Sunday, April 10, 2022

Marhaen

 




Dia wanita yang kupanggil Ibu. Perempuan perkasa yang setiap hari bertelanjang kaki menyusuri pematang sawah yang becek. Kemudian membiarkan kakinya terendam dalam kubangan Lumpur. Badan membungkuk menggemburkan tanah dengan kakinya yang kokoh. Suaranya nyaring mengendalikan kerbau menyusuri setiap jengkal sawah kami. Ibu dan Kerbau adalah pasangan serasi. Pasangan yang sadar dengan takdirnya. Pasangan yang harmonis diantara petak sawah yang menghampar dan ladang yang rimbun. Dan kami , anak anaknya adalah bagian penonton suatu drama kehidupan yang juga dulu ibu pernah lalui ketika masih kanak kanak. Kehidupan memang bergerak lambat dan tradisi ini menjadikan kami selalu akrap dengan kerbau dan sawah.


Ibu , adalah juga bagi kumpulan wanita dikampung kami. Semuanya berbaris rapi menjadi lebah pekerja karena para ayah turun kekota menjadi kuli atau apa saja untuk membangun kota. Kepulangan para ayah tidak lagi menjadi sebuah penantian. Para ibu hanya tahu bahwa mereka harus membunuh rasa birahinya hanya untuk sebuah harapan dari kota. Hingga setiap jengkal tanah dikampung ini hanya dipenuhi oleh para ibu yang kelelahan ketika malam datang. Keesokan paginya mereka harus kembali berbaris bersama kerbau kesayangannya. Layaknya suami , sang kerbau menjadi sahabat setia dan juga tempat makian bila kerbau itu malas bergerak. Tapi sang suami tetap menjadi harapan.


Yang menjadi kenangan terindah bagiku dan ini kelak yang akan selalu kurindu.Adalah memberikan tumpukan jerami kepada kerbau dan ibu akan membakar sebagian kotoran kerbau untuk menghangatkan tubuh kami dari sengat dingin malam dan juga untuk menghindarkan kami dari sengatan nyamuk. Semua tersusun dengan sangat sistematis. Antara kerbau dan kami saling melengkapi.Desa ini bila senja tanpa seluet elang menari nari. Pria tempat kehangatan bagi ibu ibu tidak lagi hadir dikala senja datang merangkak malam. Ibu nampak tidak lagi peduli karena selalu ada harapan bila ayah pulang. Membenamkan diri dalam kesuyian malam dalam kelelahan adalah irama hidup yang kadang membosankan namun ibu akan selalu baik baik saja.


Satu saat ketika Ayah pulang, maka keceriaan terpancar diwajah ibu dan juga kami. Maka hari hari berikutnya terasa sangat lain. Ibu lebih banyak bersolek. Apa lagi Ayah datang membawa oleh oleh bedak berwarna warni dari kota. Bibir ibu nampak ranum dan juga pipinya. TV berwarna yang dibawa Ayah dari kota menceritakan banyak impian untuk ku “ Kamu harus melihat dunia luar. Kamu harus seperti dunia yang ada diluar sana. “ Begitu kata Ayah memberikan semangat untuk ku. Hari hari berikutnya, Kerbau ku tak lagi nampak. Dia sudah digantikan oleh motor bebek baru berwarna merah. Juga ibu tidak perlu lagi bersusah payah membusukan jerami disawah kami. Karena ayah membawa pupuk dari kota untuk ditebar. Juga Ayah membawa bibit bibit terbaik dari kota. Semuanya “ agar ibu tidak perlu berlelah disawah dan dapat menikmati hasil banyak” demikian Ayah.


Kami merasa berubah dan harapanpun semakin besar bahwa kami akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Waktu bergerak maju , impian kami jauh lebih maju tapi anehnya kami tetap saja ditempat kami bahkan tak lagi merasa berpijak ditanah kami. Apa pasal? Sawah kami menghasilkan padi namun tidak memberikan kami cukup uang untuk dimakan karena harus berbagi dengan Koperasi untuk membayar pupuk dan bibit dan juga upah traktor menggemburkan sawah. Juga kami harus membayar cicilan hutang keperluan ibu membeli kulkas, membayar kredit motor dan banyak lagi. Lambat laun ayah sudah jarang bicara tentang keindahan hidup di kota. Tentang mimpi kelap kelip lampu kota dimalam hari. Tentang rumah megah berlapis marmer. Dan ibu sudah tak pernah lagi memintal rambutku yang panjang. Ibu selau pergi ketika aku terlelap dalam tidurku dan baru kembali setelah ayam berkokok. Tapi aku yakin ibu akan baik baik saja.


Aku tidak pernah tahu kenyataan yang sebenarnya tentang kota. Ingin sekali aku datang kekota melihat semua yang Ayah ceritakan, seperti bintang filem, mobil mewah, gedung tinggi dan banyak lagi yang selama ini hanya kulihat dari televisi. Dalam keinginan dan impian itu, akupun tidak begitu tertarik lagi belajar disekolah , apalagi ketika Motor bebek kesayangan ibu sudah tidak ada lagi untuk mengantarku kesekolah. Aku tidak mau berlelah jalan kaki kesekolah atau merusak sepatu cantikku. Aku rindu kota, tapi juga aku merindukan ibu yang tidak lagi ada ketika aku sangat membutuhkannya. Ayah hanya bilang ” Ibu mencari uang”. Aku sendiri bingung, sejak kapan Ibu pandai mencari uang.? Yang kutahu ibu adalah sahabat kerbauku disawah dengan arit ditangan menyiangi kebun kami. Tapi aku yakin , ibu akan baik baik saja.


Satu waktu yang tidak pernah aku lupakan , ketika malam aku terjaga. Aku sangat merindukan Ibu. Kulihat disebelah kamar , Ibu tidak ada. Ayah juga tidak ada. Aku mencoba melangkah keluar rumah. Berjalan menembus pekatnya malam. Diujung jalan desa terdengar suara musik sayup sayup dan suara tawa orang ramai. Kesanalah aku pergi. Disana aku lihat ayah sedang bermain remi dengan bertemankan bir hitam. Kemana Ibu ? Aku tidak melihat ibu. Langkahku terus bergerak mencari ibu. Dari kejauhan nampak ibu ku sedang berdiri didepan losmen kumuh. Ibu tersenyum kepada siapa sajan yang lewat atau kadang kala bercanda dengan tukan becak yang mangkal didepan losmen. Apa yang sedang dikerjakan ibu?. Aku tidak tahu. Tapi aku yakin , ibu akan baik baik saja.


Kini waktu berjalan terasa lambat seiring dengan semakin jarangnya aku melihat ibu dan Ayah dirumah. Memasak , menanak nasi dan mencuci adalah bagian dari keseharianku. Tapi setidaknya aku tidak harus bercengkrama dengan kerbau. Atau menggiring kerbau kesawah. Karena sawah sudah dijual. Kebun sudah juga dijual setelah sebelumnya kerbaupun terjual. Keinginan dan impian yang dibawa oleh TV , tidak lagi bisa kami dengar karena TV pun sudah lama terjual. Kami tidak punya apa apa lagi. Kecuali jasad dan impian yang masih tersisa walau tak bisa diungkapkan. Kami hanya butuh makan untuk membuat hari hari dalam impian kami tetap hidup. Itupun semakin sulit. Tapi kami yakin ,kami akan baik baik saja.


Kini, aku tidak lagi ada didesa bersama mimpiku. Aku berada di etalase dengan lampu temaram. Tubuhku menjadi tontonan orang orang yang melirik setiap melintas di depan etelage. Aku tersenyum bersama semua mereka yang ada didalam rumah kaca ini. Harapan kami disini , hanyalah berharap agar ada orang yang memanggil kami dan membeli kesenangan sesaat yang dapat kami berikan untuk membayar impian kami. Beginilah akhir dari cerita bila akhirnya aku ada disini bersama mimpiku dan juga sama dengan semua mereka yang terkapar tanpa masa depan karena terampas oleh mesin kepengohan dari budaya yang salah. Aku tidak akan menyalahkan ibu dan ayahku. Karena mereka juga adalah korban dari sebuah negeri yang gagal menjadi dirinya sendiri.


"Kalau kau melempar jumroh di Tanah Suci, ingatlah Tanah Air kita ini. Tancapkan di hatimu bahwa batu-batu yang kau hunjamkan itu merajam setan-setan kota maupun desa di tanah suci kita ini, yang tak sempat disingkirkan karena presiden pertama keburu ditumbangkan. Lihatlah, sekarang, di samping setan kapitalis birokat, muncul pula setan banggarong atas nama korporat. Mereka pesta-pora, gentayangan bermobil mewah meraung-raung suka-suka di Senayan sana, di Jakarta sana. Rajamlah mereka dengan batu-batumu itu. Rajamlah, sahabatku"


***


Ceritakan kepadaku tentang marhaen” Kata Wenny.


“ Kenapa kamu tanya itu? Darimana kamu tahu soal marhaen?


“ Saya pemerhati politik asia. Saya suka baca semua literatur tentang sosialisme.” Kata Wenny. “ Ceritakan kapada saya secara sederhana apa itu Marhaen, yang katanya ajaran bapak Soekarno yang fenomenal itu”


“ Saya akan uraikan secara sederhana prinsip perjuangan kaum marhaen. Mungkin tidak tepat. Tetapi inilah yang saya pahami sesuai otak jadul saya.


Pertama. Marhaen tidak menolak subsidi. Namun subsidi yang tepat sasaran. Subsidi bagus, asalkan subsidi untuk produksi. Kalau konsumsi yang berlaku bagi siapa saja, marhaen menolak. Seperti kasus subdisi BBM. ERa SBY, PDIP menolak kenaikan harga BBM ,tanpa ada subsidi pendirian industri hulu migas ( kilang). Jadi PDIP bukan menolak kenaikan BBM tetapi menolak tidak adanya program subsidi pendirian kilang BBM. Demi kemandirian, kaum marhaen siap lapar, bahkan mungkin mati.


Kedua. Marhaen menolak rakyat miskin diorganisir secara ekonomi lewat kekuatan politik semacam gerakan Koperasi era Soeharto. Marhaen maunya, negara hadir memberikan akses kepada rakyat terhadap pasar, modal dan tekhnologi. Sekali lagi, ingat. Hanya AKSES. Bukan pemberian free of charge. Harus disertai dengan kolaborasi dan sinergi antara yang besar dan kecil, Tugas negara memfasilitasi agar tidak ada aneksasi bagi yang kuat kepada yang lemah. itu aja.


Ketiga. Marhaen, menolak ekonomi dikuasai negara lewat konglomerasi BUMN atau Swasta. Karena itu akan melahirkan karte kaum berjuis, dan akhirnya melahirkan Oligarki ekonomi. Tetapi mendukung ekonomi gotong royong. Caranya? harus ada cluster tiga pilar, BUMN, swasta Besar dan UKM. Tiga pilar ini dijaga dengan ketat, lewat reformasi ruang agraria. Sehingga modal dan SDA negara terdistribusi dengan adil dan proporsional. Seperti apa ? Seperti bank Tanah, pusat logstik atau skema stokis, pajak progressive atas harta.


Keempat. Marhaen, mendukung keadilan ekonomi itu lewat penyediaan sarana transfortasi massal yang murah. Infrastruktur ekonomi publik seperti jalan , jembatan, bandara, pelabuhan dan kereta, bendungan irigasi. Agar rakyat kecil bisa mengakses keadilan ekonomi dimana saja mereka berada, Tidak ada lagi yang terisolasi. Empat itu saja. “ Kata saya. 


“ Apakah salah? “ Kata Wenny. “ kalau mereka memimpin negeri anda ? Karena mengelola ekonomi dengan standar marhaen itu murah meriah. Eggga perlu canggih amat untuk bisa makmur. Karena negeri anda sudah dirahmati Tuhan dengan SDA besar, dan yang diperlukan hanya niat baik dan keberpihakan kepada rakyat yang lemah.” Kata Wenny. Saya senyum aja. 


“ Sekarang jelaskan bagaimana perspektif kamu tentang sosialisme ala China”


Wenny terdiam seakan berpikir. “ Baiklah saya akan bercerita.” Kata Wenny, Saya siap menyimak “ Dari sebuah desa kepemimpinan terbentuk. Dari sebuah Desa orang diuji berjalan di titian. Dari sebuah desa orang dikenal , dipuji dan diasingkan. Hukum komunitas terkecil ini mempunyai hukum alam. Yang baik dihormati dan yang jahat diasingkan. Budaya terbangun, ketulusan dijalankan. 


Beda sekali dengan dikota. Orang bergerak dalam diam namun penuh curiga dan awas. Segala kebusukan dan kesalehan bersatu, menjadikan semuanya tak jelas dilihat dengan mata kepala. Dari kumpulan orang orang inilah budaya santun, tulus , terdegradasi menjadi budaya individualistis. Tapi bagaimanapun. Desa tetaplah memanggil rasa rindu nurani siapa saja untuk menemukan kesejatiannya.


Begitupula yang dirasakan oleh seorang Salesman gagal mengejar impiannya di Kota. Namun di Desa dia mendapatkan senyuman dan harapan, yang selama dikota jarang dia dapatkan. Tak perlu terkejut bila kedamaian dibalas dengan ketulusan untuk berbuat dapat melahirkan kekuatan diluar akal sehat. Sesorang ini adalah dia. Diapun akhirnya didaulat menjadi Lurah di Desa. 


Hanya karena di Desa yang miskin kepemimpinan tidak memberikan pendapatan berlebih kecuali rasa hormat. Namun bagi dia, itu adalah segala galanya. Diapun sadar bahwa dia bukanlah siapa siapa. Hanya salesman gagal di kota. Tak pula pernah mengenyam bangku kuliah. Namun, itulah dia, yang menyandang predikat sebagai pemimpin dari komunitas desa miskin. Mungkinkah.


Lantas apa yang di lakukannya ? Dia mengusulkan rencana sederhana. Yaitu agar petani tidak lagi bertanam padi,  tapi singkong dan jagung. Mengapa ? Sudah sekian lama kehidupan petani selalu miskin karena hasil padi tidak lagi mencukupi biaya hidup. Terus bertanam padi adalah mati konyol dan bodoh. Bagaimana dengan singkong dan jagung ? Singkong dan jagung akan dijual ke pabrik pengolahan di kota dan dia minta pabrik agar ampasnya diserahkan kedia untuk dijadikan bahan baku pembuat piring dan mangkok. 


Dia minta bantuan universitas mendesign mesin mixing dan press , molding untuk mengolah ampas jadi piring dan mangkok. Produk ini akan dipasarkan ke restoran cepat saji sebagai kemasan sekali pakai. Dari mana biaya membangun pabrik ? Ini ide gila. Engga ada bank yang akan biayai. Apalagi diusulkan oleh komunitas desa miskin. Namun tanpa diminta, semua rakyat desa menjual ternak sebagai satu satunya harta tersisa untuk mendapatkan uang membeli mesin. Bangunan dikerjakan gotong royong.


Penduduk desa begitu percaya dengan dia sebagai pemimpin. Semua sepakat tanpa tanya untuk beralih menanam singkong dan jagung. Perubahan ini ada resiko karena mereka terancam tidak makan apabila program gagal. Tapi mereka tidak melihat hal buruk menanti. Sebuah keyakinan untuk sebuah hope akan lebih baik daripada hidup bergantung kepada kesehajaan yang terhina dan tak terpelihara. Setiap hari kepala desa hadir di tengah mereka di kebun sampai akhirnya panen. Hasil panen ternyata melimpah dan dia berhasil memasarkan produk itu ke pabrik. Dan sekaligus mendapatkan ampasnya.


Setelah ampas diolah jadi piring dan mangkok. Berbulan bulan dia memasarkan produk itu, tapi tidak ada yang berminat mencoba. Namun dia tidak pernah menyerah. Sampai akhirnya ada restoran yang mau mencoba tanpa membayar dengan kondisi apabila konsumen restoran suka maka akan dibayar. Apa yang terjadi kemudian? Ternyata konsumen suka dan pesanan datang secara tunai. Akhirnya produknya menjadi terkenal. 


Rakyat desa di samping mendapatkan hasil penjualan singkong dan jagung , juga dapat penghasilan tambahan dari keuntungan menjual produk dari ampas. Rakyat desa yang tadinya miskin kini makmur. Mereka bersatu menghadapi masalah , mengambil resiko untuk berubah , berkerja keras untuk meraihnya.


Nah, keberhasilannya mengundang perhatian Partai. Diapun terpilih sebagai Bupati. Apa yang membuat dia terpilih ? ternyata karena hobinya mengumpulkan sampah plastic. Partai menganggap dia orang yang pantas untuk menjaga kota tetap bersih. Padahal tujuannya mengumpulkan sampah plastic agar tanah tidak tercemar. 


Ketika dia jadi bupati. Setiap hari , dalam perjalanan dari rumah kekantor, dia selalu menyempatkan diri untuk menanam satu pohon disetiap tanah lowong. Tidak ada rakyat yang berani mengganggu pohon itu karena dia yang tanam. Lima tahun dia berkuasa, kota yang gersang, tumbuh menjadi kota yang sejuk.dan penuh bunga. 


Keberhasilannya , ternyata bukan hanya mengundang perhatian pemerintah daerah tapi juga pemerintah pusat. Diapun diundang untuk datang kepusat. Jabatan tinggi sudah menantinya. Tapi ketika itu ditawarkan kepadanya , dia menolak dan lebih memilih untuk cepat pension. Ketika hal ini ditanyakan kepadanya , dengarlah jawabannya:


“ Sepuluh tahun menjadi pemimpin , usia saya serasa bertambah 1000 tahun. Selama itupula saya tidak pernah menikmati yang seharusnya saya nikmati. Apa itu, ? waktu!. Setiap hari , 18 jam waktu saya terpakai untuk mengabdikan diri kepada rakyat. Sehingga saya lupa tanggal ulang tahun istri saya. Lupa kapan terakhir saya mendapatkan bayi kedua saya. Saya lupa menjahit jas saya yang robek. 


Menjadi pemimpin itu, bagaikan hidup diatas bara. Setiap detik, bukanlah hal yang menyenangkan. Kalau anda ingin memberikan hadiah kepada saya , maka biarkanlah saya menikmati pension saya dengan damai. Jangan pernah berpikir sayalah yang terbaik, Karena kehidupan tidak akan pernah berhenti hanya karena ketidakadaan saya. Kita hanya butuh satu keyakinan, beri kesempatan kepada siapa saja untuk berbuat karena nuraninya dan selesai. “


***


Kisah diatas terjadi disalah satu distrik di provinsi Yunnan, China. Budaya China memaknai politik terdiri dari unsur kekuasaan , aturan dan keteladanan. Kekuasaan tanpa moralitas adalah Penjahat, Aturan tanpa keadilan adalah penjajahan, Keteladanan tanpa akhlak dan keikhlasan adalah Penipuan. Kekuasaan adalah politik yang datang karena kebutuhan untuk ” menyelesaikan” bukan retorika untuk pencitraan. 


Untuk ”menyelesaikan” bukanlah kemudahan dibalik banyak fasilitas jabatan yang menempel dalam simbol simbol kekuasaan. Tapi deretan derita dan kelelahan untuk ” menyelesaikan”. Bila ini disadari oleh semua kita maka tentu tidak ada lagi yang berani sombong mengejar kekuasaan atau jabatan. Tidak ada lagi yang mau merekayasa Undang Undang Politik untuk terus berkuasa. Tidak ada lagi fitnah. Tentu tidak adalagi kelaparan dan kematian karena kemiskinan. mungkinkah…? Kata Wenny. Dia tidak menggurui saya apa yang benar atau salah. Tetapi dia menggaris bawahi bahwa kepemimpinan dan niat baik adalah kunci utama untuk perubahan lebih baik.


“ Oh i see.  Paham saya. Leadership..” Kata saya.


“ My dear friend, kemajuan dunia karena keberanian untuk berubah. Kadang orang yang berani berubah terkesan gila dan tidak rasional. Dia pemberontak dan melihat sesuatu secara berbeda. Dia tidak menyukai keteraturan. Dan dia  tidak menghormati status quo. Dia  tidak menyerah dengan keadaan dan tidak suka mengeluh menyalahkan orang lain atau pemerintah. 


Kita boleh setuju atau tidak , memuliakan atau menjelekkan dia. Tapi satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah mengabaikan dia. Karena dia mengubah keadaan. Dia mendorong orang ke depan dan mengabaikan orang yang terlalu banyak alasan karena takut berubah.


My dear friend, yang diperlukan pemimpin yang punya niat baik untuk berani melawan ketidak adilan sosial. Bukan melawan dengan revolusi phisik,  tetapi revolusi mindset. Jangan takut untuk berubah menjadi lebih baik. Ingat bahwa orang-orang yang cukup nekat untuk berpikir bahwa mereka dapat mengubah dunia, adalah orang-orang yang berbuat dan mengambil resiko karena itu.. Mereka adalah hero dan peradaban terbentuk karena adanya orang orang pemberani untuk berubah. Itulah sebenarnya esensi dari ajaran Soekarno, tentu dari perspektif saya. Pilihlah dia yang pantas memimpin sesuai pemikiran Marhaen, kalian akan jadi negara besar dan terhomat. Maafkan kalau saya salah. Kata Wenny. 

Saturday, April 09, 2022

Tidak ada yang ideal

 





Kamu mungkin sering mendengar petani gagal panen karena banyaknya serangan hama. Meskipun seringkali merugikan petani, namun hama yang ada di lahan budidaya tidak seluruhnya dimusnahkan. Hal tersebut karena hama juga merupakan penyusun ekosistem. Ketika hama tersebut dimusnahkan, maka keseimbangan sistem ekologi bisa terganggu. Kamu tahu, Di bumi ini, banyak sekali jenis ekosistem dari ekosistem darah hingga laut. Semua sistem kehidupan tersebut penting bagi organisme di dalamnya. Tahu mengapa aku katakan ini? agar kamu tidak berpikir utopia, bahwa semua ideal sesuai pikiran kamu.  Kataku kepada Jane waktu kami makan malam. 


Entahlah, kenapa saat itu, Aku menganggap lucu kata-kata itu. Mungkin itulah sebabnya, sering orang kangen pada saat-saat kencan pertama. Kita memang ingin selalu mengulang kenangan. Saat merasakan sentuhan dan pelukan meresap begitu dalam. Deep kiss yang tak akan terlupakan. When you have sex only for physical pleasure, you are ashamed and guilty at one point in life or another, but when you make love to someone who means everything to you, you are always proud of it.  Never in your life, not even once, have you regretted the time and moment spent with that person.  You will always enjoy it and remember it with the same passion and joy.“  walau setelah itu, sampai kini tidak pernah ada lagi  deep kiss  dan sentuhan itu.


Langit mulai menggelap dan keriuhan kendaraan yang memadati Queen  road menyelusup masuk Café Alexander. Aku ingat,  dua tahun lalu, saat aku undang kencan Jane menikmati Peking Duck di resto ini. ”Kamu tahu, untuk dapatkan table  ini, aku mengorbankan pasangan yang sudah booking sejak minggu lalu. Kalau aku miskin atau sekedar kaya, mungkin sampai mati aku hanya dapat mimpi makan di kafe ini…selalu ada yang dikorbankan ketika ada orang ingin menguasai. Hidup memang begitu” 


***

“ Bagaimana mungkin kamu bisa terus mengerat. Mengakuisisi banyak perusahaan, dibanyak negara, sementara kamu sendiri tidak ada dimana mana walau ada dimana mana. Bagaimana investor kamu mau saja dengan rencana bisnis kamu? Siapa mereka? ” Katanya kepadaku satu waktu. Jane tidak tahu bahwa apa yang aku lakukan karena kerakusan mereka yang tidak ingin hartanya berkurang dan ingin terus bertambah, Bukan hanya harta tetapi lebih dari itu, hegemony. Entah siapa memanfaat siapa. Itu tidak penting bagiku. Selagi aku tidak dimangsa..


Mereka tidak rakus kekuasaan. Mereka tidak peduli dengan politik. Tetapi mereka mengendalikan politik, menentukan siapa yang pantas jadi presiden. Dan siapa yang pantas jadi pecundang. Politik itu Jane, kumpulan orang yang hidup dalam hipokrit. Politisi itu pendusta terlatih. Mereka menawarkan utopia kepada orang malas dan bodoh. Sementara mereka sendiri tidak hidup dari tenaga dan otaknya,  tetapi menyusu dari orang orang kaya yang rakus. Mereka Balita yang manja, sebenarnya. Kataku. Jane hanya tersenyum tak ingin terus berdebat. Lebih focus memandangku saja. 


Awalnya Jane tidak percaya. Mungkin sekedar menawarkan peluang. Yang menurutnya tidak mungkin membuat aku tertarik.” Ini bisnis mengelola holding company. Didalam nya mereka keuasai bentangan kabel FO dari asia sampai Guam dan terus ke London dan NY. Mereka juga punya portfolio saham satelite yang menjadi gateway internet global. Mereka juga punya jaringan telp selullar ASIA dan Eropa. Karena itu mereka menguasai bisnis bank digital. 


Mereka punya clearing server untuk uang digital yang merupakan outsourcing dari 5 bank central negara berkembang. Mereka menguasai ekosistem bisnis infrastruktur IT dan karenanya mereka mengendalikan uang cash milik publik. Sudah seperti negara dalam negera. Kekuasaan yang tidak nampak namun bisa dirasakan kehadirannya. Downsream bisnis mereka menggurita. Total asset USD 60 bllion. Itu terdiri dari 420 subsidiary company.” 


“ Mengapa kamu tidak hanya sekedar menawarkan peluang. Tetapi ikut dalam team. Aku tertarik bisnis mereka asalkan kamu bagian dari effort ku menguasai itu. “ Kataku, Jane senang. Dia mungkin merasakan ketulusanku seperti dia merasakan kehangatan sentuhanku pada pada malam pertama yang hebat pernah kami lakukan. 


“ Aku punya konsep. Aku ingin menjadikan ekosistem yang ramah. Tidak sekedar saling membunuh dan hegemoni. Tetapi sistem yang menawarkan efisiensi dalam sinergi dan kolaborasi, Aku percaya you are My dear akan dukung konsepku ? Katanya. Aku mengangguk. Dia senang dan rangkul aku. Deep kiss dan malam panjang yang indah. Setelah itu Jane menjadi team Srigala. Sibuk membujuk, menekan, menghitung dan memprovokasi siapa saja untuk tujuan hostile take over. 


***

Setahun kemudian aku bertemu dengan Jane.  “ Proses financial clossing terjadi. Kamu kuasai 70% saham melalui SPC, dan bank  offshore bertindak sebagai agent investment kamu. Orang tidak akan mengenal kamu di balik  akuisisi ukuran gigantik ini. Tetapi …” Janes terhenti bicaranya. Dia menangis. Aku menyerahkan tissue untuk dia mengusap airmatanya. 


“ Kamu preteli bisnis itu untuk mendatangkan uang tunai. Restruktur terjadi. Dengan alasan rasional, kamu merumahkan  ribuan karyawan. Menyingkirkan ratusan rekanan perusahaan. Mungkin mereka semua bangkrut dan frustasi akibat rasionalisasi. Kamu puas. Seakan kamu baru saja orgasme. Apa ini bisnis kamu, diri kamu? Kata Jane. AKu diam saja. 


“ Jane, bisnis IT dan infrastruktur Telekomunikasi itu tidak perlu karyawan banyak. Mengapa? bukankah IT itu diadakan untuk memudahkan bisnis dan membuat efisien. Hipokrit dalam moral bisa saja. Tetapi dalam bisnis,  itu konyol !. Hadirnya artificial intelligent adalah takdir mengenaskan bagi mereka yang masih mengandalkan otot dan hubungan humanis kerja. PHK itu keniscayaan. Tidak bisa dihindari. Mana bisa bisnis tumbuh melawan perubahan. “ Kataku. 


“ Dan karena itu kamu dapatkan uang tunai untuk generate rekening hedge fund kamu, mencari mangsa baru. Berburu lagi, termasuk mendapatkan wanita phd dan cantik yang lugu sepertiku. Untuk di PHP dan dikorbankan. “ Kata Jane dengan airmata berlinang.


“ Dear, aku selalu bicara tentang realita. Kalau aku bisa mengerti impian dan harapanmu, itu bukan berarti setuju dan sebuah realita yang harus kamu percayai. Karena satu satunya yang aku sesali dalam hidup ini bahwa aku harus terus berdamai dengan realita. Hidup ini memang tidak ramah dear. Mengertilah “ kataku berusaha menjangkau jemarinya untuk kuremas, tetapi dia mengelak.


“ Kamu memanfaatkan pengaruh dan kedekatanku dengan direksi target, dan akhirnya kamu lumat begitu saja. Semua mulut manis kamu, itu hanya drama Srigala. Kamu lempar racun kedalam target lewat skema shadow banking dan akhirnya target itu kehilangan power untuk terus melawan. Setelah itu ? Kamu menghindar bertemu dengan mereka. Kamu juga tidak mau bertemu denganku. Semua serba jadi legal dan ancaman. Sampai akhirnya target dalam posisi surrender or die. Kejam. Lebih kejam lagi aku,  yang menggiring mereka ke mulut srigala!  “ kata Jane menangis. Menyesali jatuh cinta kepadaku dan mempercayaiku.


“ Janes, kamu tidak perlu merasa bersalah. Direksi target itu menawarkan diri untuk diakuisisi karena mereka terlilit hutang.  Kesulitan cashflow akibat program bisnis yang terlalu humanis. Dihabisi oleh kumpulan SDM yang tak ingin berubah dan malas. Dihabisi oleh kerakusan stakeholder yang menggrogoti kesehatan jantung perusahaan.“ Kataku. Janes terlalu cerdas untuk mengerti sikapku. Semoga.


**


Aku  tengah dalam perjalanan bisnis ke Eropa ketika menerima telepon dari Wenny: Jenes meninggal dunia. Tepatnya bunuh diri. Beberapa orang bercerita menyaksikan tubuh Jene terjun dari puncak ketinggian gedung. Orang menduga duga. Rumor beredar. Ia tidak meloncat, seseorang mendorongnya. Orang tidak percaya Jane bisa bunuh diri. Dia sangat baik dan humanis. Mengapa harus mati mengenaskan.


Entah mengapa setelah menerima telp itu. Aku seperti melihat visual holo. Tubuh Jene yang meluncur itu mendadak menyala, bercahaya, kemudian pecah menjadi ribuan kunang-kunang. Penggambaran kematian yang terlalu dramatis, atau mungkin malah melankolis! Kematian janes adalah proses alami saja. Orang bisa mati karena kelaparan. Tetapi bisa juga mati karena alasan utopia yang tidak bersua. 


Mungkin saja terlalu idealis dan frustrasi karenanya. Akhirnya menerima kalah dalam kehidupan. Dikira kematian adalah solusi. Padahal berani hidup lebih bermakna daripada berani mati. Hidup adalah berkah. Dan karenanya kemauan menerima dan menjalani  realita dengan lapang dada, adalah misi manusia dihadapan Tuhan. Hidup ini bukan antara kita dengan ekologi, tetapi antara kita dengan Tuhan, yang sengaja  Tuhan create untuk mengagungkan diriNya. Semoga jane paham. Damai disisi Tuhan. 

Saturday, April 02, 2022

Kapten atas jiwa.



 


Masri, dia kukenal sebagai sahabat dan juga sudah kuanggap sebagai kakakku. Dia memang lebih tua dariku. Tetapi karena tubuhnya yang kerempeng, dia seperti seusia dengan kami  semua temannya. Masri sedari Balita sudah yatim piatu. Dia anak tunggal. Kedua orang tuanya meninggal ketika dalam perjalanan dari rantau ke kampung. Bus yang mereka tumpangi jatuh ke jurang. Sejak usia balita Masri dibesarkan oleh Neneknya.  Namun usia 8 tahun, neneknya juga meninggal. 


Sejak itu Masri hidup sendiri. Setiap hari dia pergi ke hutan. Mengambil hasil hutan untuk dia jual ke pasar. Apa saja. Mungkin karena sering diajak neneknya ke hutan. Dia paham mana yang bisa dimakan dan mana yang bisa dijual. Kami tidak begitu akrab dengan dia. Karena dia tidak sekolah. Kecuali bulan Ramadhan  liburan sekolah. Kami teman teman sepermain selalu mengandalkan Masri pergi ke hutan atau mancing di sungai.


***

Pernah ada pengalaman dan akhirnya menjadikan Masri idolaku. Siang hari bulan Ramadhan, masa kecil kami di kampung biasanya killing time dengan mencari kesibukan sendiri. Ya masuk hutan dan naik bukit. Atau pergi ke Sungai memancing ikan. Suatu saat kami masuk hutan. Baru beberapa langkah menyusuri lereng bukit. Tepat di belokan. Di sampingku ada harimau berdiri. Hanya beberapa langkah dariku. Masri yang ada di depanku. Memberi isarat agar kami semua merunduk. 


Harimau itu melompat tepat berada di depan Masri. Hanya 1 meter mungkin jaraknya. Si Sukri temanku kencing dalam celana seketika. Aku melihat Masri mengelus kepala harimau itu. Nampak mata harimau itu menyipit. Mungkin senang dia diusap kepalanya oleh Masri. Selang beberapa menit, Harimau itu berbalik badan dan melompat ke bawah. Berlari menjauh dari kami. Aku terpesona dengan kejadian itu.  


Pernah kami pergi ke sungai untuk memancing. Sebelum sampai di sungai. Kami terhalang langkah karena di depan kami ada ular besar sekali. Setengah tubuhnya ada di kali. Setengahnya lagi ada disemak. Ular itu tidak bergerak. Tapi matanya awas. Kami semua takut. Masri menyibak semak semak itu. Ternyata ular  kena perangkap penduduk. Dia lepaskan perangkap itu. Dan kemudian dia tarik ekor ular itu masuk ke dalam kali. Ular itu bergerak menjauhi kami.


Sejak peristiwa itu, kami menduga duga bahwa Masri keturunan pendekar harimau. Mungkin nenek buyutnya dulu adalah pendekar sakti dan mati menjadi harimau. Masri sendiri tidak pernah jelaskan mengapa harimau takut dengan dia. Tidak pernah menjelaskan mengapa ular itu tidak mematuk dan menelannya.



***

SD kelas 5, keuargaku pindah ke lampung.  Sejak itu aku berpisah dengan Masri dan juga teman temanku. Aku tidak lagi tahu tentang Masri. Hanya saja ketika SMA, aku dengar kabar bahwa Masri di usir dari kampung. Dia pergi bersama janda beranak 1. Entar kemana dia pergi merantau. Namun dari cerita yang kutahu, Masri dituduh berzina dengan janda miskin yang menumpang tinggal di rumahnya.  Entahlah.


Setamat SMA, aku pergi merantau ke Jakarta. Pilihan hidup yang tidak direncanakan. Memaksaku jadi pengusaha. Tahun 87 aku berdagang hasil laut. Aku bertemu lagi dengan Masri di Pulau Bay Bengkulu. Dia lebih dulu menegurku. Di Bengkulu dia berdagang minyak depan rumahnya. Dari dia aku dapat cerita tentang rumor buruk tentang dia di kampung. “ Kamu kenalkan si Minah. Itu anak janda miskin dan akhirnya jadi yatim piatu. Sama denganku” Katanya mengawali cerita. 


“ Minah menikah usia sangat muda. Suaminya juragan kaya pedagang hasil bumi. Dia jadi istri ke empat. Pernikahan itu hanya berlangsung 3 tahun. Suaminya meninggal. Minah tidak dapat warisan apapun. Anak anak dari istri pertama mengusirnya dari rumah pemberian suaminya. Dia tinggal di rumah pinggir hutan bersama anak balitanya. Aku datang mengajaknya tinggal di rumahku. Tapi orang kampung tuduh aku menzinahi Minah. Padahal aku hanya ingin menjaga janda teranta.  


Orang kampung mengusirku. Ya aku ajak Minah pergi merantau ke Jambi. Setahun di jambi, Minah dapat jodoh pengusaha sawit. Dia diboyong ke jakarta. Akupun pindah ke Bengkulu. Sejak itu aku tidak tahu lagi tentang Minah. Namun aib tentangku dan Minah tidak juga hapus di Kampung. Makanya aku sungkan untuk pulang kampung. Setidaknya aku berusaha menghindari orang kampung berdosa akibat fitnah itu. “ demikian cerita Masri. 


Aku juga tidak ingin bertanya banyak. Aku ingin tahu tentang siapa dia sehingga bisa membuat harimau dan ular takut.


“ Jel.” Serunya. “ Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya disisi Tuhan kekal, di sisi makhluk lenyap. Apa yang kita takuti? Tidak ada kecuali Tuhan ? Apalagi hewan “ Katanya. Dia terdiam sejenak mengisap rokok dalam dalam.


“ Saya paham itu. Tapi bagaimana menanamkan pengertian itu dan merasakan kehadiran Tuhan dalam diri kita. Apalagi tidak merasa gentar di hadapan binatang buas. “ Tanya saya. Dia tersenyum.


“ Keraslah kepada diri sendiri. Kamu harus jadi kapten jiwamu. Seberapa berat dan hebat kebencian, amarah, cinta, pujian, sakit , sehat, kawatir, takut, harta, jabatan, kepintaran dan kebodohan jangan sampai melemahkanmu. Apa yang terjadi di alam ini adalah cara Tuhan menampakan diriNya dan menyebut diriNya Maha Agung, penuh pengasih lagi Penyayang. Maka ikhlas bukan lagi kemewahan. Tetapi kebutuhan hidup kita .”Katanya penuh makna dan mencuci otakku. Apalagi yang bicara itu Masri. Idola masa kecilku.


“ Lantas apa yang mendasari abang begitu kuat dan tabah menghadapi rasa itu?


“ Sedari kecil almarhum neneku mengajariku berpuasa. Sejak usia 8 tahun aku puasa Nabi Daud. Sebulan aku puasa 15 hari. Sampai usia kini. Ya puasa adalah ritual untuk mengalahkan nafsu. Karena nafsu itu yang menggoda kita terhadap apapun. Bahkan kebaikan yang kita lakukan menjadi dosa karena  kesombongan.  Kekayaan yang kita miliki bisa menjadi sumber dosa karena tamak. Kemiskinan akan menjadikan kita berprasangka buruk kepada orang lain dan Tuhan. Dosa juga jadinya. Jel, bahasa keimanan adalah bahasa meniadakan diri kita dan semua yang ada kecuali Allah. 


Yang tahu kita puasa hanya Allah tapi manfaatnya kembali kepada kita sendiri. Kalau persepsi puasa kita benar maka apapun godaan tidak akan menggoyang keimanan kita. Engga ada yang perlu ditakuti sesuatu di luar kita. Bahkan fitnah dunia ini tidak akan melemahkan kita. Apapun yang menimpa kita adalah kebaikan. Baik yang terjadi kita bersukur. Buruk yang terjadi, kita bersabar. dan kita semakin kuat karena waktu dan keadaan. Kelak kembali kepada Tuhan dalam sebaik baiknya kesudahan.


***

Nasehat dari Masri itu tercatat rapi dalam buku harianku. Apapun " rasa" itu kembali pada diri kita sendiri. Jeruk itu manis, tapi itu hanya dilidah. Lewat lidah "rasa manis " itu hilang. Kalau kita tidak ada lidah tentu tidak merasakan manis. Namun rasa manis itu tidak datang begitu saja tapi lewat proses berpikir melahirkan persepsi bahwa jeruk itu manis. Rasa manis itu tidak pada jeruk tapi pada diri kita sendiri. Jeruk tetaplah jeruk.  


Nah , kalau kita bisa meng-eliminate "rasa " maka persepsi kita terhadap materi juga berubah. Otomatis nafsu sebagai pemicu timbulnya rasa lewat pikiran akan berkurang bahkan dengan keimanan bisa hilang sama sekali. Dengan begitu, secara kejiwaan kita kuat. Kita tidak lagi terisolasi oleh nafsu dan pikiran yang mendorong kita tergantung kepada di luar diri kita.


***

Medio akhir tahun 90, aku ikut program healing di Ponpes di suatu desa di Banten. Aku harus melalui ritual puasa selama 41 hari. Aku hanya berbuka puasa dengan air putih dan nasi putih tanpa sayur. Setiap hari seusai sholat melakukan wiritan. Setiap tengah malam bangun untuk sholat tahajud tanpa tidur lagi sampai subuh. Setelah beberapa hari disana ada pengalaman yang menarik. Tengah malam seusai sholat tahajud aku melihat ustadz sedang duduk seperti orang bersemedi di masjid.


“ Saya perhatikan setiap malam kamu bangun dan melaksanakan ritual sholat. Sangat khusu. “ Terdengar suara. Tapi aku tidak tahu dari mana sumber suara itu. Ustadz nampak tersenyum ketika melihatku kebingungan mencari sumber suara. “ Itu saya yang bicara. Saya menggunakan telepati bicara dengan kamu. Dengan bahasa ibumu“ Nampak wajahnya tersenyum. Langsung aku duduk menghadap dia.


“ Bagaimana anda bisa bicara dengan saya menggunakan bahasa ibu saya “ 


“ Persepsi saya tentang kamu bukanlah kamu seperti ujud mu.” 


“ Jadi apa ?


“ Gelombang pikiran, dan itu adalah energi. Makanya tidak sulit bagi saya masuk kedalam pikiran kamu, melalui gelombang itu.”


“ Bukankan energi manusia dibatasi oleh ruang dan waktu. Jadi bagaimana mungkin anda bisa masuk kedalam pikiran saya.”


“ Energi memang dibatasi ruang waktu tapi pikiran membebaskan itu.”


“ Pikiran apa ?


“ Tentang persepsi. Bahwa semua materi itu tidak ada. Yang ada hanya Tuhan.”


“ Lantas kita dan alam ini apa ?


“ Itu hanya visualisasi dari pikiran kita saja. “


“ Bagaimana dengan perasaan lapar, lelah, kecewa, dan senang, sakit, itu nyata ada dalam diri setiap manusia “


“ Itu manifestasi dari pikiran kita. 


“ Apa artinya itu semua? Bingung saya”


“ Semua yang ada disemesta ini tidak ada. Semua yang kita rasakan juga tidak ada.. 


‘ Tida ada ? Yang ada apa ? 

“ Yang ada hanyalah Tuhan. Tuhan memvisualkan semesta kepada kita agar kita mengagungkan Dia. Tuhan memanifestasikan pikiran lewat perasaan untuk kita mengagungkan Dia. Semua karena Dia. “


“ Oh…bagaimana dengan agama ?


“ Agama adalah kunci kamu memasuki gerbang keagungan itu dan menemukan rahasia tentang Tuhan.”


“ Caranya ?


“ Tiap agama punya cara yang diajarkan langsung oleh Tuhan melaui utusanNya.”


“ Untuk apa rahasia Tuhan ditemukan kalau toh pada akhir kita tidak ada.”


“ Untuk menunjukan Dia Maha Agung, tak terdefinisikan oleh apapun. Yang lain lenyap, bahkan kampung akhiratpun tidak kekal. Yang kekal hanya Tuhan, karena memang existensi Tuhan adalah Tuhan itu sendiri, bukan yang lain.


Setelah pembicaraan itu , sehabis sholat subuh aku lebih banyak tafakur tentang Tuhan. Lambat laun persepsiku tentang Tuhan terbentuk. Bahwa tidak ada apapun di semesta ini selain Tuhan. Hanya Tuhan semata. Tanpa disadari aku tidak lagi merasa lapar bila makan sekali sehari. Yang lebih mencengangkan adalah aku bisa bangun tidur tepat waktu sesuai kehendakku tanpa di bangunkan oleh alarm. Cukup aku berkata kepada diriku “ Tuhan bangunkan aku jam 3 pagi.” Maka terjadilah.


***

Tahun 2006 aku berangkat ke Shaolin Tempel . Mengapa aku ke Klenteng. Pemahaman ritual agama Budha 90% adalah Tuhan. Cinta.  Hanya 10% dunia. Jadi wajar kalau aku belajar menemukan persepsi tentang Tuhan pada agama Budha. Aku ingin tahu bagaimana cara mereka menanamkan persepsi itu.  Aku harus ikut lelang donasi agar bisa mondok selama 40 hari di sana. Lelang itu dilakukan lewat internet. Akhirnya aku dapat email. Aku dapat kehormatan untuk mondok.



Aku diantar oleh Wenny dan James sampai depan gerbang Klenteng. Wenny tertawa waktu aku semangat masuk gerbang. Tapi James memelukku. “ Saya tahu kamu sanggup. Saya dan Wenny akan nginap di hotel. Jaraknya hanya 2 jam dengan kendaraan dari sini. Jadi kalau kamu tidak sanggup. Kamu minta izin keluar aja. Butuh jalan kaki 5 km sampai ke stasiun BBM. Dari sana kamu telp kami. Kami segera datang jemput.” kata James. Karena masuk klenteng itu tidak boleh hape.  Rokok juga tidak boleh.


Tidak ada program terperinci di klenteng itu. Aku hanya ikuti cara hidup mereka. Berpakaian seperti mereka. Rambut dibotaki. Puasa. Kecuali minum Air putih. Tidur tidak boleh pakai kasur. Beralaskan anyaman rotan dan bantal dari bambu. Kebayangkan gimana tidak nyamannya tidur.  Jam 2 pagi para biksu sudah bangun. Mereka meditasi. Aku juga bangun. Meditasi sesuai agamaku. Tafakur namanya.  Paginya. kita ke ladang bertani. Tidak ada toilet. Jadi kalau mau BAB yang bawa sekop untuk tutup kotoran kita. 


Seminggu puasa aku sudah merasa tidak tahan. Badanku lemah. Puasa dalam islam sampai jam 6 sore. Setelah itu boleh makan bebas sampai jam 4 pagi. Tapi ini tidak ada makan. Kecuali minum. Tapi aku tetap bertahan. Masuk hari ke 10, aku sudah benar benar tak ada tenaga. Tetapi para biksu itu  biasa saja. Mereka juga puasa. Kegiatan sama denganku. Kenapa aku lemah, mereka tidak? Ah aku harus kuat. 


Aku terus bertahan. Masuk hari ke 20 aku sudah benar benar lemah. Waktu meditasi aku sudah tak ada tenaga duduk. Tetapi ada yang tegurku. Aku terkejut. Siapa? dia menggunakan bahasa ibuku.  Aku ingat waktu mutih di Ciomas. Itu dia menggunakan bahasa telepati.


“ Saya ada disamping kamu. “ Kata suara itu. aku lirik kesamping.  “ Kamu sedang dikuasai raga kamu. Itu sisi terlemah kamu. Padahal kekuatan kamu itu ada pada jiwa kamu. Keluarlah dari raga kamu.” Lanjutnya.


“ Bagaimana caranya?


“ Semua hidup ini hanya ilusi. Lapar, sakit, haus, senang, marah, kecewa, sedih, itu hanya ilusi. Buah dari permainan pikiran saja. Materi itu tidak ada.. Ragamu lemah karena ia berusaha memperdaya jiwamu, agar jiwamu jadi budak ragamu. Selama kamu jadi budak ragamu, kamu terisolasi oleh pikiran kamu. Kamu  hidup dalam ilusi. Akan lemah selamanya. Orang lemah tidak akan menemukan kebijakan. Tidak akan menemukan jalan kepada Tuhan “ Katanya.


“ Ya bagaimana caranya keluar dari raga saya?


“ Hilangkan pikiran lapar, haus. Itu aja dulu. Cobalah.”


“ Terimakasih Pak.” 


Kata kata itu seperti cuci otak. Membenamkan persepsi baru kepadaku.  Selama seminggu aku gunakan persepsi itu bertarung melawan lapar. Akhirnya masuk hari ke 30 aku sudah tidak lemah lagi. Badanku terasa enteng. Bahkan aku bisa melihat gerakan kupu kupu dengan slow motion. Angkat gentong dari bawah bukit ke atas bukit enteng saja. Padahal sebelumnya aku  tidak sanggup. Mendaki tampa beban saja udah capek apalagi bawa beban. 


Prosesi hari ke 40 aku sudah semakin mudah. AKu bisa hanya 10 menit dalam meditasi menghilangkan semua benda sekitarku. Tidak nampak lagi. Benar benar senyap dan tenang. Euforia tak terbilang.  Hari ke 40 aku selesai.  


Pagi pagi biksu ketua tersenyum menatapku. “ Kamu sudah mengenal diri kamu dan tentu kamu semakin paham akan Tuhan. Jaga diri baik baik. “ Kataya lewat telepati. Aku rukuk memberi rasa hormat kepada dia.  


Saya keluar gerbang. Sudah ada Wenny dan James jemputku. Mereka berdua memelukku. “ Kamu berubah bro “ Kata James terkejut. 


“ keliatan lebih muda dari usia kamu. “Kata Wenny. Aku diam saja. Tetapi setelah kembali ke Jakarta. istriku juga terkejut. Karena aku nampak sangat muda dari usiaku. Berat badanku turun 6 kg. 

Makanya sampai sekarang kalau sholat, persepsiku sama dengan meditasi. Tidak ada apapun selain aku dan Tuhan saja. Selalu usai sholat kepalaku berembun. Sama seperti kalau aku meditasi. Usai sholat aku kapten atas jiwaku.


***

Hakikat agama sama. Apa ? menyibak rahasia diri kita. Siapa kita dan mau kemana ?. Jawabnya sederhana. Kita bukan raga tapi jiwa. Ketika mati, raga jadi tanah namun Jiwa itu milik Tuhan,  di sisi Tuhan. Artinya, disaat kita dikuasai oleh raga, maka saat itu juga kita menjauh dari sisi Tuhan. Kita akan sangat lemah dan pasti kehilangan jalan menuju Tuhan. Kalau kita tetap bersama Tuhan, jiwa kita menjadi kekuatan besar, dan tidak ada yang rumit dalam hidup ini. Semua jadi mudah termasuk rezeki juga mudah. Mengapa ? Kreatifitas alam bawah sadar kita cepat sekali merespon keadaan diluar kita untuk survival. Membuat kita selalu rendah hati dalam berbagi.

Mengapa Hijrah ke China.

  Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding...