Sunday, May 14, 2023

Menjadi transformatif..

 




Tahun 2010 Aling datang dari Jakarta ke Hong Kong. Dia sempat mampir ke kantor saya. Dia terkejut. Di Kantor saya hanya ada staff 4 orang, itu sudah termasuk sekretaris. “ Kenapa hanya 4 orang staff ? Tanya Aling.

“ Ya ini kantor saya. Kalau bagian lain ada di tempat lain. Tapi beda gedung. Tepatnya diseberang. Mau lihat ? 

“ Ya mau lah “ katanya semangat. Kami pergi ke seberang gedung kantor saya.


“ Ini gedung punya siapa ? katanya saat sampai di gedung itu..

“ Punya BUMN CHina. Saya sewa 22 lantai.”

“ Untuk apa ?

“ Untuk Business developent, Finance, Investment dan HRD

“ Seluas ini kantornya ?

“ Ya staf intinya hanya 40 orang. Tetapi operationnya lebih  “

“ Gila ya.” Dia geleng geleng kepala ketika keliling ruangan.

“ Ini otaknya Holding saya. Dari sinilah lebih 100 anak perusahaan tersebar di beberapa negara, dikembangkan dan dikendalikan. Kita punya 5 subholding, Agro, kawasan industri, Pharma, HighTech, Financial service” Kata saya. 


Usai keliling ruangan. Kami kembali lagi ke kantor saya. Dia tidak lagi bertanya. Aling duduk di sudut ruangan. “ Kamu terus aja kerja. Biar saya tunggu di sini. Boleh? “ Katanya. Saya senyum aja dan terus melanjutkan kerjaan saya. Membaca laporan dan menerima tamu. Aling hanya memperhatikan saya dari sudut ruang. ALing lihat saya sholat Ashar dan Maghrib di ruang khusus solat yang ada di kamar kerja saya. Jam 7 malam usai rapat saya kembali ke kamar kerja saya. Aling tersenyum. “ Kamu rapatnya hanya 15 menit. Efisien sekali.” Katanya.  


Saya merebahkan tubuh di sofa. “ Capek Ale ?

“ Ya engga lah. Hanya longgarkan urat punggung. “ 

“ Ale boleh tanya engga ? 

“ Ya tanya aja”

“ Kenapa kantor Business Development begitu besar. Banyak lagi karyawannya. Emang ada pengaruh dapatkan cuan.?


“ Business Development itu dalam organisasi disebut supporting group. Tugas melakukan penelitan berbagai aspek business yang berkaitan dengan marketing dan pesaing, produk dan tekhnologi, logistik, Instrument keuangan, geostrategis dan geopolitik, menagement. Itu untuk memastikan setiap kebijakan perusahaan berbasis penelitian dan tentu akademis. “ Kata saya.


“ Bisa jelaskan konkritnya ? 

Saya berdiri dari rebahan di sofa dan duduk menghadapnya. “ Gini ya, Ling. Bisnis di era modern sekarang ini berkembang dengan pesat sekali. Perubahan terjadi disemua sektor. Informasi datang begitu cepat. Nah kalau kita tidak punya team penelitian, kita akan jadi orang bego ditengah perubahan. Kesepian di tengah keramaian. “  


Aling menyimak.


“ Ada enam manfaat penelitian itu. Pertama, dengan penelitian akan memperluas pengetahuan dan informasi. Misal ada peluang mau investasi jalan tol. Dari hasil penelitian bisnis kita tahu bahwa infrastruktur jalan tol itu bagian dari pengembangan kota satelit dan TOD. Nah kalau mau masuk ke bisnis jalan tol, kita tidak hanya focus kepada pendapatan tarif tol, tetapi juga pengembangan kota satelit dan TOD. Kalau hanya andalakn dari tariff, jelas terbelakang berpikirnya. Secara bisnis itu  tidak layak. 


Misal lagi. Kita dapat peluang bangun smelter Bauksit. Kita tidak hanya melihat tersedianya sumber daya mineral Bauksit, tetapi juga memperhatikan tersedianya listrik yang murah. Karena 80% cost pengolahan bauksit itu adalah energi. Kalau tidak ada sumber daya energi murah, seperti PLTA, ya investasi smelter bauksit itu tidak layak.  


Kedua. Dengan penelitian visi kita semakin taja. Walau apapun bisnis selalu ada tantangan namun kita berkembang karena adanya hambatan itu. Analoginya gini. Tahu jeruk? Tahu kan. Nah kalau kita hanya tanam jeruk dan jual jeruk. Itu sangat bersiko karena mudah busuk. Harga tergantung musiman. Petani tidak bisa makmur walau mereka punya lahan pertanian jeruk. Solusinya? Holding punya estate food jeruk di Hunan. Jeruk kita olah jadi bahan baku obat. Ini tentu membutuhkan tekhnologi prosesing sepator memisahkan unsur kimia pada jeruk itu agar VItamin C, A dan lainnya terurai. Setelah diuraikan kita murnikan dan packing Jadilah produk yang menjamin supply chain pabrik pharmacy. Nilai tambahnya 10 kali daripada petani jual jeruk doang. Bisa sustain tanpa ada gangguan apapun. Paham?


“ Wah paham sekali, terusss”


“ Cabe ditanam. Hasilnya dijual untuk sayur perasa pedas. Tapi juga beresiko paska panen. Mudah busuk. Di Jilin, Cabe kita olah dengan tekhnologi cold drier agar aroma dan rasa tidak berubah. Dari sana dihasilkan chili powder, untuk mensuply food Industry produksi sauce. Atau seperi kita punya kebun pisang di Laos. Kita olah pisang dengan tekhnologi separator agar unsur kimianya bisa diurai sehingga bisa jadi bahan baku untuk indusri pharmaci dan makanan. Bisnisnya terus sustain tumbuh berkesinambungan tanpa peduli krisis”


“ Terusss”


“Orang biasa bangun mall. Visinya jual atau sewakan kios. Kita membangun mall, vsi kita sediakan tempat display product branded standar premium. Sewakan kioss hanya USD 30/M2. Sepi pembeli, tewas tuh kios. Tapi sewakan kios untuk display product branded USD 300/M2. Mau ramai atau sepi, tetap dibayar sewa. Perbedaan visi itu tentu berbeda dalam hal design dan management. Jadi bisnis sama. Tetapi revenue beda..”


“ Ale suka sekali kalau kamu bicara soal bisnis, terus aja bicara” 


“ Orang biasa bisnis IT, visi mereka jualan akses kemudahan belanja. Mereka harus bakar uang untuk promosi. Tetapi visi kita dalam bisnis IT, mengubah tataniaga bisnis agar efisien. Kita tidak perlu bakar uang. Karena perubahan tataniaga itu sudah jadi ekosistem bisnis. Contoh kita punya IT Platform Logistic. Semua tergantung kita. Mereka bakar uang, kita yang dapat nilai tambah”


“ Terus.” 


“ Kita tidak punya pabrik celluar seperti Apple. Tapi kita menghasilkan produk yang diperlukan oleh apple. Jadilah kita sebagai supply chain Apple dan lain lain. Tadinya mereka merasa jadi raja. Tetapi lambat laun mereka tidak bisa bisnis tanpa kita. Karena kita kuasai semua riset sparepart mereka. Apple bakar uang untuk promosi dan kita mendapakan nilai tambah karena itu.”


" OK lanjut " 


Ketiga, setiap hari Devisi Business Development mengirim laporan penelitian lewat email dan databased ke seluruh unit usaha dan direksi. Memungkinkan direksi dan staf mendapatkan fakta paling mutakhir. Selalu ada pengetahuan dan penemuan baru di berbagai sektor. Jadi kalau ada rapat antar anak perusahaan, internal unit business, antar anak perusahaan dengan induk perusahaan, itu bisa berlangsung cepat. Karena data dan informasi terupdate, membuat mereka lebih siap untuk mendiskusikan suatu topik untuk mendapatkan solusi, dan membangun ide bersama.


Keempat. Setiap rencana business dibuat atas dasar penelitian itu pasti punya kredibelitas tinggi. Sehingga kita mudah mendapatkan dukungan dari stakeholder dan investor institusi. Mengapa ?  Penelitian memberikan dasar yang kuat untuk merumuskan pemikiran dan pandangan. Para eksekutif dapat berbicara dengan percaya diri dihadapan investor dan banker. Sehingga mudah kita mendapatkan kemitraan dalam bidang apa saja. 


Kelima. Bisnis yang sukses tidak dapat dilakukan tanpa bukti kuat dan riset pasar. Dikatakan demikian, itu menjadikan penelitian sebagai langkah utama sebelum melakukan bisnis apa pun. Bisnis gagal pada tingkat mendekati 90% jika penelitian yang tepat tidak dilakukan. Jadi, selalu lebih baik melakukan riset yang tepat dalam segala hal sebelum terjun ke bisnis apa pun. Bisnis makmur karena mereka memiliki pemilik yang bijaksana yang percaya perlunya team riset yang kuat.” 


Keenam. Peluang bisnis itu bisa datang dari mana saja. Para eksekutif dapat memaksimalkan potensi mereka dan mencapai tujuan mereka melalui berbagai peluang yang disediakan oleh penelitian Business Developement. Artinya peluang yang benar apabila didukung oleh penelitian yang benar.  Paham ya” Kata saya.


“Wah paham sekali.” Kata Aling tersenyum. “ Terus gimana kamu sampai terpikir perlunya penelitian, dan berani lagi berinvestasi pada Business Development. ?


“ Ya karena saya tidak terpelajar. Saya hanya tamatan SMA. Saya percaya sarjana itu sangat penting dan hebat untuk perubahan peradaban yang lebih baik. Engga mudah jadi sarjana. Lah saya aja gagal jadi sarjana. Makanya saya bangun Business Development divisi. Mereka para peneliti adalah lulusan terbaik universitas. Saya juga kontrak dengan pusat penelitian di kampus kampus kelas dunia. Mereka secara rutin mengirim laporan ke pada Divisi Business Development.”


“ Berani banget kamu. Kan engga kecil investasinya?


“ Business kan harus berani. Tetapi tentu didasarkan oleh visi yang kuat. Kalau tampa visi ya mana berani keluar uang besar untuk hasilnya hanya kertas berisi informasi dan data. “


“ Artinya kalau pemerintah tidak berani investasi dibidang riset, itu artinya memang pemerintah membangun tidak punya visi. Makanya gampang sekali kena Frank, Elon Musk, Masayoshi Son, US- IDFC, SWF Abudabi. Gampang dikerjain  Singapore, China, Eropa. Semua rencana tidak berbasis penelitian dan tentu pelaksanaanya tidak efektif dan pasti korup. “ Kata Aling. Saya senyum aja. 


Jam 9 malam. Kami keluar kantor untuk makan malam. “ Gimana mengelola sumber daya yang begitu besar dan jumlah unit usaha yang beragam. Maksud saya gimana mengelolanya dari kemungkinan penyelewengan” Tanya Aling.


“ Penyelewengan terjadi karena sistem. Sistem itu disamping berkaitan dengan organisasi juga berkaitan dengan HRD. Dalam organisasi, kami punya dua kamar. Satu kamar untuk supporting group dan satu lagi kamar untuk operation group.  Dua kamar ini terpisah dari tingkat Holding sampai ke tingkat anak perusahaan. Antara mereka yang mengawasi, berpikir dan melaksanakan berbeda kamar namun satu ikatan yang terstruktur saling mengikat. Menghubungkan itu semua, ada Governance Risk and Compliance yang d design secara IT.


Secara organisasi itu sudah merupakan pengawasan melekat. Sekecil apapun penyimpangan management process pasti ketahuan. Karena itu akan berdampak kepada kinerja business process. Sementara pada business process berhubungan dengan punishment and reward secara langsung. Holding memberikan bonus yang diatas industri rata rata. Sistem inilah yang membuat proses bottom up sangat efektif menghindari terjadinya moral hazard. Dalam sistem human resource,  orang berkembang bukan karena aturan dan standar tetapi kompetensi dan integritas. Kecil sekali terjadi kemungkinan moral hazard. Karena selalu ukurannya kinerja, bukan retorika” Kata saya saat makan malam. 


“ Benar juga. Ternyata organisasi modern itu harus bertumpu kepada sains dan seni mengelolanya.  Itu saya pahami saat kuliah dulu tapi prakteknya tidak mudah. Karena bagaimanapun tergantung dari boss yang ada di puncak kekuasaan untuk memastikan organisasi berjalan tertip. “


“ Pemimpin itu ada dua jenis. Pertama, pemimpin yang memimpin. Dia tidak sibuk dengan masalah kecil dan keluhan. Karena dia percaya dengan pendelegasian tugas dan wewenang. Dia hanya focus melaksanakan visinya sebagai pemimpin. Bagaimana sumber daya yang ada bisa dioptimalkan agar kepemimpinannnya efektif melaksanakan ide besarnya. Mengajarkan hal yang konstruktif kepada bawahannya agar emosi tetap terjadi secara positip, mengundang orang untuk mengambil langkah keyakinan melalui sepatah kata tentang apa yang mungkin , menciptakan sebuah inspirasi kolektif. Semua itu  tercermin dari caranya  berpikir ( way of thinking ) , merasakan ( feeling ) dan kemampuannya  memfungsikan semua potensi positip ( functioning ) , sebuah cara hidup ( the way of life ) dan cara menjadi ( way of being ) yang transformative. 


Kedua, pemimpin yang responsif. Dia selalu sibuk dengan masalah kecil dan mendengar keluhan. Karena dia menganggap orang dibawahnya seperti anaknya yang selalu dia kawatirkan dan jaga. Dia pasti tidak ada waktu memikirkan agenda besar. Dia mudah lelah dan mungkin mudah dikendalikan. “ Kata saya. Sampai apartement sudah jam 12 malam. Saya tahu Aling capek. Karena di dalam kendaraan dia sudah tertidur pulas. Saya terpaksa gendong dari lobi apartement ke kamarnya.

Saturday, May 13, 2023

Kafe kenangan...

 





Di kafe itu, aku meneguk kenangan. Ini gelas bir ketiga, seakan itu kenangan terakhir yang bakal aku reguk. Hidup, barangkali, memang seperti segelas bir dan kenangan. Sebelum sesap buih terakhir, dan segalanya menjadi getir. Tapi, benarkah ini memang gelas terakhir, jika aku sebenarnya tahu masih bisa ada gelas keempat dan kelima. Itulah yang menggelisahkanku, karena aku tahu segalanya tak pernah lagi sama. Segalanya tak lagi sama, seperti ketika aku mencium Aling pertama kali dulu.


Dulu, ketika aku masih salesman. Saat senyumku masih ringan diusia muda belia. Dengan rambut tersisir berminyak tanCho. Tapi tetap saja aku inferior dihadapan Aling. Karena aku pria miskin. Aku benci dengan kehidupan yang tidak adil. Aku hanya merasa superior di hadapan Aling saat berkata "  aku harus melawan ketidak adilan. Tak mungkin bisa makmur bangsa ini bila kemerdekaan hanya berganti penjajah saja. Kalau tadi dijajah londo namun kini dijajah bangsa sendiri. "


“ Kamu tidak hidup dalam realita, dan kamu ingin menciptakan perang, bukan untuk siapa siapa. Tapi untuk dirimu sendiri.” Kata Aling. Aku dengan percaya diri menjawab ”Aku perlu masa depan tapi tidak dengan lingkungan brengsek seperti sekarang. “ Kata-kata itu kini terasa pahit. Karena aku hanya sekedar bersikap merasa inferior. Tapi mengapa bukan kata kata romantis? Ketika segala kemungkinan masih berpintu? Aku tidak punya kemewahan merayu dengan retorika. Kehidupanku yang miskin tidak qualified untuk kehidupan romansa. Aku hanya bisa marah. Marah kepada nasipku.


Tahun 1984 aku pernah masuk bui karena tragedi Tanjung Priok. Walau dibebaskan saat proses penyidikan. Namun itu membekas abadi dalam diriku. Mengapa ? Politisi yang aku bela, hidupnya lebih bahagia dengan harta dan jabatan,  dan tidak peduli dengan korban akibat provokasinya. Andaikan perjuangan aku sukses, tentu politisi itu lebih bahagia hidupnya. Dan aku tetap jadi jelantah. Akhirnya aku lantunkan doa “ Tiada Tuhan selain Allah, sesungguhnya aku termasuk orang yang zalim.” Ya aku zalim karena bego dan bigot. Tetapi tetap berusaha idealis tentunya.


Waktu bisa mengubah dunia, tetapi waktu tak bisa mengubah perasaanku. Kenanganku. Itulah yang membuat aku  kembali ke kafe ini. Kafe yang seungguhnya telah banyak berubah. Meja dan kursinya tak lagi sama. Tetapi, segalanya masih terasa sama dalam kenangan.  Untuk gelas bir ketiga yang bisa menjadi keempat dan kelima. 


”Besok kita ketemu, di kafe kita dulu….” kata Aling. Aku tak percaya bahwa Aling akhirnya meneleponku.


”Kok diam….” kejarnya.


”Hmmm.”


”Bisa kita ketemu?”kembali mengejarku.


”Ya.”


”Tunggu aku,” Aling berharap. ”Meski aku tak yakin bisa menemuimu.” Lanjutnya.


Menemui? Apakah arti kata ini? Yang sangat sederhana, menemui adalah berjumpa. Tapi untuk apa? Hanya untuk sebuah kenangan, atau adakah yang masih berharga dari ciuman-ciuman masa lalu itu? Masa yang harusnya aku jangkau dulu. Ketika aku yakin, aku tak mungkin bahagia tanpa Aling.  Ah, aku jadi teringat di antara ciuman-ciuman yang terasa gemetar dan malu-malu. ”Aku selalu membayangkan, bila nanti kita mati, kita akan menjelma sepasang kunang-kunang.” Kataku.


Aling  tersenyum, kemudian mencium pelan. ”Tapi aku tak mau mati dulu.”

”Kalau begitu, biar aku yang mati dulu. Dan aku akan menjadi kunang-kunang, yang setiap malam mendatangi kamarmu….” Kataku.

”Hahaha,” Aling tertawa renyah. ”Lalu apa yang akan kamu lakukan bila telah menjadi kunang-kunang?”

”Aku akan hinggap di dadamu. " Kataku cepat.

”Kunang-kunang…mau ke mana? Ke tempatku, hinggap dahulu….” Kata aling.


Dada yang membusung. Dada yang kini pasti masih segar karena tidak pernah menyusui bayi dan disentuh pria selain aku. Dada yang masih aku rindu. Dada yang sarat kenangan. Dada yang akan terlihat mengilap ketika seekor kunang-kunang hinggap di atasnya. Ingat dulu. Aling membuka satu per satu kancing bajunya. Dia hanya memejam saat aku sentuh. Dia pasrah menyerahkan tubuhnya dan dengan wajah penuh bahagia ketika melihat titik darah di sprey tempat tidur. Aku selalu membayangkan itu. Sampai kini pun masih terus membayangkannya. Itulah yang membuat aku masih betah menunggu meski gelas bir ketiga sudah tandas. Selalu terasa menyenangkan membayangkan Aling tiba-tiba muncul di pintu kafe, membuat aku selalu betah menunggu meski penyanyi itu telah terdengar membosankan menyanyikan lagu-lagu yang aku pesan.


Gelas bir itu sudah tidak berbusa. Hanya kuning yang diam. Tidak seperti kunang-kunang beterbangan gemerlapan berpendar kekuningan. Kuning di gelas bir itu mati. Sementara kuning di luar bir gemerlapan. Hidup. Aku jadi teringat pada percakapan dulu. Setelah sekian tahun aku  menikah dengan wanita pilihan orang tua. Percakapan tentang bir dan kunang-kunang.


”Aku menyukai bir, seperti aku menyukai kunang-kunang,” Kataku, setelah ciuman yang panjang. ”Warna bir selalu mengingatkanku pada cahaya kunang-kunang. Dan kunang-kunang selalu mengingatkanku kepadamu.”

”Kenapa? Aling berkerut kening.

”Karena di dalam matamu seperti hidup ribuan kuang-kunang. Aku selalu membayangkan ribuan kunang-kunang itu berhamburan keluar dari matamu setiap kamu merindukanku.”

”Tapi aku tak pernah merindukanmu.”  Kata Aling tersenyum.

”Bohong….” kataku seakan dipermalukan sebagai pecundang

”Aku realiistis. Kamu sudah jadi suami orang. Mengapa harus merindukanmu. Rindu itu adalah kekalahan bila tidak lagi terikat komitmen. Atau tepatnya kebodohan” 

“ Jadi apa yang tersisa ?

“ Ya persahabatan saja. “

“ Termasuk kiss dan huge itu?

“ Ya. Kenapa ? salah? Toh dulu sebelum kamu menikah, kita lanjut dengan saling membuka baju, tapi kini itu tidak pernah terjadi” Kata Aling tangkas dan cerdas. Aku semakin merasa pecundang dihadapannya.


Aku tak menjawab. Tapi bergegas mencium aling Rakus dan gugup. Begitulah selalu, bila aku merasa bersalah dan kalah. Seolah ciuman bisa menyembunyikan kekalahanku. Tapi aku tak bohong kalau aku masih mencintainya. Walau pada akhirnya, setelah percakapan dan ciuman, dia pasti akan bertanya: ”Apakah kamu tidak menyadari setiap pelukan dan kiss itu sama dengan kamu mengungkit masa laluku yang bodoh. Bodoh menolak kamu menikahiku tapi euforia kamu perawani. Yang pasti walau aku mencintaimu, tapi rasanya aku tak mungkin bahagia bila menikah denganmu….”


”Jangan lagi hubungi aku!” Kata Aling. Tapi dia menciumku lama.  Barangkali, segalanya akan menjadi mudah bila saat itu diakhiri dengan pertengkaran seperti kisah dalam sinetron murahan. Misal: Aling menamparku sebelum pergi. Memaki-maki, ”Kamu memang laki-laki bajingan!” Atau kata-kata sejenis yang penuh kemarahan. Bukan sebuah ciuman yang tak mungkin aku lupakan.


Dan kini, seperti malam-malam kemarin, Aku ada di kafe kenangan ini. Kafe yang harum bir. Kafe yang mengantarkanku pada sebuah ciuman panjang di bibir. Dan aku masih menunggu. Aku melirik ke arah penyanyi itu, yang masih saja menyanyi dengan suara sendu. Aku melihat pelayan itu sudah setengah mengantuk. Tinggal aku seorang di kafe. Barangkali, bila aku bukan pelanggan, pasti pelayan itu sudah mengusirku dengan halus. Sudah malam, sudah tak ada lagi waktu buat meneguk kenangan. Aling tidak juga datang. Mungkin tidak akan pernah datang lagi.


Pada gelas kedelapan, akhirnya aku  bangkit, lalu memanggil pelayan dan membayar harga delapan gelas kenangan yang sudah aku reguk habis. Ya, malam pun hampir habis. Sudah tak ada waktu lagi buat kenangan. Sudah tidak ada kenangan dalam gelas bir kedelapan. Setiap kenangan, pada akhirnya punya akhir bukan? Inilah terakhir kali aku ke kafe itu. Besok aku tak akan kembali ke kafe kenangan ini. Kemudian aku beranjak pergi dari kafe itu. Saat itu usiaku 33 tahun, tahun 1996.


Hidup pada akhirnya memang pilihan masing-masing. Kesunyian masing-masing. Sama seperti kematian. Semua akan mati karena itulah takdir yang sejak lahir sudah manusia emban. Tapi manusia tetap bisa memilih cara untuk mati. Dengan cara wajar ataupun bunuh diri. Dengan usia atau cinta. Dengan kalah atau menang? Pada saat aku tahu, bahwa pada akhirnya perempuan yang paling aku cintai itu adalah istriku. Karena hanya dia yang berani berkomitmen denganku. Jelas itu bukan Aling. Pada saat itulah aku menyadari aku bukan pecundang.


Saat gaung reformasi semakin kencang dan akhirnya tahun 1998 Soeharto jatuh. Aku melihat para elite politik Golkar dan TNI yang mendesign Soeharto berkuasa selama 32 tahun tetap exist. Yang TNI bahkan dapat jabatan menteri, belakangan jadi presiden. Ada yang jadi Menko dan ketum Partai, pemilik partai. Lantas aku yang berusaha idealis malah terpuruk. Masa depan masih panjang, otak reptil ku bangkit. Aku harus hijrah dari negeri ini. Hijrah menjauh dari Aling setidaknya. Malu karena selalu dia hadir disaat aku bangkrut. Seakan aku hanya kunang kunang untuk hinggap di buah dadanya.


Usia 40 aku hijrah ke China. Selanjutnya berusaha survival di negeri orang. Di China walau negara komunis tapi hukum tegak. Jadi siapapun yang legitimate masuk ke China, akan diperlakukan sama dengan warga negara china. Kompetisi terbuka secara sehat. Aku  terseret gelombang arus perubahan besar besaran di China. Dari sana aku menemukan arti sebuah kolaborasi dan sinergi. Keterbatasan bisa dilewati dan hambatan bisa diatasi karena modal sosial China sebagai bangsa sudah established.


Selama 10 tahun aku berjuang di CHina dalam ritme kerja yang luar biasa keras. Aku bekerja 18 jam sehari. Melintasi benua dan banyak negara. Akhirnya masuk usia 50 tahun aku bisa menemukan jati diri. Bahwa tidak ada manusia yang terlahir sebagai pecundang. Hanya lingkungan yang membuat orang jadi pecundang. Di China aku memang berubah. Tidak jadi ayam merak tapi jadi elang. Aling datang lagi kepadaku. Kami bertemu di Hong Kong. Tapi aku sudah selesai dengan dirinya.  ”Aku memilih menikah atas restu orang tua, karena  tidak punya pilihan. Karena kamu menolak menikah denganku. Aku sadar, hidup bukan apa yang kita mau tapi melewatinya dengan ikhlas. Itu akan menjadi lebih mudah dari pada aku kecewa, broken heart kamu tolak.” Itulah yang ku ucapkan. Aku hanya ingin jadi sahabatnya. Dia pun menemukan kebahagiaan dari arti sebuah persahabatan


Kini usia 60 tahun, aku menikmati hidup tanpa sesal akan masa lalu. Aling juga menua. Usianya 2 tahun diatasku. Tapi yang lebih bersukur adalah aku punya waktu banyak bersama keluarga. Dan tentu ada waktu ke kafe bertemu Aling. Tentu bukan ke kafe kenanangan kami. Dulu “waktu” kebersamaan dengan keluarga  dan sahabat adalah sesuatu yang sangat mewah bagiku. Kini “waktu” membebaskanku, rasa sukur selalu membuncah kepada Tuhan. Hidup memang soal pilihan, namun setidaknya dalam politik  dan kehidupan percintaan, aku tidak memilih waiting for godot seperti lakon drama karya Samuel Beckett.

Saturday, May 06, 2023

Kisah negeri Sangkala Dharma (2)

 




Bruno sengaja mengundang Dulkanak datang ke Eropa bertemu dengan Sundratama. Publik tahunya Sudratama sedang berobat ke luar negeri dan Dulkanak membesuk. Maklum mereka bersahabat. Mereka pernah satu partai. Walau sundratama sudah mendirikan partai sendiri. Namun hubungan merekat tetap baik. Ya bisa jadi karena sama sama punya chemistry business.  Politik bagi mereka hanyalah alat leverage mereka mendapatkan kekayaan lewat penguasaan sumber daya.


“ Dewi dengan partainya tetap belum bisa bersikap menentukan Capres. Sementara kekuatan kami dan team shadow number1 sudah bisa mengkondisikan capres yang akan didukung koalisi besar. Kita hanya ingin mengamankan apa yang sudah dilakukan selama dua periode kekuasaan Wiratama. Suka tidak suka kita semua kan kebagian kue. Jadi engga elok lah saling berhadapan. Kamu atur aja gimana langgam mainnya untuk gagalkan Abunasarudin maju capres tahun 2024. Kamu kan ketum Partai pengusungnya” Kata Dulkanak. Walau suaranya terkesana lembut ditengah musim dingin Swiss namun terasa panas.


Sundratama sangat kenal karakter Dulkanak. Bagi Sundratama itu hanya cara Dulkanak menyudutkannya. Dia hanya tersenyum tipis. Dia tidak ingin bicara lebih jauh. Yang jelas selama dua periode  jabatan number1, yang menikmati kekuasaan adalah Dulkanak. Semua orang dianggap tak bernilai. Semua anggota partai Koalisi dipaksa mengikuti kehendaknya. Tentu dengan banyak cara dia lakukan demi memuluskan agenda number1. Termasuk meminta kepada kartel bisnis tambang untuk membayar anggota Parlemen mensyahkan UU sesuai agendanya.. 


Dan kini Dulkanak datang lagi dengan nada seakan harus sama sama cuci piring. Sebenarnya itu cara dia mengkapitalisasi semua orang. Bruno melirik kepada mereka berdua. Sundratama tetap tidak berkomentar apapun.  “ Sabda Marka engga mau kalian terpecah. Ayolah bersatu lagi. Bagi kami tidak penting siapa capres, yang penting jangan sampai dia yang di blacklist HAM oleh kongres. Toh intinya siapapun yang menang, kita akan bersama sama menghadapi kekuatan negara Chakra. Ya tinggal setujui outlook Indo pacifik kami, kita sudah jadi fakta pertahanan bersama menghadapi Chakra. “ 


“ Sampai hari ini kalian tidak serius berpihak.  Setor dululah uang untuk persiapan Pemilu 2024. Setelah itu saya ikut kemana kamu arahkan perahu saya.” Kata Sundratama.


“ You engga bisa todong begitu. Kan engga selalu dalam bentuk uang. Tapi dukungan sumber daya inteligent juga uang. Kasus Rp. 150 T temuan Financial interligent unit sudah berhasil dia hidden  dari sistem perbankan international. Itu uang yang siap jadi sumber daya kita untuk memenangkan pemilu 2024.” kata Dulkanak “Percaya ajalah dengan Bruno. Saya udah ketemu dengan team dia di Sabda Marka. Mereka serius dan komit kok” 


Sundratama hanya menyeringai. Kalau dia lemah sekarang, besok dia juga akan lemah. Sama dengan tahun 2014 dan 2019. No Way. Kalaulah langkahnya sekarang tidak tepat, manapula Dulkanak dan Bruno mau bicara dengan dia. Pertemuan itu ditutup dengan sikap Sundratama akan memikirkan  usulan Dulkanak. Padahal itu hanya cara Sundratama menolak halus sikap Dulkanak.


***

“ Dulkanak, kita dapat masalah “ kata Bruno via telp international. Mereka janjian bertemu di Singapore. Dulkanak sempat mulai ragu kepada Bruno. Karena dana Rp. 150 T  yang di hidden, kini malah di block oleh bank di Singaparna. Alasan Bank itu  masuk katagori 3310. Artinya Green pack  yang intervensi sehingga Sabda Marka tidak berdaya. Karena greenpack kuasai sistem on/off rekening offshore.


“ Greenpack bungkam DC. Ini berkaitan dengan open market committee. Dana hidden harus dibuka. Kalau tidak, ketidak seimbangan sektor fiskal dan moneter akan memperburuk ekonomi global dan mengancam hegemoni mata uang green. Dalam waktu dekat akan terjadi badai tsunami sistem keuangan, terutama dana hidden. Akan banyak bank kena masalah. “ Kata Bruno.


“ Ya ok. Itu bukan urusan saya. “ kata Dulkanak. “ Apa hubungan dengan agenda saya”


Bruno memberikan empat lembar kertas kepada Dulkanak. Seperti halilintar di tengah siang hari bolong. Di lembaran kertas itu tertulis data setiap mereka yang terlibat dalam operasi transaksi mencurigakan yang masuk katagori 3310. Jelas akan terkunci segera. Tidak akan bisa diakses lagi itu rekening. Sementara bukti file nya akan memaksa negara manapun untuk melakukan investigasi dengan kuridor dari greenpack. Kalau tidak, greenpack akan keluarkan dari list penerima fasilitas likuiditas valas. Dampaknya mata uang lokal akan terjun bebas dan pasti rezim juga akan jatuh. 


“ Apa yang harus saya lakukan” Kata Dulkanak. Karena namanya dan teman temannya terdapat pada empat lembar kertas itu.  Sepertinya dia sudah duduk diatas kursi panas. 


“ Saya tidak bisa beri advice apapun. Saya hanya ingin sampaikan bahwa kami tidak bisa bantu apapun. “ 


“ Apakah karena greenpack mendukung Abunasarudin? Tanya Dulkanak dengan mengerutkan kening.


“ Greenpack tidak berpolitik dan tidak ada urusan dengan siapa yang mau jadi number1. Mereka lebih focus amankan sistem mata uang. Dengan kekuatan sistem mata uang, mereka bisa leluasa kendalikan rezim dimanapun dan siapapun “ Kata Bruno tegas. Dulkanak menarik napas. Jantungnya berdetak kencang. Ada rasa kawatir atas apa yang sudah dirancangnya berbulan bulan meningkatkan elektabilitas capres yang di design atas restu number1, ternyata kandas. Kini dia menghadapi masalah lebih serius kalau file itu dibuka ke publik.


***

Mahdi datang ke istana bertemu dengan number1. Selaku ketua team nasional financial intellgent unit dan Menteri Senior kabinet republik Sangkala Dharma, dia melaporkan temuan dari sistem greenpack atas ilicit fund. “ Kalau kasus ini dibuka ke publik dan harus melewati proses investigasi, saya kawatir akan menimbulkan kegaduhan politik. “ Kata Wiratama. 


“ Kita tidak punya banyak pilihan. Kalau kita tolak permintaan greenpack, mata uang kita akan jatuh. Keadaan sospol akan sulit dikendalikan. Militer jelas tidak ingin dibenturkan dengan rakyat. Polisi juga tidak akan seleluasa sebelumnya. Jatuh semua” Kata Mahdi dengan taktis menjelaskannya. 


“ Gimana dengan Ibu Dewi? Apakah dia sudah tahu?


“ Ya sudah. Dia siap mendukung dibukanya kasus ini. Biarkan semua publik tahu. “ Kata Mahdi.


Wiratama terhenyak.  “ Ya lanjutkan saja” kata Wiratama akhirnya.


***

“ Anda kan number1. Seharusnya anda bisa arahkan Mahdi bicara dengan saya. Kalau begini kan kita jadi kacau semua. Teman teman oligarki yang dipartai maupun pengusaha sekarang panik semua. Kita kehilangan kendali atas politik ke depan. “ Kata Dulkanak. Number1 hanya diam. Tapi matanya menatap tajam kepada Dulkanak. 


“ Ini ada dokumen untuk anda ketahui “ kata Dulkanak menyerahkan amplop, sebelum keluar dari kamar kerja Wiratama.  


“ Dokumen apa ini ?” tanya Wiratama seraya membuka amplop dan membaca dokumen itu. “ Ini kan Letter of guarantee, Yang pernah saya keluarkan atas saran dari anda …” Wiratama mengerutkan kening.


“ Ya. Dokumen itu ilegal karena belum ada pesetujuan parlemen dan tidak masuk dalam anggaran nasional”


“ Mengapa anda tidak segera urus ke negara  Chakra. Minta mereka setujui pinjaman proyek kereta peluru tanpa jaminan APBN.” Lanjut Wiratama dengan nada kawatir. Dia merasa sedang diancam.


“ Itu sebenarnya yang sedang saya perjuangkan selama ini. Agar kita semua selamat. Sekarang kekuatan kita sudah dilucuti karena file 3310. Tinggal berusaha selamatkan diri saja. Ya setidaknya minta kembali dokumen itu” 


“ Cepatlah urus” kata Wiratama. Dia baru menyadari bahwa semua agenda yang dia percayakan kepada Dulkanak tidak ada yang jalan. Investor dari  konsorsium asing untuk program B2B proyek pembangunan KotaLoka sebagai ganti ibu kota republik Sangkala Dharma, tidak ada satupun yang komit. Mereka malah mundur. Sepertinya dia terjebak dengan ilusi yang selama ini ditiupkan oleh Dulkanak. Kini dia harus menghadapi tagihan sovereign guarantee dari negara Chakra. Dan pasti Parlemen menolak. Apalagi sudah dipenghujung kekuasaan. Ini akan jadi skandal.


***


Sebenarnya antara Agama dan Nasionalisme itu tidak ada masalah. Bahkan saat negeri Republik Sangkala Dharma didirikan kedua isme itu bergandengan erat. Platform negeri ini dibuat atas dasar meleburnya antara agama dan nasionalisme. Itu berkat tokoh agama adalah juga tokoh yang memperjuangkan nasionalisme. Bagi kaum agama, nasionalisme adalah jalan memperjuangkan nilai nilai agama. Sementara bagi kaum nasionalisme, agama adalah alat persatuan dan kesatuan. Makanya dua ormas besar, satu tradisional dan cultural, satu lagi moderat walau berbeda mahzab, namun tidak pernah berbeda kata soal platform.


Memang dikalangan agama ada perbedaan soal menyikapi perkembangan agama maupun nasionalisme namun itu hanya segelintir saja. Kalaulah itu disikapi dengan jenial oleh semua elite politik, tentu tidak perlu ada polarisasi, Yang jadi masalah semakin lama semakin terpolarisasi. Masalahnya segelintir orang yang terus mendengungkan agama dianggap ancaman serius. Masalah kecil dan sepele terus diperbesarkan. Sehingga melahirkan phobia agama. Seakan mengabaikan keberadaan hukum dan UU yang  bisa menjamin ketertiban berbangsa.


Abunasarudin tidak mewakili golongan agama. Dua ormas besar memback up partai agama itu ada di koalisi besar. Bukan dikoalisi Sundratama yang mengusung Abunasarudin. Walau ada partai berbendera agama di dalam koalisinya namun suaranya tidak significant. Masih satu digit. Lantas apa yang harus dikawatirkan dengan adanya politik identitas agama?. Bukankah dua omas terbesar itu bisa meredamnya. “ Hampir tidak mungkin koalisi besar itu bisa terlaksana.” Kata Surdin saat ditemui Mala, Partai yang  didukung oleh salah satu ormas agama terbesar.


“ Masalahnya, bukan ketakutan berhadapan dengan Abunasarudin sebagai capres tetapi takut dengan kesalahan yang kalian buat sendiri. Sementara di era keterbukaan seperti sekarang ini, tidak ada yang bisa ditutupi seperti era sebelumnya. Rakyat sudah cerdas melihat fenomena politik dan pembangunan. Hasil survey soal kepuasaan kepada pemerintah itu relatif. Dulu presiden Darna dua tahun sebelum jatuh, partainya  mampu memenangkan pemilu dengan suara diatas 80%. Tapi suara 80% lebih itu cepat berbalik menjadi kebencian yang menghancurkan statusquo rezim Darna. Yang dihadapi sekarang ini adalah arus perubahan. Arus perubahan itulah musuh kalian. “ Kata Surdin.


“ Jadi pak gimana seharusnya ? tanya Mala.


“ Biasa saja. Ini kan demokrasi. Engga usah terlalu diramaikan dengan rasa kawatir segala. Hadapi saja dengan ceria. Number1 engga usah terlalu intervensi urusan internal partai. Biarkan saja mereka berproses menuju 2024. Percayalah, konstitusi kita itu sangat cerdas mengatasi setiap gejolak politik. Engga mungkin terjadi stuck kalau para elite tahu diri dan lapang hati” Kata Surdin. Mala bisa maklum kata kata Surdin yang terkesan bijak. Namun sebenarnya by design Surdin ada dibalik pencapresan Abunasarudin dan terbentuknya koalisi Partai Sudratama, Partai Sorbun, dan Partai agama. Pertemuan itu berakhir dengan semakin menguatkan Mala, bahwa Surdin ada di perahu Sundratama.


***


Dewi sudah mengumumkan capresnya setelah kasus transaksi ilicit fund dibongkar oleh Mahdi. Dewi mencalonkan kadernya tanpa melibatkan koalisi yang didukung oleh Number1. Hal ini membuktikan bahwa selama ini Partai Dewi bukan bagian dari oligarki politik dan korporat. Bukan bagian Elite partai yang dibawah kendali ring number1. Dulkanak sebagai motor dibalik koalisi memilih pasrah saja. Dulkanak sadar kalau Dewi tidak suka dia. Sementara untuk mendukung Capres dari koalisi besar sulit dapatkan posisi tawar. Maklum dia pernah jadi mitra bisnis mantu Darna itu. Ada catatan gelap yang membuat ex mantu Darna tidak suka kepada dia.


Satgasus illicit funf sudah dibentuk. Ini akan menembak sasaran kemana mana, yang targetnya adalah para oligarki. Sudah pasti ditebak. Semua koalisi termasuk koalisi Sudratama juga panik. Karena para penyandang dana memilih tiarap. Sumber daya keuangan partai tersumbat. Dalam sistem pemilu terbuka, tanpa uang itu sama saja boong. “ Sumber masalah ada pada Dewi yang mendukung Mahdi membuka kasus illicit fund itu. Sementara number1 tidak bisa berbuat banyak mengendalikan situasi politik karena kena trap proyek kereta peluru. Yang kapan saja bisa meledak menjadi skandal politik kalau dia salah bersikap terhadap elite politik. Sementara dia sendiri ingin soft landing.


***


“ Sekian dekade. Terbukti Demokrasi memang tidak pernah mundur namun gagal maju. “ Kata Bruno saat bertamu dengan temannya , Dono dari Negeri Republik Sangkala Dharma. 


“ Mengapa ? Tanya Dono.


“ Jawabannya, ada tiga. Pertama. Peran korporat dalam sistem politik sangat dominan menentukan arah bandul. Maklum korporat  lewat pajak menanggung  anggaran nasional lebih dari 80%. Walau korporat  hanya segelintir namun ia menanggung beban sosial dan ekonomi negara. Sulit membantah bahwa oligarki bisnis itu kukunya mencengkeram batang leher elite. 


Kedua. Peran uang haram atau uang gelap atau uang rente yang masuk kedalam sistem politik. Panetrasi uang rente ini luar biasa sehingga membuat demokrasi hanya sebatas prosedur formal saja. Kenyataannya negara bekerja untuk kepentingan rente saja. Yang menjalankan UU, mengawasi dan pembuat UU, dalam satu gerombolan. Diantara mereka berlaku saling sandera. Siapa yang kuat, akan jadi pecundang. Mereka gunakan senjata hukum atas dasar konstitusi kepada lawannya. Dan mereka juga gunakan senjata hukum dan konstitusi untuk berlindung dari kejahatannya. Dan semua itu tarjadi diatas teater yang tanpa kekerasan. Bahkan dengan tawa dan senyum saja.


Ketiga. Transformasi media massa ke-ekosistem informasi yang terstruktur sehingga informasi bisa di-create sesuai kehendak modal dan pasar.  Akibatnya kebenaran yang menjadi nilai nilai demokrasi tidak menjadi bagian dari proses pendidikan politik. Orang mudah terpolarisasi dan diadu domba. “ Kata Bruno. Mereka kemudian membahas permintaan negara Chakra agar proyek kereta peluru dijamin oleh APBN. " Ada solusi dari anda? Tanya Bruno. 

" Memang kenapa ?

" Dulkanak gagal dapatkan kemudahan syarat pinjaman kepada negara Chakra. Mereka tetap minta jaminan APBN dan bunga komersial. Dan itu tidak mungkin. Kalau dipaksakan bisa jadi skandal politik" Kata Bruno.


Dono hanya tersenyum seraya mengisap cigar. Dari kaca lebar hotel bintang V, Dono memandang keluar. Di luar hujan turun deras. Kota masih sibuk dan jalanan macet. Bagi rakyat realitas politik adalah soal perubahan dan statusqo tetapi bagi elite ini soal sumber daya keuangan dan kekuasaan. Pada akhirnya mereka akan berdamai  satu sama lain, ya begitulah proses oligarki politik negeri ini  ***


Kisah negeri Sangkala Dharma.

Harta hanya catatan saja

  Saya amprokan dengan teman di Loby hotel saat mau ke cafe “ Ale, clients gua punya rekening offshore di Singapore. Apa lue bisa monetes re...