Sunday, August 07, 2022

Shanghai malam hari






James melaporkan kepada saya bahwa Li Wei, CEO unit bisnis SIDC bidang Elektronik gagal mendapatkan kontrak supply chain pada Industri telpon selular di Hangzhou. “ Anggaran untuk persiapan menjadi rekanan Apple habis. Dia panik. Apa yang harus dilakukan? Tanya James. Saat itu tahun 2013. Li wei memang berencana mendirikan pabrik supply chain untuk industri Selular. sebenarnya program expansi dari yang sudah ada di Shenzhen.


Saya temui dia di kantornya di Shanghai. Dia terkejut saat saya masuk ruang kerjanya. Dia langsung berlutut depan saya.” Maafkan saya B. Saya rencana mau datang sendiri ke Hong Kong melaporkan. Tapi saya bingung sendiri. Rasanya saya lebih baik bunuh diri daripada menanggung malu atas kegagalan ini.” Katanya dengan menundukan wajah. Saya mengerutkan kening. “ Berdiri kamu! Kata saya. Dia mendongak dengan wajah pucat.  Dan kemudian berdiri dengan tetap menundukan wajah


“ Kamu pikir saya pecundang dihadapan kamu yang cantik? mau saja investasi besar tanpa mikir. ingat! Saya tidak pernah tertarik dengan kamu kecuali respek atas struggle dan effort kamu yang besar untuk sukses. Kemana spirit itu sekarang? Kata saya. Dia terdiam. “ Jawab! “ Bentak saya. Dia menangis.  “ Lain kali saya tidak mau mendengar keluhan dan putus asa seperti ini. Paham!  Dia mengangguk.  Hening. Saya biarkan dia dengan terisak isak. Setelah itu saya keluar ruangan.” Temui saya jam 7 malam di lobi hotel. Temanin saya makan malam “ kata saya saat keluar ruangan. 


***

Jam 9.00 malam Li Wei mendampingi saya makan malam bersama  relasi saya. Langit gelap, dan perut kami sudah kenyang sehabis makan malam berkelas. Penuh dengan makanan dan anggur yang kaya dan mahal. Kami memutuskan untuk berjalan beberapa blok ke timur yang akan membawa kami ke Wai Than. Pada malam hari, Wai Than diterangi dengan cahaya spektakuler. Bangunan bersejarah era kolonial di seberang kawasan pejalan kaki Wai Than sangat mempesona.


Memang di seberang Sungai Huangpu terdapat banyak gedung pencakar langit, termasuk Menara Mutiara Oriental, yang terus berganti warna lampunya. Beberapa perahu ada di sungai dan semuanya juga menyala. Ini adalah cara yang menyenangkan untuk menghabiskan malam dengan berjalan-jalan di sepanjang kawasan pejalan kaki di tepi sungai sambil mengagumi cakrawala Shanghai yang mengesankan.


Saat kami menaiki tangga kecil untuk mencapai kawasan pejalan kaki. Di belakang kami terdengar suara dan tawa berbaur dengan deru lalu lintas di jalan. Pencakar langit Pudong yang futuristik menjulang di atas air dengan lampu berkedip, warna pelangi memantulkan riak dan gelombang dari kapal kargo yang lewat di bawah. Seperti Times Square tepi laut. Li Wei lebih banyak diam. Mungkin dia masih grogy karena tadi siang saya marah.  Dia antar saya sampai loby hotel. 


Keesokan pagi dia sudah ada di loby menemui saya. “ mari temanin saya sarapan pagi, Kata saya melangkah cepat. Dia setengah berlari mengikuti langkah saya ke restoran. Dia pergi ke table buffet ambil secangkit kopi untuk saya. Dia letakan di meja saya. Saya asik baca news lewat gadget. Kemudian dia datang lagi bawa roti lapis dan omelet. Dia memang tahu kebiasaan saya sarapan pagi. Tak berapa lama petugas restoran mengantar tamu ke table saya. Li Wei membungkuk depan orang itu. “ Saya diminta Pak Hwang ketemu anda. Kami sudah setuju menunjuk perusahaan anda sebagai salah satu rekanan kami. “ Katanya kepada saya. 


“  Kenalkan “ kata saya lirik Li Wei,” ini direktur saya. 


“ Saya sudah kenal pak” katanya melirik Li Wei. 


“ Tadinya kami tolak proposal kemitraan karena satelah kami audit fasilitas pabrik  ibu Li Wei di Shenzhen tidak memenuhi qualifikasi  kami. “ katanya.  Kemudian dia menjelaskan apa saja kekurangan kami dan harus kami perbaiki. Li Wei menjawab tegas akan segera penuhi standar kualitas yang ditetapkan. Kemudian dia minta izin undur diri karena harus balik ke kantor.


” Saya tunggu ya  bu di kantor untuk teken kontrak” Katanya pada Li Wei saat akan pergi. Saya senyum saja.


“ Terimakasih B. “ kata Li wei berlinang airmata. Saya tatap dia dengan seksama. Dia salah tingkah. 


“ Wei, saya datang ke China tidak untuk jadi pecundang. Sejak tahun 2004 setelah bangkrut di Indonesia, saya memindahkan bisnis ke China, tepatnya di kota Shenzhen. Saya mengawali bisnis management supply service. Saya menyewa mesin di pabrik orang lain untuk proses produksi barang jadi. Omzet export saya lebih besar dibandingkan dulu ketika  punya pabrik di Indonesia. Bukan hanya di China, tapi juga di Korea. Setelah itu barulah saya bangun pabrik sendiri lewat kemitraan dengan mereka yang punya talenta berproduksi dan passion sebagai wirausaha.  “ Kata saya. Wei menyimak.


“ Lantas apakah kamu pikir itu mudah? tidak. Saya tidak datang ke China dengan modal melimpah. Tidak. Setahun berbisnis di China, modal saya habis. Saya terpaksa menguras tabungan di Jakarta dan hutang ke sahabat saya untuk bertahan. Saya pernah tidur di pabrik orang. Pernah berlutut di tengah hujan deras di hadapan boss pabrik. Pernah jatuh di jalan karena asam lambung akibat lapar. Akhirnya saya bisa sukses untuk ekspor perdana. Setelah itu berikutnya lebih mudah. “ kata saya menatapnya dengan tajam.


” Tahu apa artinya? kamu mitra bisnis saya. Bukan karyawan saya. Rasa tanggung jawab itu jangan jadi beban tapi harus menjadi semangat kamu untuk tahan terhadap segala cobaan dan tekanan. Engga boleh cengeng dan engga boleh mudah mengeluh. Laba yang kita raih adalah buah dari struggle dan  survival. Bukan proses yang mudah. Kalau mudah semua orang pasti ingin jadi pengusaha. Nyatanya lebih banyak yang jadi pegawai. Paham” kata saya. Dia mengangguk. Saya tunggu reaksi dia.


“ Saya terlalu inferior dihadapan kamu dan terlalu berhutang budi. Mungkin itu membuat saya selalu merasa tidak berguna hidup ketika gagal. “ Katanya berlinang air mata.  Saya memberi tissue untuk dia usap airmatanya.


“ Saya teringat kali pertama bertemu dengan kamu.  “ Kata Li Wei dengan mengusap airmatanya” Saya pedagang jagung rebus di kaki lima. Miskin dan kumuh. Seminggu sekali kamu datang belanja dan selalu borong dagangan saya. Dan dua tahun kemudian, kita bertemu lagi disaat yang tak terduga di KTV. Kamu tidak menyentuh saya namun kamu memberi tip besar sehingga saya punya alasan untuk berhenti dari KTV dan melanjutkan sekolah. Dan setahun kemudian kita bertemu lagi. Saat itu saya sebagai salesman. Setelah 1 bulan kamu pelajari business plan yang saya tawarkan, kamu setuju bermitra dengan saya.  Dan setelah 5 tahun, saya yang tadinya miskin dan menjadi something. Punya pabrik supply chain, menjadi mitramu. Maklumi ya B.. “ Katanya. 


“ Pinsip saya. “ kata saya. “ Saya tidak memberi kepada mereka yang memelas. Dan kamu datang ke saya selalu dengan effort besar. Walau kamu sangat sulit, kamu tidak pernah mengeluh dan minta dikasihani.  Saya bertemu dengan kamu itu diatur Tuhan. Kamu adalah jalan saya mendapatkan rezeki Tuhan. Dalam dirimu ada kekuatan besar dan itu peluang besar. Apa itu?  Mindset petarung dan survival. Saya butuh mitra seperti itu. Jadi kalau akhirnya saya memberi, sebenarnya saya menolong diri saya sendiri.” Saya rentangkan tangan saya. Dia menghambur dalam pelukan saya. “ Jangan pernah menangis lagi depan saya. Ingat! Cukup sekali ini saja. Selanjutnya pastikan terus laba tercipta“ Kata saya mengusap airmatanya. Dia mengangguk dan tersenyum. 


“  B, kemarin malam kita dinner dengan Pak Hwang ya” Katanya. Saya mengangguk. “ Dia CEO BUMN China bidang investasi riset New Technologi. Dana venture yang dikelolanya diatas USD 1 trilion. Saya perhatikan kamu sangat tulus melayani dia makan malam. Bahkan terkesan sangat menghormatinya.”  Lanjutnya


“ Kedua orang tua saya mendidik saya. " kata saya kemudian melantunkan pantun Minang. " Jika buyung pergi ke lapau. Hiu beli belanak beli. Ikan panjang beli dahulu. Jika buyung pergi merantau. Ibu cari dun sanak cari. Induk semang cari dahulu. " Saya tahu Li Wei tidak paham bahasa mingang. "  Hwang itu orang tua dan menjadi mentor bagi pengusaha yang bergerak dibidang hightech. Tentu suatu keberkahan bila saya bisa mengenalnya.  Saya tidak pernah dapatkan modal ventura dari dia. Tapi mengenalnya saja udah pintu rezeki untuk saya bisa melewati hidup berkompetisi, dan menjadi pelindung bagi direksi saya. Hubungan itu saya jaga seperti saya menjaga kedua orang tua saya…” kata saya. Li Wei mengangguk.


" Mengapa kamu tidak menikah lagi? Kan kamu masih muda" kata saya. 


Li Wei menggelengkan kepala. 


" Cukup sekali menikah dan gagal. No more. Saya focus kerja dan besarkan anak tunggal saya saja.."


" Selalu ada second chance my dear..cobalah dan beranilah.." Kata saya. Dia tetap menggeleng gelengkan kepala. .


" Dari kamu saya dapatkan lebih dari yang diperlukan oleh seorang wanita terhadap pria. Kamu selalu ada untuk saya. Kamu mentor saya, dan disaat tersulit, kamu selalu jadi malaikat penolong saya. Kadang dalam bisnis kamu sangat keras, tidak punya empati, tetapi setelah itu kamu kembali menjadi pria yang hangat dan penuh cinta kasih." Kata Wei merebahkan kepada ke dada saya.. Saya menghela napas.

Saturday, August 06, 2022

Sabar dalam berproses

 


Sore itu saya sedang duduk santai di Starbucks. Sekedar menanti sore lewat waktu macet di jalanan. Di luar hujan  deras. Saya asik membaca news lewat media digital. Di sebelah table saya ada wanita sedang asik dengan komputernya. Memang starbucks dimana saja sama. Tempat kaum muda memanfaatkan usia emasnya berprestasi lewat dunia maya. Beda dengan usia emas saya yang harus berpeluh mengukur jalan menjajakan barang. Kartu nama keren. “ Sales representative” tetapi bekerja tanpa gaji. Hanya dapat komisi. Tak ada yang terjual, tidak ada pemasukan. Kalau lelah hanya nonkrong di Monas. Tak ada impian. Kecuali berharap hari ini ada deal terjadi.


Waktu merantau ke jakarta. Saya hanya tamatan SMA.  Pertama saya datangi adalah keluarga Ibu saya. Selama tinggal di rumahnya saya tahu diri. Pagi setelah sholat subuh saya pel lantai rumah dari dapur sampai ke depan.  Cuci piring kotor. Tetapi belum seminggu. Saya dibawa kerumah sepupu papa saya. Di rumah paman. Saya juga berusaha menempatkan diri sebaik mungkin. Bersihkan rumah. Suapin anaknya makan. Apapun disuruh saya kerjakan.  


Namun belum sebulan, saya diantar ke rumah sepupu papa saya yang lain. Baru datang. Ditanya, kapan pulang.  Saya tidak menyalahkan keluarga besar ibu dan papa saya. Kalau sedara saya  tidak mau dibebani itu karena bagi mereka saya tidak ada masa depan. Hanya tamatan SMA. Tidak lulus PTN. Orang tua tidak mampu. Saya tidak iri dengan mereka yang juga tinggal di rumah sedara saya, yang dapat perlakuan baik. Itu karena mereka kuliah di Jakarta. Orang tua mereka mampu biayai. 


Saya tinggalkan rumah sedara saya. Saya jalan kaki dari Senen ke tanah abang dengan ransel dipunggung saya. Tidak ada tujuan. Sejak itu saya bertekad, untuk kerja apa saja asalkan dapat survival. Saya tetap mencintai sedara saya. Tidak ada prasangka buruk apapun. Itu wajar saja. Mereka pasti ada alasan. Kalau saya tidak mengerti sikap mereka. Maka yang pasti salah adalah saya. Bukan mereka. Saya harus berusaha mengerti sediri. Ini hidup saya, tentu hanya saya dan Tuhan saja. Tidak ada urusan dengan orang lain.


Di tanah abang saya buka notes kecil berisi alamat sedara saya di Jakarta. Dia dagang di tanah abang. Sampai di tokonya, dia beri alamat rumah. Saya disuruh ke rumahnya. Pertama kali saya lihat ketika pintu rumah terbuka adalah anak gadis yang masih pakai seragam SMU. “ Bang Jeli ya. Masuklah. “ Katanya tersenyum. Saya ceritakan bahwa saya dari kampung. Mau kerja apa saja. " Tinggal disini aja. Ayah ada usaha konveksi. Abang bisa jahit kan. " Katanya. Saya mengangguk. Dia adalah adik sepupu saya.  Kelak 3 tahun kemudian, gadis yang buka pintu rumah ini jadi istri saya.


Seperti biasa pagi pagi saya bersihkan rumah dari dapur sampai depan rumah. Pagi saya buka toko di tanah abang. Setelah itu saya kerja jahit pakaian kodian. Hanya setahun saya sudah dapat kerjaan sebagai penata buku dan juga ngajar kursus malam hari. Saat itu saya merasa sedikit ada sayap untuk berproses jadi elang. Tidak lagi tinggal di rumah sepupu. Mandiri. Namun setiap minggu hari libur saya tetap datang ke rumah sepupu saya. Apa saja saya kerjain di rumah. Termasuk ngajarin sepupu saya bahasa inggris dan tatabuku.  Kadang kerjakan PR matematikanya. Begitu cara saya berterimakasih.


Kalau akhirnya saya pindah jalur jadi pengusaha, berawal sebagai salesman. Itu karena perasaan diskrimasi sebagai anak tamatan SMU. Saya merasa lebih keras kerja. Lebih rajin tetapi tetap tidak ada harganya. Saya tahu betapa tingginya status sarjana. Sementara adik saya 5. Saya anak laki laki tertua. Kalau hanya jadi pegawai penatabuku, memang cukup untuk hidup saya. Tetapi bagaimana saya bisa membantu orang tua saya, menjadi tongkatnya dimasa tua. 


Teman saya etnis Tionghoa berkata kepada saya bahwa kalau sudah tahu engga ada masa depan. Engga ada respek, ngapain terus berharap dari kerja. Rasa hormat itu kita sendiri yang ciptakan, bukan orang lain. Kalau orang lain menghargai kita, itu karena kita memang punya nilai jual. Kalau engga, itu salah sendiri. Wajar saja.  Kami etnis China, jangankan jadi PNS, kuliah di PTN aja walau pintar, tetap saja sulit diterima. Ya jadi pedagang  juga engga buruk. Nikmati sajalah hidup ini apa adanya dan tahu diri siapa kita



***

Tak berapa lama saya dapat telp dari luar negeri. Itu yang telp direksi saya di Hong Kong. Dia minta arahan saya. Usai bicara, wanita yang duduk sebelah table saya tersenyum. Saya balas dengan senyuman tipis. Eh dia mendekati saya. “ Maaf pak, boleh bicara ?


“ Ya silahkan” kata saya. Mungkin usia wanita ini tidak lebih 30 tahun. Terlalu muda barang kali.


“ Tadi saya dengar bapak bicara lewat telp. Saya tahu bapak bicara tentang supply chain berbasis ecommerce. Kebetulan saya dan teman teman sedang mengerjakan  aplikasi yang sama. Apa bapak bisa bantu beri saya advice. “ Katanya.


“ Advice apa ? 


“ Gimana sebenarnya bisnis IT itu”


“ IT itu bagus. Selagi dia tetap sebagai tools untuk mempercepat bisnis process dan melahirkan efisiensi tata niaga bisnis. Kalau itu terjadi, maka IT bisa sebagai sarana melakukan tranformasi ekonomi.” Kata saya.


“ Bisa jelaskan pak secara spesifik?


“ Di china banyak super market tutup karena dikalahkan oleh jaringan retail online. Itulah korban akibat tekhnologi. Tetapi ada peluang lain dari ratusan super market yang rontok itu. Ada ribuan pemasok dan pabrik kehilangan bisnis memasok super market. Ada banyak karyawan yang kena PHK. Kemudian muncul masalah sulitnya dapatkan driver  untuk delivery. Karena semakin ketatnya aturan China terhadap driver ojol. Disamping dapat fee atas jasa, Pihak provider ecommerce harus memberikan UMR kepada driver ojol dan jaminan asuransi. Sementara perkembangan bisnis online semakin meluas. 


Akhirnya tumbuh peluang baru. Apa itu? Outlet grosir berukuran mini atau mini grosir.  Mini grosir itu juga bertindak sebagai agent langsung dari pabrik. Umumnya mereka menjual 3 jenis produk saja. Barangnya berupa kebutuhan umum dan sembako. Sistem stok  menggunakan IT system. Setiap perubahan  stok, diketahui secara real time oleh pabrik. Kalau stok berkurang dari based stock, tidak lebih 3 jam, barang sudah sampai di outlet. Dengan demikian, outlet grosir tidak perlu stok dalam jumlah besar. Tentu tidak diperlukan modal besar. Ukuran UKM bisa jalankan. Ada banyak outlet grosir semacam itu di China.


Hebatnya, ada lagi aplikasi yang memungkinkan setiap orang bisa jadi reseler barang. Umumnya mereka yang tinggal di apartement atau tidak jauh dari outlet grosir. Jumlah reseler ini ratusan juta di China. Mereka ambil barang dari outlet grosir itu. Di Shenzhen, saya pesan odol dan sabun melalui aplikasi. Dalam hitungan detik, ada yang accept. Dalam 5 menit sudah ada yang ketok pintu apartement saya. Penjualnya tinggal di sebelah gedung apartement saya. Ya dia hanya jalan kaki saja. Wilayah marketnya tidak jauh dari tempat tinggal dia. 


Bahkan bukan itu saja. Di China sudah dilarang tempat karaoke menyediakan PL. Jadi kalau perlu teman kencan untuk karaoke. Bisa pesan lewat online. Dalam tiga detik akan muncul profile beberapa wanita yang posisinya tidak jauh dari kita.  Kalau kita sudah pilih, maksimum 5 menit sudah sampai di tempat. Jadi kita  pergi ke karaoke sudah dengan pasangan.


Semua transaksi itu menggunakan digital cash. Hampir semua orang CHina punya akun cash digital. Berkat IT, semua orang punya pendapatan sampingan. Semua mendapatkan peluang. Tidak saling mematikan tetapi saling mendukung. Kalau tadinya pasar dikuasai segelintir orang, kini peluang pasar terbuka lebar bagi siapa saja yang mau kerja.


Bagi anak muda Indonesia , ini peluang. Karena banyak supermarket kini yang tutup. Banyak warung sembako rumahan yang tutup karena retail Modern seperti Indomaret dll. Nah mereka warung sembako itu bisa diubah jadi outlet grosir. Ada banyak karyawan supermarket yang kena PHK. Mereka bisa jadi reseler.  Tugas anda, adalah  membuat software stockis online untuk mini outlet grosir dengan pabrikan dan aplikasi reseler antar sendiri. Silahkan “ Kata saya. Dia terpana.  Saya diamkan saja.


“ Pak..” Serunya. “ Setelah dengar advice bapak. Rasanya masih jauh perjalanan saya untuk memanfaatkan peluang itu. Kenapa hidup saya tidak bergerak. Padahal saya sarjana. Apapun usaha dan kerja udah saya coba. Tetapi kerja engga diterima, usaha bangkrut.. Apa nasehat untuk saya pak? “ lanjutnya. 


“ Berap usia kamu ?


“ 28 tahun. “


“ Kamu sedang berproses. Kegagalan dalam bisnis dan kerja, itu jalan kamu. Biasa saja. Apalagi usia kamu baru 28 tahun. “ kata saya tersenyum.


“ Maksud saya, apa kira kira yang pas untuk jalan hidup saya ?


“ Ya engga tahu. Yang paling tahu adalah diri kamu sendiri. Kalau sampai sekarang kamu tidak tahu. Itu bagus. Karena kamu tahu bahwa kamu tidak tahu. Artinya jalan mencari ladang hidup sedang berproses. Sabar aja. Nanti juga ketemu bisnis atau kerjaan yang pas“


“ Sabar gimana Pak ?


“ Pandailah bersyukur. Dibanyak keluhan kamu itu, buktinya sampai detik ini kamu masih bernapas dan sehat. Coba kamu sedikit belajar syukur, kamu akan bisa tenang menemukan ladang yang tepat sesuai bakat kamu. Dan kelak bila kamu temukan, kamu akan bersemangat menjalankannya, tanpa rasa takut apapun “


“ Oh Terimakasih Pak. Paham saya. Jadi itu pentingnya bersukur.


“ Ya. “ kata saya tersenyum.


“ Pak mau tanya. Orang China  itu kan kaya kaya. Kenapa mereka tidak berbaur dengan orang kita. Sepertinya mereka menjaga jarak dengan kita. Maunya bergaul dengan sesama mereka saja “


“ Engga juga begitu. Mereka mau bergaul dengan orang yang sama mindset nya dengan mereka. Siapapun itu. Mereka engga peduli. Bahkan dalam bisnis, walau anak atau adik sendiri engga satu mindset mereka engga mau bisnis. Walau Jawa atau padang seperti saya ini, mereka senang saja bermitra. Karena dianggapnya satu mindset. Kalau nyatanya kebanyakan mereka bergaul dan berbisnis dengan orang china juga, itu kebetulan saja. “ 


“ Tetapi orang china kaya kaya. “


“ Engga semua. Kamu pergi deh ke sengkawang, banyak sekali orang China hidup  di bawah garis kemiskinan.  Engga usah jauh jauh, di kampung Jawa, Kebon sayur jakarta, banyak orang china miskin. Tangerang di teluk naga juga banyak yang miskin. Jadi sama saja dengan kita. Ada yang sangat kaya dan ada yang blangsat. Kaya miskin itu ditentukan oleh sikap mental atau mindset. “ kata saya berusaha mencerahkan.


“ Oh kaya miskin itu tidak ditentukan oleh suku ya Pak. Semua tergantung mindset ya. “


“ Ya. Betul “


“ Bisa kasih nasehat gimana soal mindset itu “


“ Kalau kamu tak mampu menjadi beringin, yang tegak di puncak bukit, jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau. Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput, tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan. Kalau kamu tak mampu menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil, tetapi jalan setapak yang, menuntun orang ke mata air. Tidaklah semua menjadi kapten, tentu harus ada awak kapalnya …. Bukan besar kecilnya harta atau jabatan kamu yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu, Jadilah saja dirimu …. Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri.”


“ Indah sekali Pak. Magic word “kata wanita itu.


“ Itu bukan kata saya, tetapi itu puisi dari Taufik Ismail atau Douglas Malloch yang berjudul Be the Best of Whatever You Are. Artinya siapapun kamu, jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain. “ Kata saya


“ Saya kadang bingung  dan sedih. Apalagi kadang di bully teman karena keadaan saya seperti ini. Apa karena saya ngotot dengan mimpi saya?


“ Ya. Kamu masih muda. Usia emas usia berkarya, usia banyak impian, tentu melakukan banyak kesalahan. Semua orang pernah muda. Akan melewati hal yang sama. Kadang diusia muda, kita ingin mengubah dunia. Tetapi yang berubah hanya usia. NIkmati saja hidup. Kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan hari ini.  


Jangan dengar apa kata orang yang merendahkan kamu. Jangan membuat kamu lemah karena itu. Focus kepada dirimu saja. Teruslah terbang tinggi. Semakin tinggi, semakin kamu akan sendirian. Karenanya, kalau ada peluang untuk menikah, menikahlah. Nikmati kebersamaan. Belajarlah dari dunia kecil itu. Ciptakan sorga di rumah itu. Lihatlah, saya menua, tetapi saya baik baik saja.” Kata saya.


“ Senang ketemu  bapak. Jadi semangat untuk berjuang dengan tetap  bersukur dan bersabar.” kata wanita itu. Saya tersenyum. Di luar hujan sudah reda. Malam sudah datang menjemput. Sebaiknya saya pulang.


Friday, August 05, 2022

Ilusi..

 





Mungkin Mariana termasuk orang yang kemana pergi diikuti uang. Kenapa aku bilang begitu ? karena begitu banyak network investornya. Entah bagaimana dia kenal dan dapatkan. Tetapi dia memang cantik dan cerdas. Tidak urakan. Sangat terpelajar dan tenang sekali. Dia alumni PTN terkenal. Kalau bicara sangat runut dan sangat akademis.  Fasih bahasa inggris dan Mandarin.


Tapi yang aku tahu begitu sering dia dapat peluang bisnis, bisnisnya biasa saja. Walau tidak ada bisnis yang serius dia kelola. Namun hidupnya tetap tajir dan bergaul di lingkungan high class. Tinggal di real estate mewah. Belakangan aku tahu semua peluang bisnis dan network investor itu dimanfaatkan oleh pria kekasih gelapnya. Dan pria itulah sebagai financial resource nya. 


Perkenalan kali pertama aku dengan dia tahun 2004. Dia ajak aku untuk akuisisi bisnis melalui penyelesaian kredit macet di bank. Usai rapat dengan banker. Dia bertanya “  kenapa keliatannya kamu engga tertarik. Padahal presentasinya bagus”


“ Bukan karena saya tidak tertarik tetapi karena otak saya engga nyampe untuk memahami itu semua. Maklum saya tidak terpelajar secara akademis.”


“ Dimananya kamu engga paham?


“ Kamu kan tahu nature saya. Saya orang kampung. Hanya paham dunia nyata. Satu satunya fakta yang tidak terbantahkan, nasabah sudah gagal dan butuh recovery. Saya ingin tahu fakta mengapa sampai kredit itu harus di recovery. Harusnya nasabah itu cerita tentang fakta itu. Nah soal saya mau ambil alih atau tidak, itu urusan saya mikir. Engga perlu diprovokasi dengan opini dan dugaan segala, bahwa assetnya bagus dan peluang juga hebat. Engga perlu”


“ Tapi kan itu cara umum business presentasi”


“ ya tapi saya ogah buang waktu dengerinnya. Engga nyampe otak saya. Mending bicara kosong soal politik aja”


“ Kenapa ?”


“ Saya harus paham. Opini adalah hal-hal yang orang anggap sebagai fakta, itu bisa benar atau salah, bisa juga fakta yang tidak bisa dibuktikan. Itu butuh keahlian khusus mengidentifikasi pendapat dan mengeksplorasinya. Saya pengusaha, bukan dosen atau peneliti atau konsultan. Kalau saya ikut bahas, itu akan jadi pembahasan panjang dan membingungkan. Karena basic ilmu saya engga nyampe. Dan itu bisa membuat lawan saya jadi frustasi.”


“ Kurang paham”


“ Proses bisnis itu ada SOP nya kan dan tidak ada bisnis yang salah. Kalau ada penyimpangan maka itu pasti karena berangkat dari opini atau menduga duga, yang lebih banyak melupakan fakta atau kadang opini dan perdugaan dianggap fakta juga. itu disebut berpikir fiksi. Kalau diteruskan proses ini, akan berujung kepada bisnis ilusi. Hasilnya pasti frustasi. Contoh konkrit, itu terpuruknya wallstreet karena orang terjebak kepada bisnis ilusi dan pasar berasumsi tentang future. Padahal di masadepan itu tidak ada yang pasti kecuali kematian Paham?


“ Ya paham.”


“ Apapun  harus berangkat dari fakta atau sesuatu yang dapat saya ukur dan buktikan dengan mudah. Semua orang berpendapat sama atas fakta itu. Saya  harus focus terhadap mana fakta, opini dan mana dugaan. Dalam kehidupan keseharian juga berpikir sama. Kalau ada masalah, focus kepada fakta. Ogah terjebak dengan opini dan dugaan. Itu akan buang waktu. Bersikap dengan fakta itu dan temukan solusi atas fakta yang ada.” kata saya.


***

Tahun  2010. Senja di Hong Kong. Saya meliat wanita langsing dan hidung mancung sedang berjalan depan gedung WTC. Rentetan toko-toko, kafe, butik, melihat bayangannya sendiri terpantul membaur dengan manekin, benda-benda, dan huruf-huruf besar yang melekat di kaca etalase. Ia terpesona. Bagaimana seorang terjebak dalam phantasmagoria? phantasmagoria adalah berbaurnya rentetan gambar, citra, figur-figur yang menipu penglihatan, sampai kita susah membedakan mana nyata mana tidak nyata.


“Mariana bagaimana kamu berada di sini?” tanyanyaku takjub. Dia tersenyum menatapku seraya merentangkan tangannya. Aku peluk dia.


“Aku tahu  akhirnya kita akan bertemu, cepat atau lambat,” kata Mariana


 “Kamu penghayal sejati.” Kataku.


Mariana masih seperti dulu. Cantik. Dia mengenakan blouse putih lengan pendek, memperlihatkan putih kulit lengannya. Celana jins membalut pinggangnya yang padat. Kuku-kuku jarinya ber-cutex merah. Aku ajak ke privat cafe. Kami duduk santai di cafe itu sambil merokok. 


“How’s life…” katanya. Aku Tterdiam tak tahu harus menjawab apa. “ ada apa? tanyaku kemudian.


“ Dua tahun lalu suami saya meninggal.”


“ Suami? kataku mengerutkan kening. Setahu aku dia tidak pernah menikah.


“ Maksudku teman. “ jawabnya cepat. " kekasih gelapku." katanya kembali menegaskan. Saya tersenyum. 


“Hidup adalah ketidak sempurnaan. Yang sempurna adalah kematian itu sendiri.” Kataku menentramkan hatinya.


“ Ya. “ Kata Mariana. “ Orang kaya, kadang ingin seperti orang miskin yang bisa hidup nyaman tanpa tekanan berkompetisi. Orang miskin kadang ingin seperti pengemis, yang bisa bebas tanpa pusing kerja keras bayar bill. Pengemis kadang ingin hidup dipenjara yang tanpa meminta dapat makan tidur gratis. Hanya kematian yang menghentikan keinginan. Karenanya semua mereka tidak ingin sakit.” lanjutnya.


“ Tapi orang kaya kadang melihat orang miskin bersukur karena hidupnya tidak kekurangan. Orang miskin bersukur karena hidupnya tidak perlu mengemis. Pengemis bersukur karena dia tetap sehat dan tidak jatuh sakit. Si sakit bersukur karena dia tidak masuk kamar jenazah. Ternyata hanya kematian yang tidak ada istilah sukur. Apapun situasi dan kondisi, kehidupan adalah berkah Karenanya kita semua dipaksa bersukur atas hidup kita. 


Hidup ini jalan kesendirian. Walau kita euforia berada ditempat ramai, itu hanya menumpang tawa saja. Walau kita tinggal di istana, itu hanya menumpang tinggal. Dunia ini hanya persinggahan saja. Bukan rumah kita. “ Kata saya tersenyum. Ia mereguk minumannya. Menatap kosong ke arah jendela. Aku diamkan saja dia. 


“ Ada apa ke Hong Kong? Tanyaku kemudian.


“ Deal dengan pemegang pranchise. Saya mau invest. Bisa beri advice saya“ Katanya singkat. Ah sekarang dia investor. Bukan lagi pemburu investor.


“ Apa bisnisnya ? Tanyaku. Dia menyerahkan proposal kepadaku. Aku baca cepat. Aku paham.


“  Gimana pendapat kamu? Katanya.


“ Laba persahamnya lumayan. Diatas standar industri sejenis. Namun ada tiga hal yang menjadi critical point.”


“Apa itu ?


“ Pertama, Ini bagian dari franchise global. Harga juga berdasarkan international. Yang jadi masalah bahan baku dan formula tergantung mereka. Itu menjadi aset terpisah dengan kontrak franchise. Itu resiko. Lama lama margin mereka atur. Walau punya standar bisnis dengan trust tinggi. Bagaimana pun kalau kita keluar modal, hidup mati kita tergantung orang lain, tetap aja bego.” Kata saya.


“ Kedua?


“ Kedua, Bisnis itu sekarang hanya suplementari dari bisnis utama mereka. Yaitu minuman. Tujuannya untuk meningkatkan  penjualan produk minuman mereka. Jadi mau untung atau tidak, produk utama mereka sudah aman. Kita keluar uaang  untuk kepentingan orang lain, itu namanya bego.” kataku


“ Ketiga, Trend sekarang dengan adanya Platform IT, merek bukan lagi penentu sukses di pasar. Karena semua produk kuliner bisa diakses dengan mudah oleh setiap orang, dan dengan sekali klik, makanan diantar ke rumah. Orang udah malas makan di restoran kecuali makan besar atau khusus. Jadi kalau masuk sekarang dalam bisnis network  franchise itu sudah telat. Di begoin aja kita” Kataku.


“ Duh, tiga kali sebut alasan ujungnya bego. Tapi tajam sekali analisa kamu. Padahal kamu baru baca proposalnya”


“ Bisnis saya kan private equity. Saya terlatih karena data yang eselalu update. Jadi engga gampang dibegoin. Engga perlu lama untuk tahu”Kataku. 


Dia terdiam. 


“ B, kalau boleh saya mau curhat” Katanya kemudian. Saya mengangguk dan tersenyum bahwa saya siap pinjamkan kuping. “  Tidak ada satupun bisnis saya yang sukses. Kalau saya keliatan sukses, itu karena saya punya kekasih gelap. Dia suami orang. Dia kaya raya. Dia memanjakan saya. Dia memberi apa yang saya minta. 


Sekarang usia saya sudah 40 tahun. Saya ingin mapan punya penghasilan bagus. Saya punya tabungan lumayan besar. Sejak dua tahun lalu, saya kehilangan 20 miliar rupiah. Bisnis engga jelas, Ketemu penipu semua. Saat sekarang saya baru sadar. Ternyata betapa sulitnya cari uang lewat business process berdasarkan fakta. Sekarang saya ada uang USD 5 juta. Bantu saya untuk dapatkan peluang bisnis yang bisa membuat saya mapan dan tenang menikmati masa tua saya” Kata Mariana.


“ Mau dengar saran saya “  Kataku. Dia mengangguk.


“ Sebaiknya uang itu belikan SBN. Kamu bisa nikmati bunga untuk hidup kamu. Dan bisa tenang melewati hidup dalam kesendirian kamu.” Saranku.


“ Mengapa tidak masuk ke bisnis real?


“ Kamu tidak berpengalaman. Sekian puluh tahun kamu tidak terlatih berpikir dengan fakta. Kamu cenderung berpikir ilusi. Menganggap asumsi dan oipini adalah fakta. Kamu tidak bisa membedakan loyang dan emas. Tidak bisa bedakan fakta dan opini atau asumsi. Mengubah mindset itu tidak mudah. Sebaiknya uang itu belikan SBN. Itu sudah jalan hidup kamu”


***

Tahun 2013 teman ajak aku ikut menghadiri presentasi program filantropi di Jakarta. Tempatnya di hotel bintang V. Ruang seminar terbatas. Hanya untuk 20 orang. Tahu siapa yang tampil memberikan presentasi itu? Mariana. Dia sempat tersenyum tipis ketika melihatku. 


Usai acara presentasi, dia menghapiriku. “ B,  ajaklah aku kencan. Malu kamu, kencan dengan wanita STW?” katanya dengan wajah bersemu merah.


“ Siapa malu. Ayolah kita cari cafe yang enak” kataku. Kami keluar dari hotel itu pergi cafe favorit saya.


“ Terimakasih sudah datang presentasi saya. Yayasan  tempat saya kerja terafiliasi dengan international filantropi Fund. Kebetulan perusahaan kamu di Hong Kong masuk daftar kami, Saya undang kamu lewat alamat kantor kamu di Hong Kong.” katanya.


“ Untung saya sedang di Jakarta.” 


“ Memang sudah jodoh ya kita harus terus bertemu.” 


“ Kenapa engga telp aja?


“ Saya terlatih berteman dengan pria beristri” Katanya tersenyum.


“ Tapi saya senang, Kesibukan kamu yang positif. ‘ Kataku. “ Oh ya gimana dengan uang kamu? Jadi beli di SBN atau di investasikan di mana?


“  Dua tahun lalu. Saya bertemu dengan pria yang lebih muda dari saya. Dia cerdas. Dia berambisi untuk berbisnis property. Proyek Rumah murah. Tetapi hanya dua tahun, habis uang saya. Kandas bisnis dan dia pergi dari saya begitu saja.”Katanya dengan wajah sedih dan airmatanya berlinang. Saya peluk dia. “ Ambil hikmahnya. Setidaknya  sekarang kamu hidup dengan skill kamu membujuk orang tajir untuk program kemanusian. ya kan. Itu pahalanya besar loh” Kataku dan dia tersenyum seraya merapatkan tubuhnya ke dadaku. 


“ Dan tidak lagi hidup dalam ilusi. Tetapi fakta.” Kata Mariana.


“ Ya. Bahwa pada akhirnya hidup ini bukan apa yang kita dapat tapi apa yang kita beri. Bukan apa yang kita pelajari tapi apa yang kita ajarkan. Bukan apa yang kita impikan dan prasangka tapi apa yang kita lalui dan kerjakan” kataku. Wajahku dengan Mariana sangat dekat…

Siluet kekuasaan dan kemiskinan.

  “ Mengapa kapitalisme disalahkan ? tanya Evina saat meeting di kantor Yuan. Dia CEO pada perusahaan di Singapore. Dia sangaja datang ke J...