “ Tanyanya. Suara agak lambat. Namun wajahnya seakan menyiratkan cemas “ Belum sempat pulang ya..” Sambungnya. Kemudian matanya mengarah ketempat lain. Dia terduduk didekat pintu stasiun.
“ Bu..” Seruku sambil memegang bahunya “ Tejo sibuk sekali dikota. Dia belum sempat datang. “ Kataku membujuknya.
“ Tapi ada suratnya kan.”
Aku terkejut. Surat !
“ Ya , Ada. “ Secepatnya aku menjawab dan langsung mengeluarkan kertas dari dalam tasku. Sebetulnya itu bukan surat. Hanya secarik kertas yang hanya coretan tanganku. Tapi setidaknya ini dapat melepaskan rindunya kepada anaknya.. Diciumnya surat itu berkali kali dengan mata berbinar “ Bacakanlah untukku…tolong ya “ Kata Bu Barijah. Aku tahu dia tidak bisa membaca.
Akupun membacakan surat itu dengan karanganku sendiri. Kata demi kata meluncur dengan berat. Setiap gerak bibirku diperhatikan oleh Bu Barijah seperti dia sedang membayangkan Tejo didepannya. Usai membaca surat dia , tertawa dan tersenyum kepada kesemua orang yang ada didepan stasiun itu. “ Tejo akan pulang. Kalian dengar itu..Anakku akan pulang.” Suaranya agak meninggi kegirangan. Orang orang yang lalu lalang di stasiun hanya tersenyum. Ada juga yang melihat aneh kearah Bu Birjah. Tapi Bu Birjah tak peduli.

Sesampai dirumah. Ibu menyambut hangat kedatanganku.Begitupula dengan ayah dan adik adiku. Walau tak banyak uang yang kubawa namun kebahagiaan mereka dengan kehadiranku lebih dari segala galnya. Malamnya ibu berkata kepadaku “ Jo, Kamu bertemu dengan Barijah di stasiun ?
“ Ya, Mbok..”
“ Sudah hampir setahun dia selalu ada di stasiun menanti kedatangan Tejo. Kadang sampai ketiduran di Stasiun. Akhirnya dia tak mau lagi pergi meninggalkan stasiun. Semua orang menyangka Barijah sudah gila. Tapi dia tetap waras. Ibu tahu betul itu. Dia hanya rindu anaknya. Kapan ya Tejo pulang. Gimana kabarnya..”
“ Lantas siapa yang kasih dia makan. “
“ Orang orang yang ada di stasiun. Mereka iba dengan nasip Barijah yang punya anak tunggal yang pergi merantau dan juga menjada ditinggal mati oleh suami. “
Aku hanya terdiam. Bayanganku langsung kepada Tejo, sahabatku dari sejak kanak kanak. Kami memang tak pernah menyelesakan sekolai SLTA.Kami hanya tamat SLTP. Sebagai anak petani yang miskin ,memang kami tak berharap banyak dari orang tua. Ada rasa tanggung jawab untuk membahagiakan orang tua untuk sekali seumur hidup. Setidaknya itulah harapan Tejo untuk membawa ibunya ke Haji. Mungkin naïf rasanya bila berharap terlalu jauh nasip akan berubah bagi kami anak desa yang tak berpendidikan. Tapi , tekad sudah bulat. Kami harus meninggalkan desa. Sebelum berangkat sebetulnya Tejo agak berat langkahnya pergi meninggalkan ibunya. . Dia anak tunggal. Apalagi ayahnya sudah meninggal.
Terbayang wajah Bu Barijah melapas kepergian kami di stasiun kereta. Wajahnya nampak kawatir.Air matanya berlinang. Tak lepas pagutan matanya memandang kereta melaju sampai hilang ditikungan. Tejo nampak tegar. “ Aku harus segera kembali kedesa dengan sukses Jo. Aku ingin membahagiakan si Mbok. Syukur syukur aku bisa bawa si Mbok ke Mekah..” Itulah kata Tejo yang tak pernah kulupakan. Setelah menempuh perjalanan yang panjang. Akhirnya sampailah kami di kota. Sanak famili tak ada. Kecuali teman teman sekampung yang dituju. Itupun rata rata mereka hidup sangat serba terbatas. Tinggal dirumah reot ,dipinggir kali.
Di kota kami bekerja apa saja, Kadang jadi kuli bangunan. Kadang jadi pedagang asongan. Kadang jadi pengais sampah. Tak terasa waktu berlalu. Keakrapan bersama Tejo lambat laun semakin memudar. Tejo sudah jarang dapat ditemui. Belakangan yang kutahu dia sudah beristri dan tinggal di Tempat Pembuangan Sampah. Daerahnya cukup jauh dari tempat tinggalku.. Akupun sudah disibukan dengan hari hariku . Tapi batin ku tak pernah melupakan Tejo.
Suatu hari pada Jumat malam. Aku tersentak dari tidur ku. Aku bermimpi tentang Tejo. Dalam mimpiku tejo berkata “ Aku akan bersama sama si Mbok ke rumah Allah.” Paginya, aku langsung ke tempat Tejo tinggal. Setelah bersusah payah bertanya tempat tinggal Tejo, akhirnya aku dapat menemukannya. Tapi …apa yang kudapi. Tejo sudah dipanggil oleh Allah. Tadi malam tepatnya. Dia meninggalkan seorang Istri dan anak. Sebetulnya bukanlah istri sesungguhnya. Wanita itu seorang janda dengan satu anak yang tak jelas siapa bapaknya. Tejo melindungi janda itu dan menafkahinya.
“ Tejo ,orangnya baik sekali. Tak pernah sungkan untuk menolong siapapun. Tak pernah bertangkar dengan siapapun. Semua kami mencintainya. Pernah kami disini mau sokongan untuk mengobati penyakit paru parunya tapi dia menolak. Dia selalu tegar dengan penyakitnya. Entah apa yang membuat dia begitu tegarnya…” demikian teman temannya.
“ Lebih empat tahun dia melindungi saya. Selama itu dia tidak pernah menyentuh saya. Walau dalam sakit sekalipun dia tetap bekerja untuk menafkahi kami. Dia ingin sekali menikahi saya setelah dia dapat membawa ibunya pergi haji. Tapi….” Demikian wanita itu berkata tentang Tejo sahabatnya. Wajah wanita itu sembab karena lelah dalam kesedihan teramat dalam.
“ Jono…Kamu melamun ya..” Teguran ibu membuyarkan lamunanku.
“ Eh ya mbok. Oh , ya sejak kapan Bu Barijah mulai sering menanti di stasiun itu “ tanyaku
“ Sudah hampir setahun. Atau tepatnya ketika adik kamu menikah. Hari jumat malam. Ibu ingat betul itu. Karena malam itu dia datang ke rumah di tengah acara perkawinan. Dia bilang tak bisa lama lama karena harus menjemput Tejo di Stasiun untuk kereta sore..” . Oh itu tepat hari kematian Tejo.
Seusai makan malam aku sempatkan datang kestasiun untuk menemui Bu Barijah. Kedatangaku disambut hangat oleh Bu Barijah. Dia duduk dipinggir stasiun dengan tikar lusuh. Bajunya lusuh. Udara malam dibalutnya dengan sarung.
“ Jo.. terimakasih. Tadi Tejo sudah datang temui ibu. Dia sehat Jo. Dia peluk ibu. Dia ingin ajak ibu pergi kerumah Tuhan..”
“ Oh Ya bu..” aku pikir Bu Barijah sudah gila atau berhalusinasi karena kerinduan teramat dalam kepada Tejo.
“ Ya Jo. Dia datang kuda putih. Gagah sekali Jo. Ibu mau ikut Tejo..” Kata Bu Barijah nampak ceria.
“ Ya Mbok…”
“ Kamu jangan pergi dulu ya. Tejo sedang pergi sebentar. Dia janji akan jemput ibu..tunggu ya..”
Aku tak bisa berlama lama bersama Bu Barijah.Semakin lama aku disini bersamanya semakin tertekan jiwanya. Semakin dalam kerinduannya kepada Tejo. Karena bagi Bu Barijah aku dan Tejo adalah dua anak yang selalu lekat dalam pikirannya. Apalagi , waktu dulu ibu sedang sakit, Bu Barijah lah yang menyusuiku. Karena waktu kelahiran Tejo dan aku hanya berjarak dua hari. Akupun kembali kerumah dengan langkah berat. Ingin rasanya membawa Bu Barijah pulang. Ingin rasanya aku menyampaikan hal yang sebenarnya tetang Tejo yang sudah almarhum. Tapi semua itu tak bisa bibirku bergerak.
Pagi harinya. Suara diributkan oleh orang kampung yang mengabarkan bahwa Bu Barijah meninggal tadi malam di stasiun. Orang kampung, termasuk aku berlari ke stasiun untuk membawa jenazah Bu Barijah. Jasadnya yang membeku di stasiun itu, nampak dalam keadaan tersenyum bahagia sambil memegang erat kertas yang tadi kubacakan sebagai surat dari Tejo…
Aku terkesiap memandangi jasad Bu Barijah. Airmataku berjatuhan. Aku menangis sejadi jadinya. Ibu memelukku. “ Kabarkanlah kepada Tejo…” suara ibu berbisik kepadaku…

Tejo memang berhasil membawa ibunya kerumah Tuhan. Memang Tejo tak berharta. Dia Maskin. Namun Akhlaknya yang mulia melindungi seorang janda yang terabaikan dengan seorang anak terlantar adalah harta tak ternilai untuk membawa ibunya kerumah Tuhan dengan senyum. Allah tak melihat dari apa yang kita berikan kepada Ibu kita tapi seberapa jauh kasih sayang dan cinta kita dibalik pemberiaan itu , walau itu hanya sebatas niat yang tak tertunaikan .Selagi ada niat untuk berbakti kepada ibu , selagi akhlak mulia bertaburan dimuka bumi maka selama itupula seorang ibu pantas melahirkan kita untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Allah telah menunaikan niat Tejo .

Mencintai Ibu

“ Permisi mas “ kata wanita itu ketika hendak ke toilet terhalang oleh petugas cleaning service yang sedang bekerja di jalan menuju ke toilet. Ketika dia usai dari toilet, pria itu tersender di dinding dengan wajah pucat. Wanita itu meraba kening pria itu. Panas. Dia langsung memanggil satpam dan membawanya ke rumah sakit.  Wanita itu menjamin biaya berobat pria itu sampai dinyatakan sehat oleh petugas UGD.Menurut dokter, pria itu kena asam lambung. Wanita itu memberi ongkos pulang kepada pria itu. “ Terimakasih Mbak. “ 
“ Nama kamu Fathur ya ?
“ Ya Mbak. 
“ Ya udah hati hati ya di jalan. istirahat dan makan yang cukup. “ Katanya. Dia kembali ke kantor tapi rencana meeting jadi tertunda. Deal yang sudah depan mata gagal. 

Bertahun tahun kemudian, wanita itu tidak juga berhasil dalam karirnya sebagai petugas sales. Padahal dia sudah bekerja keras dan focus. Hasilnya hanya cukup untuk makan dan bayar sewa rumah tanpa bisa menabung. Usia sudah diatas 30 tahun. Tidak ada pria yang serius untuk meminangnya walau dia berkali kali menjalin hubungan. Sepertinya sukses sebagai sales sama sulitnya dengan menjalin hubungan dengan pria. Maklum dia wanita dari keluarga miskin. 

“ Mbak …” terdengar suara panggilan dari dalam kendaraan mewah yang berhenti tepat disampingnya yang sedang menanti kendaraan di halte. Dari dalam kendaraan keluar pria gagah berdasi. “ Masih ingat saya..” Kata pria itu.
Dia berusaha mengingat. “ Ah, kamu dik fathur kan.” 
“ Ya mbak. Mau kemana ?
“ Mau pulang.”
“ Kemana jurusannya?
“ Bekasi.”
“ Saya antar ya. “
“ Loh engga ngerepotin.”
“ Kebetulan kita satu arah. “

Pria itu bercerita perjalan hidupnya sampai dia sukses seperti sekarang. Dulu waktu dia bekerja sebagai cleaning service, itu dia sedang menyelesaikan tugas akhir S1 nya. Tetapi karena keluarganya miskin dan ayahnya meninggal, dia terpaksa cuti kuliah untuk kerja  terlebih dahulu. Tahun 1998 banyak perkebunan sawit PIR ditelantarkan oleh konglomerat. Dia diajak temannya bekerja di daerah di perusahaan yang  mengelola kebun sawit milik petani dan membantu memasarkannya. Dia berhasil kerjasama dengan PTP untuk membantu proses pemasaran hasil kebun petani namun dengan syarat dia harus mendapatkan mitra buyer. Bersama temannya dia berangkat ke Singapore untuk mendapatkan mitra dari trader CPO. Nasip baik datang. Ada trader yang mau jadi mitranya. Sejak itulah usaha tempat dia bekerja berkembang. 

Mitranya dari Singapore memberi kepercayaan untuk akuisisi kebun sawit yang macet di BPPN. Diapun dapat saham dan bermitra dengan trader CPO Singapore. Hidupnya berubah. Sekarang dia punya puluhan ribu hektar kebun sawit dan empat pabrik kelapa sawit. Bersama teman temanya dia membuka usaha dibidang property dan pertambangan.  Wanita itu tidak bisa membayangkan pria yang tadinya dia kenal sebagai cleaning service, 10 tahun kemudian sudah jadi pengusaha besar. Reformasi memang banyak menenggelamkan pengusaha lama dan melahirkan banyak pengusaha baru. 

Keesokannya pria itu telp wanita itu untuk bertemu kembali. Pria itu membawa wanita itu kerumahnya yang megah dikawasan mewah. Dia terpesona. “ Kamu belum menikah, Fathur ?
“ Belum mbak. Gimana dengan mbak ?
“ Saya juga belum. Mengapa kamu belum menikah. Bukankah kamu punya segala galanya?
“ Saya tidak akan menikah kalau mamak saya tidak mau tinggal dirumah saya. “
“ Loh kenapa mamak kamu tidak mau tinggal bersama kamu?
“ Entahlah. Pening saya. Bisa bantu saya untuk yakinkan mamak saya.” 
“ Maksud kamu “
“ Mbak bilang, kalau mbak calon isri saya dan inginkan mamak saya tinggal bersama saya “
Wanita itu terdiam. Sandiwara apa ini. Mengapa harus memperdaya ibunya.
“ Bantu saya mbak.” kata pria itu memelas.
“ Ya udah. “
“ OK kalau begitu, besok pagi kita ke Medan. Temui mamak saya.”
***
“ Mak, ini calon istriku. Bukankah mamak janji akan ikut aku kalau aku punya istri.”
“ Mamak engga mau tinggal sama kau. Mamak sudah senang tinggal dirumah pemberian ayah kau.”
“ Tapi aku punya rumah besar di Jakarta. Aku ingin mamak senang dimasa tua mamak. Biar aku yang merawat mamak.
“ Aku disini senang.”
“ Tapi aku sulit untuk tiap minggu jumpa mamak. AKu sibuk. Mengertilah Mak. Ikut aku.”
“ Engga mau aku. Jangan kau paksa aku. Kalau kau sibuk, tidak perlu tengok mamak “

Wanita itu terdiam. Dia tidak mampu melihat wajah ibu dari pria itu. Wajah itu wajah kerinduan dan kesepian dari seorang ibu, yang punya anak tunggal, dan menjanda. Walau rumah ibunya dibangun mewah namun tidak membuat ibunya bahagia. Akhirnya mereka pulang tanpa bisa membujuk ibu pria itu.

Setelah setahun hubungan mereka semakin akrab. Kalau ada waktu senggang pria itu selalu menyempatkan waktu bertemu dengan wanita itu. Suatu saat pria itu berkata “ Waktu kali pertama melihat mbak, saya sudah jatuh cinta. Apalagi ketika tahu mbak membantu saya yang miskin. Sejak itu saya berjanji kalau saya jadi orang kaya, saya akan melamar mbak. Apakah mungkin? 

Wanita itu tidak menjawab. Berhari hari pria itu menanti jawaban dari wanita itu, yang akhirnya wanita itu menjawab “ Maaf, saya tidak bisa  menerima lamaran kamu.”
“ Mengapa ?
“ Kalau dengan ibu yang melahirkan kamu saja kamu tidak  bisa memahami kebutuhannya, bagaimana kamu bisa memahami saya. Bagaimana kamu bisa mendidik anak anakmu untuk mengerti saya. Apalagi kalau saya sudah tua”
“ Emang apa kebutuhan mamak saya “
“ Waktu dan perhatian kamu, bukan harta kamu. Itulah yang tidak bisa kamu delivery..” 

Wanita itu berlalu dari hadapan pria itu.

Hikmah cerita: Mencintai ibu bukan dengan uang dan harta tapi kita harus mampu menjaga perasaannya, yang kadang semakin tua semakin menuntut kita untuk semakin bersabar

Pilihan...



Saya punya teman etnis Yahudi. Namanya Daniel. Mungkin termasuk Yahudi yang taat. Dia tidak makan babi, tidak minum alkohol dan tidak menyentuh wanita yang bukan muhrimnya walau itu sahabat dekatnya. Bahkan menurut cerita dia disunat. Walau dia punya business private equity dan boutique investment namun penampilannya sederhana. Tak ada ada jam tangan dan kacamatanya merek standar. 


Mengapa saya tertarik menulis tentang sahabat saya ini ? karena pemikirannya termasuk Yahudi yang moderat. Jadi bukan Yahudi yang kolot. Pernah waktu melihat ada wanita bergerombol mendatangi Bar, Sabri, salah satu teman saya dari Malaysia nyeletuk “ mereka jauh  jauh datang dari negerinya, hanya untuk jadi PSK ilegal. Kalau bukan karena kemiskinan tidak mungkin mereka mau datang ke Hong Kong. Itu karena di negerinya Tuhan tidak hadir, walau mereka beragama.”


Saya tersenyum. 


“ Tuhan selalu hadir, kapan saja , dimana saja.” Kata Danieli menyikapi omongan Sabri. “ Jangan kamu lihat kemiskinan lantas kamu bilang Tuhan tidak hadir. Kamu lebih kafir dari Setan. Sejahat jahat setan, tidak pernah mengabaikan Tuhan. Tetap percaya kehadiran Tuhan dimana saja dan kapan saja.” sambungnya dengan tenang. 


“ Tapi kemiskinan itu karena pemerintah zalim. Hanya memberi kesempatan kepada orang kaya saja.” Kata Sabri


“ Tadi Tuhan kamu keluhkan tidak hadir, sekarang pemerintah kamu keluhkan zalim. Di kepala kamu hanya ada mengeluh. Semua disalahkan.” Kata Daniel.Saya tersenyum. 


“ Saya tidak mengeluh, tapi saya bicara soal empati dan keadilan. “ mulai sewot Sabri


“ Lantas kamu anggap Tuhan dan Pemerintah tidak punya empati dan keadilan. Hanya kamu yang peduli ? 


“ Saya hanya mengingatkan. Itu aja”


“ Ya mengingatkan cara bersikap yang salah. Karena itu kalau besok ada orang bicara keadilan untuk si miskin kamu jadi follower, besok ada orang bicara Tuhan, kamu jadi Follower. Ketahuilah, hidup bukan retorika tapi perbuatan. Karena dengan retorika, bisnis atas nama keadilan dan Tuhan bisa mendatangkan uang dan kekuasaan.. Dan kamu jadi follower dari profesional yang menjual retorika itu. Itulah yang terjadi di negara yang mayoritas beragama. Mereka brengsek daripada kapitalis. “Kata Daniel.


Sabri terdiam.


Tuhan itu Maha Adil dan Maha bijaksana. Lanjut Daniel.  Tidak ada orang dilahirkan untuk jadi miskin dan di zolimi. Namun karena manusia di beri Tuhan hak Free Will maka setiap manusia punya pilihan menentukan sendiri jalannya. Karenanya surga dan neraka tercipta, Kaya miskin terbentuk. Business dan economy class tersedia. Justru keadilan Tuhan itu ada karena selalu di dunia ini berpasangan. Setiap pilihan berkaitan dengan Mental kita sendiri. 


Kami, yahudi mengejar harta namun tidak menumpuk harta non Produktif. 90% elite terkaya di dunia sekarang adalah orang Yahudi. Padahal kami minoritas. Tetapi istana dan rumah termewah di dunia adalah milik orang islam seperti Raja Arab, dan Brunei. Emas terbanyak di miliki orang islam tapi penguasaan saham di bursa adalah Yahudi. Tempat ibadah terbanyak di miliki orang Islam tapi penguasaan saham di perusahaan multinasional adalah Yahudi. Ini soal pilihan. 


Kami tidak hidup dalam simbol material: dalam bentuk harta,istana, kendaraan rubicon, lamborghini, alphard atau apalah dan tidak juga tempat ibadah bertebaran dimana mana. Tapi dalam bentuk seni berbagi dengan cara smart. Penguasaan saham lewat bursa memberikan kesempatan orang yang punya effort mentunaikan fungsi sosial perusahaan. Penguasaan saham di perusahaan secara langsung, satu cara mengaktualkan ide berbagi secara intelektual dan spiritual.


Dengan seni berbagi itu walau kami tidak punya negeri yang dirahmati Tuhan seperti kalian, tapi kami menjadi mesin berkembangnya peradaban. Kelaparan, kemiskinan di planet bumi ini terjadi karena pilihan pribadi manusia sendiri. Mereka dididik dari kecil harus utamakan retorika agama, dan sorga lebih utama. Tapi anehnya ketika mereka kalah bersaing mereka salahkan Tuhan dan Pemerintah. Padahal ketika mereka sibuk mengisolasi dirinya dari luar agar suci dan bersih, orang lain berjuang mengembangkan iptek dan pasar. Pilihan berbeda, tentu hasil juga berbeda.


Jadi kalau kalian mencintai Tuhan dan ingin mengaktualkan Tuhan, maka jangan jadikan materi sebagai Tuhan. Karenanya jauhi barang mewah berlebihan, apapun itu dan berbagilah, tetapi lakukan itu dengan smart.

Jodoh...

“ Sampai kapan Mas begini terus ? kata Sri suatu waktu.. Setahun setelah tamat kuliah aku mendapatkan pekerjaan. Setahun setelah itu , aku sudah berniat untuk melamar Sri untuk menikah. Makanya aku mengambil rumah BTN walau harus mencicil. Namun rencana tinggal rencana yang terjadi terjadilah. Ayah terkena stroke dan terpaksa berhenti bekerja sebagai masinis kereta api. Keadaan ekonomi kedua orang tuaku menjadi semakin sulit. Akupun bertindak cepat. Kedua orang tuaku berserta adik adiku kuboyong ke Jakarta untuk tinggal bersamaku. Maka ramailah rumahku. Mira, Dewi dan kedua orang tuaku menjadi bebanku.

“ Aku tidak pernah berharap beban datang tapi kalau datang pantang kutolak. Aku berharap kamu bisa mengerti. Janganlah karena mereka tinggal dirumaku lantas rencana menikah kita gagal “ Kataku memelas.

“ Aku tidak pernah membayangkan keadaan ini akan terjadi. Kita pacaran sejak masih sama sama di universitas. Udah 6 tahun hubungan kita. Tapi sikap Mas engga pernah berubah” Kata Sri. “ Tadi kupikir ketika Maria menikah, beban Mas berkurang. Tapi dia kembali ke rumah Mas, menjadi beban Mas, karena suaminya tugas belajar ke luar negeri. Entah kapan akan dijemput suaminya. Kemudian, Budi, adik sepupu Mas menjadi beban Mas pula. Alasannya orang tuanya tidak mampu di kampung. Kakak sepupu Mas mengirimnya kepada Mas untuk melanjutkan ke Universitas.

Kemudian, tadinya aku senang ketika Dewi sudah bekerja dan dapat suami. Dia akan mandiri. Namun hanya dua tahun berselang, dia bercerai setelah punya anak satu dan kembali mereka menjadi beban Mas. Belum cukup. Om Feri,. adik ayah Mas yang paling bungsu juga Mas tampung. Bukan hanya Om Feri tapi juga kedua anaknya. Dan ketika kedua anaknya sudah bekerja, om Feri tetap tinggal sama Mas. “ Kata Sri seperti sedang mengadili ku.. Aku hanya diam berusaha mengerti dan siap menerima keputusannya.

“ Sri, mereka semua hadir karena alasan yang yang jelas. Aku adalah putra ibuku dan kehadiran ibu di dekatku, di rumahku adalah ladang ibadah tak ternilai untuk kuberbakti sampai hayatnya. Mira tak ingin tinggal di rumahku andaikan suaminya tidak menitipkannya kepadaku, kakaknya.. Dan juga menjadi tanggung jawabku untuk menjaganya dari fitnah selama suaminya tidak ada didekatnya. Dewi, adikku yang janda. Tentu aku harus menjaganya karena tak aman bagi seorang janda tinggal seorang diri di rumah.

Om Feri tentu juga tak ingin tinggal dirumahku kalau dia mampu. Budi juga tak ingin membebaniku bila saja orang tuanya mampu. Deni tentu akan lebih senang tinggal dengan orang tuanya bila orangtuanya mampu.. Cobalah mengerti…”

“ Sebaiknya kita putus disini saja Mas. Aku engga bisa berharap banyak dengan Mas. “ Kata Sri. Hubungan 8 tahun kandas begitu saja.

Di rumahku , ada delapan manusia yang menjadi bebanku. Mereka hadir melengkapi hidupku. Walau sampai di usia 35 tahun, aku belum menikah namun kehadiran mereka tidak membuatku kesepian. Pekerjaanku hanyalah junior auditor di perusahaan asing. Aku tinggal di komplek perumahan BTN ukuran 70 Meter. Awalnya rumah ini hanya dua kamar. Tapi seiring bertambahnya anggota keluarga, akupun berusaha menambah ruangan lagi. Sekarang tersedia empat kamar berukuran kecil untuk sekedar memisahkan setiap orang punya privasi sendiri. Ruangan tamu teramat sempit dan menyatu dengan ruang makan. Tapi walau begitu, kami selalu bahagian dirumah ini. Canda dan tawa selalu mewarnai kehidupan kami. Hati kami lapang ditengah ruangan yang serba sempit.

Sejak putus dengan Sri, Mas Burhan mencarikan jodoh untukku tapi tak pernah ada kelanjutannya. Adikku Mira juga mengenalkan aku dengan teman temannya tapi seperti biasanya mereka mundur sebelum hubungan berlanjut serius. Ada teman di kantor yang kuyakin dia menyukaiku tapi memilih menikah dengan pria lain tanpa alasan yang jelas. Tapi yang pasti , aku tahu bahwa mereka para wanita itu tidak mau hidupnya mengambil resiko terlalu besar dengan melihat beban hidupku yang juga besar. Aku maklum dan mereka punya hak untuk bersikap.

***
Hari berlalu, berganti minggu dan minggu berlalu melewati bulan dan tahun. Usiaku sudah 45 tahun. Di rumahku kini hanya tinggal aku seorang diri. Dewi sudah dapat jodoh lagi. Menikah dengan pengusaha. Tinggal di Kalimantan. Ibuku tinggal dengan Dewi. Maria pindah ke Jepang ikut suaminya yang memilih berkarir di sana. Om Feri sudah meninggal karena kanker Paru paru. Budi dan Deni sudah bekerja dan tinggal di luar kota. Jabatanku di kantor juga sudah naik sebagai Chief Accountant. Dan aku masih Jomblo.

Suatu saat Sri datang ke kantor ku. Dia bercerita bahwa dia sudah bercerai dengan suaminya. Dua anaknya tinggal dengan dia. Aku senang karena Sri ingin bertemu lagi denganku. Aku tetap mencintainya walau dulu dia pergi meninggalkanku. Itu sebabnya aku cepat berkata “ Mari menikah denganku, Sri “

“ Aku sudah tidak muda lagi, Mas. Aku akan membebani Mas dengan dua orang anakku.”

“ Engga apa apa kok. Kamu tetap Sri ku”

“ Ya aku kenal betul pribadi Mas. Itu yang kusesali mengapa dulu aku bertindak bodoh. “

“ Lupakan masa lalu. Kadang kita harus melewati semua hal untuk menemukan hikmah dari perjalanan hidup kita. Hidup bukan apa yang kita dapat tetapi apa yang kita beri. Bukan apa yang kita perlajari tapi apa yang kita ajarkan. Bukan apa yang kita pikirkan tetapi apa yang kita lakukan. Aku yakin, kita akan baik baik saja. Aku senang dibebani oleh kedua anakmu. Mereka akan jadi belahan hatiku sebagaimana aku mencintai ibunya, Ya kan..”

Setelah menikah, Sri bersikukuh mengajak ibuku tinggal bersama kami. Dia akan merawat ibuku. Bukankah aku anak tertua ibuku, yang harus bertanggung jawab kepada ibuku, katanya. Sampai kini curahan perhatian dan kasih sayang Sri kepada ibuku sangat luar biasa. Aku senang akhirnya aku bisa menua bersama dengan orang yang kucintai. Tuhan maha adil…

Saturday, May 02, 2020

Kebodohan berjamaah


Abunawas berjalan di tengah pasar sambil menengadah melihat kedalam topinya. Orang banyak perhatikan ulah Abu Nawas itu dengan wajah heran. Apakah AbuNawas telah gila ? Apalagi dia melihat kedalam topinya sambil tersenyum dan penuh bahagia. Salah seorang datang menghampiri Abunawas 

" Wahai saudaraku, apa yang sedang kamu lihat di dalam topi itu?
" Aku sedang melihat sorga lengkap dengan barisan bidadari.." Kata Abunawas dengan wajah cerah dan senyum puas.
" Coba aku lihat ! 
" Saya engga yakin kamu bisa melihat seperti yang saya lihat"
" Mengapa ?
" Karena hanya orang yang beriman dan sholeh saja yang bisa lihat sorga di topi ini." Kata Abunawas meyakinkan.
" Coba aku lihat. " Kejar si penanya penasaran.
" Silahkan " kata Abunawas...

Orang itu melihat kedalam topi itu dan sejenak kemudian dia melihat kearah Abunawas " Benar kamu..aku melihat sorga di topi ini dan juga bidadari. Subhanallah ...Allahuakbar " Kata orang itu berteriak dan didengar orang banyak . Abu Nawas tersenyum. Sementara orang banyak yang menyaksikan ulah abunawas ingin pula membuktikan apakah benar ada sorga di dalam topi itu. Abu Nawas mengingatkan kepada mereka semua " Ingat hanya orang beriman dan sholeh yang bisa lihat sorga didalam ini. Yang tak beriman tidak akan melihat apapun."

Satu demi satu orang melihat kedalam topi Abunawas itu. Ada yang dengan tegas menyatakan melihat sorga dan ada juga yang mengatakan ABunawas bohong. Abunawas tetap tenang saja sambil menebar senyum. Akhirnya, bagi mereka yang tidak melihat sorga di dalam topi itu melaporkan kepada Raja. Bahwa Abunawas telah menebarkan kebohongan kepada orang banyak. Raja memanggil Abunawas menghadap raja. Di hadapan raja...

" Abu nawas! Seru raja" benarkah kamu bilang di dalam topi mu bisa nampak sorga dengan sederet bidadari cantik?

' Benar raja. Tapi yang bisa lihat hanya orang beriman dan sholeh. Bagi yang tidak bisa melhat itu artinya dia tidak beriman dan kafir"

" Oh begitu..Coba saya buktikan apakah benar cerita kamu itu." Kata raja, yang segera melihat kedalam topi Abunawas dari sudut kiri dan kanan, atas dan bawah. Akhirnya raja terdiam seakan berpikir " Benar tidak nampak sorga di dalam topi ini. Tapi andaikan aku bilang tidak ada sorga maka orang banyak akan tahu aku termasuk tidak beriman dan termasuk kafir. Tentu akan hancur reputasiku" Demikian kira kira yang di pikirkan Raja. .Akhirnya " Benar! Saya sebagai saksi, bahwa di dalam topi Abunawas kita bisa melihat sorga dengan sederetan bidadari..." Kata Raja setengah berteriak. Orang banyak akhirnya menerima cerita abunawas karena kawatir berbeda dengan Raja...
***
Ketika akal sehat di buang ke keranjang sampah maka akan selalu ada orang culas membungkus agama untuk menciptakan kebodohan berjamaah....

Friday, May 01, 2020

Limited Edition...


Tidak ada yang istimewa bila aku bercerita tentang suamiku. Dia seperti suami kebanyakan. Menurut yang kurasa selama  pergaulan dengannya bahwa dia adalah suami yang bertanggung jawab, mencintai keluarga, walau kadang terkesan tidak setia.  Soal tanggung jawab maka secara materi aku bisa katakan dia termasuk suami yang segelintir. Maklum saja sebagai pengusaha dia bisa memberikan apa saja kebutuhanku. Pakaian bagus, rumah bagus , liburan keluar negeri, kendaran, perhiasan, dan ATM yang selalu penuh. Namun dalam bentuk lain, suamiku sama dengan suami suami lainnya. Tak ada yang terlalu istimewa kecuali memang dia pekerja keras dan mencintai bisnisnya selain aku dan anak anaknya. 

Kadang dengan segala kesibukannya , aku sempat mempertanyakan kesetiaannya namun dia menjawab  “Bahwa sebenarnya kesetiaan itu bukan diukur apakah seseorang berkhianat atau tidak, melainkan apakah ia kembali lagi atau tidak.” Kata-kata itu mungkin menghibur bagi wanita lain tapi tidak bagiku. Ini seperti ejekan yang menyakitkan. Apalagi ketika dia melanjutkan dengan kata kata ‘ Sebagaimana kematian adalah bagian dari kehidupan, demikian juga patah hati atau sakit hati adalah bagian yang sama dengan jatuh cinta. Kalau kamu pernah mengalami sakit hati, cintamu akan menjadi sempurna.”

Dengan tangkas aku membalas kata katanya. “Mungkin akan sempurna kalau aku patah hati dengan lelaki lain, misalnya. Bukan dengan suami sendiri” Ku ingin tahu apa reaksinya. Apakah dia tersinggung soal kata kataku ini. Dia hanya tersenyum.  “Sebetulnya sama saja. Hanya saja sebutan suamiku, menunjukkan kepemilikanmu, jadinya terasa lebih menyakitkan.”

Sedih kan.!

Ketika awal berumah tangga adalah saat awal yang berat hidup bersama pria yang berstatus suami namun mempunya cinta selain aku.  Perhatiannya kepada bisnisnya melebihi segala galanya. Dunianya adalah bisnisnya. Oh, ada lagi rival ku selain bisnisnya, yaitu ibunya. Didunia ini hanya satu yang bisa menghentikan langkahnya untuk pergi rapat bisnis maha penting yaitu ibunya. Tak ada yang dia takuti selain Tuhan dan ibunya. Aku sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi dengan suamiku bila ibunya meninggal dijemput Tuhan. Mungkin separuh atau sepertiga jiwanya juga ikut mati. 

Dalam hal lain , dia merasa bangga dengan keperkasaanya menerjang gelombang,  diatas kelelahan ku berpacu birahi menuju puncak. Untuk hal ini aku senang tapi bukan segala galanya.

“Dalam pikiran lelaki, hubungan seks adalah bentuk cinta. Makin perkasa dia, membuktikan ia makin mencintai. Suami berkewajiban men-delivery kepuasaan batin kepada istrinya, sama halya dia harus bekerja keras untuk men-delivery kepuasaan lahir bagi istrinya.. ” Katanya satu ketika. Bagiku itu tak lain menunjukkan keegoanya sebagai penakluk. Dia pikir apakah urusan tempat tidur disamakan dengan bisnisnya yang harus selalu tampil unggul.  Bagiku semua itu omong kosong. Hanya mitos. Wanita tidak menjadikan ukuran keperkasaan laki laki sebagai dasar menilai seorang laki laki. Bukan. Bagi wanita adalah sentuhan walau hanya sesaat namun dilakukan dengan penghargaan yang tinggi , itu lebih dari cukup.  

Kukatakan kepadanya bahwa akan ada waktunya nanti ketika daya seksual melemah atau habis, cinta memisahkan diri dengan nafsu seksual. Ketika itu cinta tak perlu dibuktikan dengan hubungan seksual. Nafsu seks bisa mati dan berhenti, tapi cinta bisa terus jalan sendiri.  Artinya kalau setelah daya seks melemah, tapi masih bisa betah bersama-sama, itu artinya masih cinta. Saat seperti itu akan datang dengan sendirinya, tak perlu dipaksa, sebagaimana usia. Tanpa kecuali semua bertambah tua, juga dunia. Dia tertawa terbahak bahak. " Bagiku Sex hanya option, bukan segala galanya. Kita akan selalu bersama sama walau tanpa sex. Insya Allah." katanya berargumen

Ya sudahlah, Dia dengan dirinya dan aku bagian dari dirinya, perhiasannya. pakaiannya. Naif sekali.  Dan kini, ia punya hobi baru yang membuatnya mabuk seakan sedang jatuh cinta lagi. Apa itu ? Dia gemar menulis. Menulis apa saja. Bahkan sudah pula bukunya diterbitkan oleh penerbit terkenal. Sepulang kerja di rumah, waktunya di habiskan di depan computer menulis. Entah apalagi yang hendak dia capai dari kecintaannya menulis. Yang pasti tidak ada uang yang dia dapat dari kegemarannya yang baru ini. Padahal selama ini yang menjadi standarnya bahwa apapun kalau tidak ada uang yang didapat , engga usah di kerjakan, apalagi di paksakan berbuat. Hidup tidak ramah dan semua harus bayar. Yang mau gratis harus siap di jadikan duafa dan dipermalukan oleh diri sendiri. 

“Bagaimana abang bisa jatuh cinta dengan menulis "

“Seperti yang selama ini terjadi,” katanya menjelaskan. “Begitu banyak peristiwa berlalu, tapi apakah semua orang memahami perisitawa itu dengan benar. Apakah mereka mendapatkan hikmah? Tidak semua. Tanggung jawab kaum terpelajar adalah mencatat peristiwa itu agar orang membacanya dan mendapatkan hikmah”

“Menulis itu tidak ada gunanya sama sekali. Abang hanya memuaskan ego abang saja.,” kataku.

“Salah, Bukan soal ego tapi soal tangung jawab..”

“ Dan abang menikmati rasa tanggung jawab itu  ? 

“ Aku hanya senang melakukannya. Aku senang. Karena baru kali ini rasa tanggung jawabku membebaskan aku dari rasa inginkan uang, pujian, harapan dan apalah “

“ Jadi abang senang dengan tanggung jawab seperti itu ? Kenapa engga dari dulu dulu. Sekarang abang udah engga muda lagi. Apa tidak sebaiknya gunakan waktu yang terbatas ini untuk hal lain yang menyenangkan" 

“Kesenangan tak akan pernah bisa dikalahkan oleh waktu. Justru kesenangan menang dengan waktu. Walau hanya sejenak , kesenangan makin bermutu. Ingat itu.”

Dan lagi menurutnya “ Aku merasakan bahwa sebetulnya kehidupan manusia ini adalah episode tentang kelemahannya terhadap ruang dan waktu. Ini sudah takdirnya dan dia berdamai dengan takdirnya. Walau manusia terisolasi akan ruang dan waktu namun dia mungkin lebih bahagia bila dia menyadari kelemahannya..”

“Sama denganku.” kataku

“Juga ibuku.” Jawabnya cepat.

“ Mungkinkah abang akan menikah lagi suatu saat?”

“Mungkin, karena semua lelaki mempunyai bakat untuk itu. Tapi secara praktis tak akan menyenangkan. Di dunia ini, satu-satunya standar moral yang aneh dan disepakati di seluruh dunia adalah moral dalam lembaga perkawinan. Bayangkan, semua transaksi sekarang selalu bayar dimuka dan orang akan mendapatkan apa yang dia mau. Dalam perkawinan pembayaran dan ikatan berlangsung selamanya. Kalaulah bukanlah karena Tuhan, lembaga perkawinan adalah kontrak moral yang paling dungu. Itu sebabnya Allah mengatakan silahkan poligami asalkan kamu bisa berlaku adil, sementara Allah mengatakan sendiri bahwa manusia tidak akan pernah bisa berlaku adil. Hanya pria dungu yang tidak paham bahwa izin poligami itu bukanlah free will tapi by tight condition dan mungkin mission impossible. Paham kamu.." 

“Berarti abang  menyesali perkawinan?”

“Satu-satunya yang kusesali dalam hidup ini adalah karena aku tak bisa menyesali apa yang terjadi. Aku bahkan tak mampu menyesali kenapa aku tak dilahirkan di tempat yang paling aku sukai, tempat yang ada sungainya dengan empat musim, lalu aku bisa bermain bola salju ketika salju turun.  Menyesal adalah hasil dari pikiran, dari nalar.  Dan nalar bahkan tak bisa menjelaskan hal yang paling sederhana tentang cinta. Jadi ikhlas melewati hidup adalah cara mudah untuk bahagia."

" Ya,  karena cinta ?

" Ketahuilah oleh kamu, sebesar apapun cinta pria atau wanita kepada selain Tuhan bukanlah cinta yang aman. Mengapa ? Tuhan tidak pernah cemburu. Tuhan tidak pernah meminta. Tuhan selalu memberi. Kedua orang tua kita juga sama, sama  sama cinta dalam arti memberi, tanpa cemburu dan ikhlas berkorban. Cinta aman. Itu sebabnya aku begitu hormat dan sayang kepada ibuku. Karena ibuku adalah cinta amanku, bayang bayang Tuhan..."

“Benarkah semata-mata karena rasa aman yang membedakan cinta sesungguhnya ?” tanyaku.

“Ya. Sesungguhnya cinta selain kepada Tuhan hanya ada dalam pembesaran di pikiran, di perasaan. Cinta tak akan selesai dirumuskan dengan pemikiran. Cinta aman tidak akan kamu peroleh dari anak, cucu, menantu, suami atau istri, harta atau jabatan. Seseorang hanya memiliki satu cinta, yaitu Tuhan , yang bagaikan air sungai, bisa mengalir ke mana-mana, membelok ke selatan atau ke utara, tapi sebenarnya satu arus saja, menuju Tuhan.

“Ketika aku memutuskan untuk melamarmu menjadi istriku maka  itulah keberanian, itulah anugerah Allah. Keberanian, karena banyak cinta diutarakan tanpa keberanian menikah. Anugerah, karena itu hadiah besar dari Tuhan. Semua itulah harga yang kita bayar sepanjang usia berbagi rasa, merawat, memanjakan dan dimanjakan. Kita tak akan merasa aman, merasa tentram, hanya dengan menyewa, membeli atau memandangi. Paham, kan. Aku bisa saja mengagumi keindahan ikan berenang didalam aquarium. Memandangi wanita cantik berbikini melenggok dipinggir kolam renang.  Menyewa escort jelita untuk acara business dinner dengan relasiku. Bisa.! Tapi aku tidak merasakan cinta aman. Aku hanya bisa memandangnya. Tapi… kamu adalah takdirku yang dianugerahkan Allah yang bukan hanya kupandangi tapi memang kamu amanah terindah dari pemberi Cinta, Tuhan.” 

Dan akhirnya aku sadar bahwa aku harus bersyukur memiliki suamiku sebagai anugerah dari Allah walau kadang terkesan seperti ikan yang berenang didalam aquarium , ada kebebasan namun terhalang oleh dinding tebal dalam bentuk budaya dan agama yang mengharuskan aku selalu menjaga kehormatan suamiku dalam kondisi apapun. Menghindari fitnah ketika suamiku sedang tidak ada dirumah. Menjaga dan merawat semua yang di amanahkannya dan menantinya ketika dia pulang , untukku dan semua karena Tuhan tentunya..

"Bagaimana sikapmu sebetulnya terhadap aku, suamimu ? Katanya dengan nada lucu.

" Abang memang bukan pria sempurna tapi ya limited edition".

Ingin jadi sahabatmu saja..

  “ Proses akuisisi unit bisnis logistic punya SIDC oleh Yuan sudah rampung, termasuk Finacial closing. Kini saatnya kita lakukan pergantian...