Saturday, November 13, 2021

Negeriku elok, rakyatku bego.


 


Istri berkenan mengantar saya meeting di Hotel Bintang V di kawasan Sudirman Jakarta. Sore  itu jalanan jakarta macet. Hujan turun rintik rintik. Sebentar lagi mungkin akan turun hujan besar.


“ Lihat mereka naik motor dan melihat awan gelap. Rasanya seperti nasip rakyat negeri ini. Seperti kura kura, tepatnya. “ Kata istri sambil setir kendaraan.


“ Kenapa kura kura “ Kata saya tersenyum. Teringat pendapat sains bahwa manusia itu termasuk keturunan langsung spesies kura-kura yang diamati Charles Darwin ketika merumuskan teori evolusinya pada abad ke-19. 


“ Papa lihat aja kura kura itu. Ia botak dan bermata besar. Dia tidak bisa melangkah cepat. Cangkangnya adalah pikirannya. Nasipnya hanya bisa melotot melihat bintang di langit. Jangankan ke bintang, melangkah saja sudah terlalu berat dengan angan angannya.


“ Bagaimana dengan pejabat ? apa analoginya?


“ Pejabat itu seperti burung pemakan bangkai. Walau retorikanya indah, penampilannya keliatan bersehaja, namun dia tetaplah pemakan bangkai. “ Kata istri tersenyum. 


Langit mulai menggelap. Nampak keriuhan kendaraan yang memadati jalan Daat Mogot menuju Grogol. Entahlah, kenapa saat itu saya menganggap lucu analogi istri itu.  Tetapi juga terkesan sangat miris. Orang minang berguru kepada Alam. Selalu punya cara mengungkapkan pikiranya lewat metapora.  Bakat itu ada pada istri saya. Saya terdiam dan akhirnya tertidur sampai dibangunkan istri ketka sudah sampai. “ Mama shopping. Nanti kalau sudah selesai meetingnya, telp mama ya. Biar mama jemput di lobi Hotel” Kata Istri berpesan.


***

Pertemuan itu diadakan di Restoran Jepang yang berada di dalam hotel Bintang V. Memilih restoran jepang untuk bertemu pejabat dan anggota Dewan, karena ada kamar tertutup untuk makan. Lebih privasi daripada di Lounge Executive yang terbuka sebagai ruang publik. Pertemuan ini diatur oleh teman. Dia pengurus ormas keagamaan. Dia akan membawa anggota DPR , dan direksi BUMN, serta pejabat yang ada di ring kekuasaan Presiden. Saya datang, mereka sudah ada lebih dulu di tempat.


“ Maaf, kita datang lebih awal dari waktu yang ditentukan. Kawatir hujan dan jalanan macet. “ Kata teman tersenyum. Setelah ramah tamah barang sebentar, kemudian direksi BUMN berkata “ Pak, tanah ini milik perusahaan dengan izin PIR. Mereka siap jual dengan harga per hektar Rp. 150 juta. Harga jual sesuai SPK ke proyek KEK sebesar Rp. 500 juta perhektar. Ya hanya USD 3,5 per meter. Nothing lah bagi investor asing.” Kata teman. Dia tahu karena saya punya akses kepada investor asing.


“ Soal izin dan pembebasan lahan engga usah kawatir. Orang kita semua. Gampang aturnya” Kata anggota DPR yang ikut hadir dalam rapat itu. Dia berharap saya tidak ragu. Saya tatap mereka satu persatu yang hadir dalam rapat itu. Ada peluang dan ada akses politik untuk menjamin bisnis ini jalan. Dua hal itu memang yang diharapkan investor asing. Mereka paham menarik hati investor asing. “ Ini proyek B2B. Kewajiban BUMN menyediakan lahan dan investor sediakan proyek financing. Fair enough. Kita hanya butuh pengakuan saja dari investor soal harga itu, biar mudah jadikan lahan itu sebagai setoran modal” lanjutnya. 


Saya tahu bahwa tanah itu walau akan jadi modal disetor BUMN lewat skema financing, namun uang beli tanah itu berasal dari PMN, dan akan menambah pemupukan modal bruto negara. Karena PMN itu berasal dari APBN. Tetap saja uang APBN dibancaki 4 kali lipat dari harga sebenarnya.


“ Saya tidak menjanjikan apapun. Nanti saya kabarin kalau investornya bersedia dengan proposal itu. “ Kata saya bersikap normatif. Namun sebenarnya saya muak. Yang pasti investor akan apraisal harga tanah sebagai bentuk setoran modal pada proyek. Engga sulit mereka dapatkan konsultan lokal untuk tahu harga mark up 5 kali lipat. Kemungkinan besar mereka tidak setuju.


“ Nah itu tugas yakinkan investor. Setelah itu kita bagi uangnya” Kata teman. Saya senyum aja. Hanya berlanngsung 1 jam rapat. Saya keluar setelah bayar bill kena Rp. 8 juta untuk empat orang makan.


Saya segera berlalu di restoran itu menuju Mall. Di jalan aya bertemu dengan teman lama. Dia pengusaha tambang. Terpaksa ngobrol sebentar. Kami masuk cafe. Pesan kopi ” Gila harga batu bara naik. Keren dah. Pesta lagi kita” Katanya tersenyum. 


“Tapi gimana dengan kewajiban Domestic market obligation (DMO). Kan  kontraknya longterm semua. Harga kan engga otomatis naik sesuai harga international” Kata saya. Karena kawatir kalau kenaikan batu bara itu akan mempengaruhi harga DMO. Akan menambah cost produksi PLN. Makin rugi aja PLN.


“ Ah gampang itu. “ Katanya tersenyum.


“ Gampang gimana? “ Kata saya terkejut. “ Kalau semua perusahaan tambang batubara melakukan ekspor, PLN bisa tumbang. Dan lagi engga mungkin PLN naikan harga pembelian batubara sesuai harga international. Kalaupun naik, ya tarif listrik juga harus naik. Itu bisa berdampak politik. Apa pemerintah mau.? Lanjut saya berargument.


“ Ya suruh aja BUMN tambang batubara jual ke PLN. Kan harga engga perlu naik. Swasta biarkan ekspor semua. Dapat cuan gede “


“ Gimana sih? Apa iya direksi BUMN tambang batubara mau?


“ Ah tinggal kita ganti direksi BUMN holding tambang. Ganti yang nurut sama kita”


“ Gila luh.”


“ Bukan gila. Negeri ini kita punya. Suka suka kitalah. Kan ada istilah you win you take all” Katanya tersenyum. Saya juga tesenyum tetapi tepatnya menyeringai. Dan segera berlalu seraya berjanji untuk ketemu lagi lain waktu. Saya bayar bill untuk dua cangkir  seharga Rp. 150.000. Ya, untuk makan malam saja habis uang Rp. 8 juta atau sama 3 kali upah UMR sebulan. Bill minum kopi aja sama dengan makan dua keluarga miskin sehari. Ketdak adilan itu fakta, bukan fiksi. 


Bayangan saya kepada omongan istri tadi. Rakyat memang kura kura. Kecerdasan dan kecepatan melangkah kalah dengan politisi. Mudah di-provokasi soal kebenaran dan kesalahan. Ya pejabat negeri ini adalah burung pemakan bangkai. Ketika rakyat berhadapan satu sama lain perang di sosial media, mereka berputar putar di atas seraya menyanyikan lagu “ Negeriku elok dan rakyatku bego.” Tiga hari kemudian saya baca berita " Direksi Holding Tambang diganti semua oleh Menteri. " Saham perusahaan tambang batubara melambung. Pesta dimulai. Tapi saya yakin tidak ada pesta tanpa akhir. Hanya masalah waktu.

Friday, November 12, 2021

Mencitai karena Tuhan.

 





Di sampingku nampak pria itu tertidur dalam posisi telentang. Dia memang selalu tidur begitu. Tidak pernah memeluk guling. Tak ada nampak dia terlelap dalam kelelahan.Kecuali kepasrahan. Padahal dia bekerja mungkin 18 jam sehari. Pria itu adalah suamiku. Namanya Hardi. Aku memanggilnya Bang Hardi. Kami sama sama orang Sumatera. Kalau hidup penuh rencana dan pernikahan adalah teraktualnya rencana jadi kenyataan, namun menjadi istri Bang Hardi tidak direncanakan. Terjadi begitu saja. Aku dalam posisi tidak bisa memilih dan entahlah bagi Bang Hardi. Mungkin dia beruntung mendapatkan aku istri yang cantik.

Seharusnya pria yang tidur di sisiku adalah Bang Maskur. Tetapi Bang Maskur pergi meninggalkanku setelah 6 tahun pacaran dan tentu menikamati prawanku. Apapun alasanya, aku tetap tidak bisa menyalahkan Bang Hargi.  Ternyata setelah 15 tahun aku menikah dengan Bang Hardi, dia tidak pernah menikah. Itu artinya perpisahan denganku adalah penyesalahan tak bertepi bagi Bang Maskur.


Teringat kali pertama aku bertemu, disaat aku sedang galau kehilangan Bang Maskur.  Ada sejuta tanya yang tidak pernah bisa aku jawab sendiri. Mengapa cinta suci yang dijaga bertahun tahun akhirnya kandas. Setelah Bang Maskur tamat kuliah di Jakarta, dia kembali ke kampungnya. Hanya karena orang tuaku tidak merestui hubungan kami. Mengapa begitu lemahnya bang Maskur memperjuangkan cintanya.? Padahal aku ada disampingnya untuk menghadapi segala rintangan. “ Restu orang tua, adalah ridho Tuhan. Tak elok kita mementingkan diri kita sendiri. Tanpa orang tua, kita tidak akan pernah ada. “ Demikian bang Maskur.


Bang Hardi tidak segagah Bang Maskur. Dia tidak terpelajar. Hanya tamatan SMA. Sementara Bang Maskur sarjana.  Kulit Bang Hardi gelap. Bang Maskur putih. Bibir merah. Karena Bang Maskur  tidak merokok. Beda dengan Bang Hardi yang merokok. Bang Maskur sangat pintar membuatku tertawa. Sementara Bang Hardi adalah pria pendiam. Satu satunya yang menarik dari Bang hardi adalah senyumnya. Dia mudah sekali tersenyum dalam situasi apapun. Walau dia tidak pintar agama seperti Bang Maskur namun dia pria yang taat beragama. Usia bang Hardi terpaut 1 tahun dariku. Aku lebih tua darinya.


***


Malam pertamaku dengan Bang Hardi tanpa kesan. Bahkan bukan malam yang kunantikan sebagaimana pengantin baru. Wajah masamku menyambutnya masuk kamar tidak membuat Bang Hardi tersinggung. Dia senyum saja ketika masuk kamar. Aku tidur memunggungi dirinya. Sejam dan dua jam dia tidak berusaha menyentuhku, dan akhirnya aku terlelap. Namun tengah malam, aku tahu dia terbangun. Mungkinkah dia menuntut haknya untuk menggauliku? ah tidak. Ternyata dia sholat malam. Terus dilannjutkan dengan zikir sampai datangnya sholat subuh. Aku baru bangun, setelah dia usai sholat subuh. Itu berlangsung 1 tahun, dan akhirnya aku luluh. Dia sentuh aku setelah aku membuka diri untuk disentuhnya.


Pagi pagi dia sudah di dapur dengan dibantu oleh satu orang anak buahnya. Sebetulnya itu bukan anak buahnya. Tepatnya ponakannya. Masak menu makanan untuk warung makanya di Pasar, terminal Bus. Aku hanya rebahan di ruang tamu.  “ Yan, mau teh ya. Aku buatkan.” kata Mas Hardi dengan senyum. Itu kebiasaanya setiap pagi untukku. Pergi ke pasar jam 7 pagi dan kembali pulang jam 10 malam. Waktu berlalu bersama Bang Hardi memang membosankan. Menjadi lebih terasa hidup setelah anak kami lahir satu demi satu. Anak tertuaku , Herman. Bungsu Wati. Setiap hari waktuku hanya sibuk dengan anak. 


Selama berkeluarga, memang aku tidak pernah merasakan kekurangan materi walau kami tidak pernah kaya. Tidak pernah ada kemampuan piknik keluar negeri. Tidak punya tabungan. Apalagi asuransi. Bahkan seragam sekolah anak anak, dia jahit sendiri. Satu waktu setelah Herman tamat SMU dan diterima di Universitas negeri. Aku mulai bingung. “ Bunda sudah ingatkan dari dulu. Ayah kamu miskin. Jangan bermimpi jadi Sarjana. “ Kataku. Aku ingin anakku realistis.


“ Kenapa kita harus miskin, Bunda, Sial banget nasip aku. Teman temanku orang tuanya gembira mendengar anaknya diterima di Universitas. “


“ Herman, Ayah bangga sayang. Bangga sekali kamu diterima di PTN. Ayah akan siapkan uang kuliah kamu dan ayah akan terus dukung kamu sampai tamat. “ Kata Bang Hardi. Tetap tersenyum. Tidak ada kesan sama sekali dia ragu dalam kemiskinannya.


Setelah itu dia pergi keluar rumah. Entah darimana dia dapat uang. Malam itu dia serahkan uang kepadaku.” Ini uang untuk Herman. Uang itu cukup untuk bayar kost nya dan biaya kuliahnya.” Katanya.  Belakangan aku tahu dia pinjam uang ke rentenir. Tiga bulan setelah itu, warungnya disita oleh rentenir. Bang Hardi berdagang buah di Pasar. Karena kami harus kirim uang Rp. 1 juta sebulan untuk anak kami ngekos di Malang, bang Hardi malamnya kerjanya di konveksi jahit kodian. Upahnya untuk biaya Herman. Hasil dari dagang buah untuk biaya hidup kami. 


Dua tahun kemudian, Wati tamat SMU. Diterima di UI. Dia terpaksa ngekos di DEPOK karena jauh dari rumah kami. Bang Hardi terus bekerja keras demi anak anaknya. Untung kami tidak perlu sewa rumah lagi karena sudah lunas dicicil. Suatu hari aku bertemu lagi dengan Bang Markus lewat pertemanan di Sosial Media. Ternyata dia merindukanku. Bang Markus tinggal dan bekerja di Riau sebagai PNS. Dia sudah berkeluarga. Menurutnya perkawinannya tidak bahagia. Dia tidak pernah bisa mencintai istrinya. Aku jadi tempat curhatnya. Setahun setelah pertemuan kembali itu, cinta yang dulu bersemi kini membara. 


Setelah berpisah dengan Maskur, barulah 15 tahun kemudian dia menikah. Itu bukti dia tidak pernah bisa melupakan aku. Aku percaya tentang ketidak bahagiannya. Seperti yang aku rasakan kini. Punya suami tetapi bukan yang pria yang aku cintai. Orang barat berkata, lebih baik hidup sehari dengan orang yang dicintai daripada hidup 1000 tahun dengan orang yang tidak dicintai.  Bukankah hidupnya hanya sekali. Untuk apa membuang umur dalam derita dan kepasrahan. 


Kedua anakku mendukung hubunganku dengan bang Maskur. Apalagi setelah tahu bang Maskur pejabat dan berjanji akan menceraikan istrinya. Mungkin karena mereka selalu dekat denganku dan tahu perasaanku“ Kenapa  bunda menikah dengan ayah yang miskin. Pahal bunda cantik.” kata putriku. Mereka terpengaruh suasana hatiku yang tidak mencintai ayahnya. Apalagi aku sampaikan itu ditengah kemiskinan kami. Lingkungan pergaulan anak juga mempengaruhi. Walau suamiku miskin tetapi tidak pernah membuat anak anak lapar dan tidak bisa bergaul dengan teman temannya orang mampu.


“ Bang.” kataku suatu malam. “ Ceraikan saja aku bang.” 


“ Yan, ada apa kamu. “ Kata Bang Hardi dengan wajah tidak percaya atas apa yang baru saja aku katakan. “ Apakah abang ada salah? Kalau ada salah, maafkan abang.” Lanjut bang Hardi berusaha tenang.


“ Aku tidak pernah bisa mencintai abang. Walau aku berusaha, tetapi tidak pernah bisa, bang. “Kataku terbata bata. Bang Hardi diam. Lama dia terdiam.


“Aku beri waktu kamu berpikir 1 bulan.  Untuk sementara aku jatuhkan talak 1. Kalau kamu berubah pikiran, kita rujuk lagi.” Kata Bang Hardi dengan tersenyum. Sebulan kemudia, aku tetap tidak berubah pikiran. Akhirnya kami proses perceraian itu di pengadilan. Di pengadian, Mas Hardi tetap tenang. Dia tidak satu kalipun menyalahkan ku sebagai istri yang tidak pernah menghormatinya. Tidak pernah membuatkan kopi untuknya. Yang sering menolak  berhubungan di tempat tidur. 


Usai sidang di pengadilan agama, aku dijemput dengan kendaraan oleh Bang Maskur. “ Yan, kamu tidak berhutang apapun kepadaku. Aku menikah karena Tuhan, dan apa yang kulakukan seama ini juga karena Tuhan. Justru maafkan aku bila tidak bisa memmbahagiakan kamu. Apa boleh kita tetap bersahabat setelah ini. Sebagai sahabat, aku akan selalu ada untuk kamu bersandar dan tubuhku akan selalu ada untuk kamu berlindung.  Boleh ya”  Kata Bang Hardi. Tetapi aku diam saja seraya memagut lengan Bang Maskur dan  terus melangkah kearah kendaraan.  Dari jauh aku lihat Bang Hardi jalan kaki keluar dari Gedung Pengadilan. 


Entah sadar atau tidak. Dia tersenyum menatap kearah kendaraanku. Pria yang 21 tahun bersamaku. Walau tidak romantis, tetapi dia tidak pernah membentakku. Dia memang tidak kaya. Tapi dia senantiasa bekerja keras untuk mendapatkan rezeki halal, demi tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah bagi anak anaknya. Bang Hardi tidak salah. Yang salah aku gagal mencintainya.


***


Ternyata Bang Maskur tidak pernah mampu menceraikan istrinya. Aku disewakan rumah di Riau. Hanya setahun dia bertanggung jawab mengirimi uang belanja dan biaya pendidikan anak anaku. “ Aku sedang diperiksa oleh Kejaksaan soal kasus Bansos. Mungkin sebentar lagi kasusku akan sampai ke KPK. Maafkan aku, Yan.” Kata Bang Maskur. Saat itu aku benar benar bingung. Seumur hidupku tidak pernah bisa mandiri. Bagaimana aku menghidupi anak anakku. Aku kembali ke rumah orang tua. Papa sudah lama meninggal. Tinggal ibu yang hidup dari pensiunan guru. Tabungan pemberian dari bang Markus, akhirnya habis. Herman akhirnya berhenti kuliah. Ternyata pemberian uang oleh bang Markus  selama ini membuat dia salah gaul. Wati juga.


Bang Hardi dengar kabar Herman punya masalah melarikan anak perempuan orang.  Dia datang ke Malang. Dia selesaikan dengan  menikahkan mereka. Mereka semua tinggal bersama bang Hardi. Wati hilang tanpa ada berita. Tiga bulan kemudian, bang Hardi kabarkan kepadaku bahwa Wati sudah pulang.  Namun dalam keadaan hamil tampa suami. Aku bisa bayangkan betapa berat beban dihadapi Bang Hardi.“ Mereka baik baik saja. Yan sehat?.” Katanya kalau aku bertanya soal anak anak. Sangat sederhana sikapnya. Tidak ada keluhan dan tidak pernah dendam.


***

Lima tahu setelah aku bercerai dengan Bang Maskur, aku sakit keras terbujur di Rumah sakit. Saat itu Bang Hardi datang bersama anak anakku. Tadinya anak anakku tidak mau lagi bertemuku. Karena ketika mereka ada masalah, yang datang bukannya aku, tetapi Mas Hardi. Mereka melewati masa masa sulit itu bersama ayahnya,  sementara aku menjauh. Tetapi lambat laun bang Hardi bisa melunakan hati mereka. Aku tahu, Herman sudah bekerja. Dari perkawinanya aku dapat cucu satu. Wati jugah sudah menikah. Pacarnya kembali ke-dia. Suaminya putra orang kaya dan bekerja sebagai direktur di perusahaan keluarganya.  Setelah sembuh, aku diboyong wati ke rumahnya. 


Tiga bulan setelah aku keluar dari Rumah Sakit. Anak anak memintaku agar kembai ke ayahnya. Aku setuju untuk menikah kembali. Ya Bang Hardi memang bukan yang pertama dihatiku, tetapi dia memberikan cinta terbaik untuku. Kini bang Hardi bukan hanya suamiku, tetapi ia juga adalah sahabatku. Dia akan selalu ada di sisi ku dan menua bersama. Terimakasih Bang Hardi.

Monday, November 08, 2021

Memahami peluang.

 


Putra saya datang ke saya. “ Pah, ini ada orang mau ajak kerjasama. Bisnisnya sudah jalan. Dia minta saham 30%. Kita bayar dia Rp. 5 miliar. Setelah itu, dia perlu Rp. 20 miliar untuk ekspansi “ Kata putra saya menyerahkan dokumen perusahaan , lengkap dengan neraca tiga tahun.  Ini kali pertama dia ajak saya diskusi soal bisnis akuisisi. Biasanya dia hanya tertarik kepada bisnis yang dia kuasai saja. Makanya saya antusias sekali ketika dia bertanya. Karena ini momen tetap mengajarkan dia. Orang bertanya karena kebutuhan mudah mengerti kalau dijelaskan. Karena dia sedang berada dalam gelap. Dia butuh cahaya menerangi jalannya.


Saya langsung ke whiteboard. 

“ Lihat neraca dan laporan keuangannya. “ kata saya.” Berapa laba ditahan tahun 2020?

“ Rp. 8 miliar. “ Kata Putra saya.

“ Berapa modal disetor ?

“ Rp. 2 miliar “

“ Nah artinya dalam tiga tahun perusahaan berjalan, nilainya adalah 4 kali dari modal disetor. 4 kali dari modal disetor ini mencerminkan effort yang melibatkan sumber daya perusahaan berupa uang, mesin dan SDM. Engga mudah mendapatka nilai seperti itu. Coba, kalau uang itu ditempatkan dalam deposito, paling menghasilkan bunga 6% setahun.

“ Tapi walau 6% kan pasti. 400% engga pasti.” Kata putra saya.

“ Ya ketidak pastian itulah value dari wirausaha. Yang kebanyakan orang takut menghadapi ketidak pastian itu. Paham”

“ Ya.”

“ Ok lanjut. Kalau dia minta Rp. 5 miliar atas 70% saham. Maka harga yang pantas adalah Rp. 5,6  miliar.”

“ Tapi kenapa dia minta Rp. 5 miliar? Kata putra saya dengan wajah polos.


“ Karena bisa saja dia butuh uang. Kalau kamu baca neraca dan laporan keuangannya. Laba terpakai untuk beli  mesin dan piutang. Sementara marketnya bagus tapi dia kesulitan cash flow.  Kalau dia jual mesin, jelas value jatuh, piutang jelas sudah sulit ditagih. Maklum itu piutang dagang. Jadi jual saham, adalah solusi agar dia bisa ekspansi dan value tidak jatuh. “


“ Jadi harga yang dia buka itu rasional”


“ Sementara ya rasional harganya. Tetapi kamu harus lewati dulu standar kepatuhan dalam proses akuisisi. Pertama, teken dulu MOU, agar kamu punya hak meminta diadakan audit neraca oleh akuntan publik. Setelah hasil audit keluar, ternyata neracanya benar dan valid, kamu masuk ke tahap kedua. Kedua, adalah Perjanjian jual beli sementara. Kamu harus bayar DP minimal 5% dari harga disepakati. Dengan DP itu kamu berhak audit management, SDM dan legal. Pastikan tiga hal, yaitu, kontrak tenaga kerja dan perizinan, hutang piutang perusahaan, termasuk hutang pajak. Ketiga, pastikan kamu tahu value bisnis perusahaan itu. Apakah karena tekhnologi, pasar atau SDM. “


“ Apa dia mau kita lakukan itu ?


“ Dalam hukum bisnis, kalau kamu sudah kasih orang DP, secara hukum itu sudah menjadi hak kamu. Dalam rentang waktu tertentu dia tidak bisa nego ke orang lain dan kamu juga punya hak untuk tahu semua, termasuk kamu jual lagi ke orang lain.


“ OK lanjut.”


“ Kamu harus dapatkan informasi sebanyak mungkin, agar kamu bisa meningkatkan value dari perusahaan itu. Artinya setelah kamu ambil alih nilai perusahaan itu harus meningkat, bukan karena modal tetapi karena aspek pasar, atau aspek tekhnologi. Kamu harus kerja keras dapatkan informasi itu. 


Papa biasanya temui eksekutif perusahaan sejenis. Papa undang dia makan malam. Dalam suasana santai papa ngobrol soal bisnis. Kadang dia beri informasi yang kita tidak tahu. Atau solusi bisnis yang bagus meningkatkan value tetapi pemegang sahamnya engga berminat menerapkan. Itu bisa saja peluang bagi kamu. Atau kamu ajak pejabat bank makan malam. Tanya dia soal bisnis itu. Umumnya bank lebih banyak tahu soal kredibilitas pemegang saham dan trend bisnis. Paham.”


“ Kalau sudah tahu bagaimana tingkatkan value perusahaan. Gimana caranya jalankan.”


“ Ya kamu harus berburu tenaga profesional yang mampu jalankan. Bujuk dia dengan segala cara. Tetapi utamakan pendekatan humanis. Sehingga kamu kenal dia secara pribadi dan dia percaya kepada kamu.”


“ Terus..”


“ Nah dari informasi itu semua, barulah kamu membuat keputusan. Beli atau tidak. Beli, kalau audit management, SDM dan legal, terbukti  clean and clear. Dan pastikan kamu punya peluang tingkatkan value perusahaan dan ada orang yang bisa menjalankan. Kalau hasil audit tidak valid, peluang meningkatkan value tidak ada, ya kamu keluar aja. Hilang 5% anggap resiko bisnis. Biasa saja.”


“ Wah resiko juga ya. “


“ Dapatkan peluang itu emang murah? Tanpa resiko kamu engga akan bergerak kemana mana kecuali ditempat tidur. “ kata saya tersenyum. 


“ Gimana kalau pemegang saham lama, punya solusi tingkat value perusahaan. Apakah tidak mungkin kita pakai dia aja sebagai profesional” Kata putra saya dengan cara berpikir pragmatis.


“ Kalau dia profesional dan tahu meningkatkan value, dia engga datang ke kamu. Dengan value 4 kali dari modal, tidak sulit dia deal dengan banker atau venture capital. Artinya hati hati, itu bisa jadi jebakan manis.”  Kata saya tersenyum, berharap dia mulai tercerahkan. 


“ Terus darimana duit untuk lunasi kekurangan 95% dari harga beli perusahaan itu.”


Saya tersenyum memandang dia sejurus. “ Kalau semua data dan informasi adalah valid dan peluang tingkatkan value menang ada. Uang bukan masalah.” Kata saya. 


“Gimana ?


“ Contoh sederhana. Kan banyak orang  kaya punya uang disimpan di bank. Kamu temui mereka. Bilang aja. Pak, kita kerjasama, anda tidak perlu keluar uang. Deposito tetap aman. Bunga tetap didapat.  Anda juga dapat saham 30% dari proyek akuisisi ini. Saya hanya minta deposito anda sebaga credi link. Dengan itu saya akan create surat utang dan jualnya kepada investor. Anda engga perlu kawatir soal resiko gagal bayar. Karena deposito anda hanya sebagai credit link aja. Resiko utama tetap saham yang akan saya kuasai sebagai jaminan. “


“ Apa iya mereka mau.?


“ Dengan data bisnis yang kamu sodorkan dia tahu itu peluang tingkatkan uang dia. Orang kaya yang cerdas itu punya sifat rakus, nak. Dia utamakan aman dan untung. Penuhi sifatnya itu. Apapun kamu usulkan, dia pasti mau. Tetapi kalau cuman cerita dan proposal, paling sekedar kopi secangkir doang kamu dapat dari dia.”


“ Ada contoh skema lain pah.”


“ Masih banyak contoh lan. Itu berkaitan dengan financial engineering. Cobalah belajar sambil kerja. Yang penting setiap kamu ada masalah, datang ke papa. Papa akan beri tahu solusinya. Dari situ kamu bisa belajar”


“ Tetapi untuk pastikan aman dan dapat untung itu yang sulit.”


“ Engga sulit. Patuhi saja standar akuisisi itu, dan bekerja keraslah memenuhinya. Kamu akan berhasil. Tetapi memang butuh pengetahuan dan kemauan untuk terus belajar dari sumber manapun. Makanya kamu perlu perluas pergaulan, open minded, dan rendah hati. Agar kamu bisa masuk disemua level strata sosial. Knowledge is power. Paham ya sayang.”

Friday, November 05, 2021

Focus kepada VISI.




Setelah pabrik elektronika diambil alih holding, tahun 2011 saya datang melihat pabrik. Saya didampingi Jemes. Sampai di pabrik sudah jam 4 sore. Setelah meeting dengan direksi dan GM, kami lanjutkan makan malam di lingkungan Pabrik yang memang menyediakan 4 ruang makan khusus VVIP untul clients. Pabrik menyediakan Chef khusus untuk melayani tamu. 


Saat makan malam itu perhatian saya kepada wanita yang sangat sigap mengawasi pekerjaan pelayan menghindangkan makanan. Setelah makanan terhidang, dia tetap berdiri dekat pintu. Seakan standby kalau diperlukan.


“ Di bagian apa wanita itu kerja ? Tanya saya kepada James.


“ Oh, dia bagian Umum. Namanya Fang Yin. Ini memang tugas bagian umum mempersiapkan makan malam untuk client, termasuk direksi dan pejabat”


“ Profesional sekali. Terlalu kompeten untuk kerjaan seperti ini. Hanya sekedar melayani tamu dan direksi.” kata saya. James tersenyum. “ Sebenarnya tadi dia kerja di Departement Business dan developement. Posisi dia manager. Tetapi  direksi yang lama geser dia jadi staff bagian umum. Katanya karena wanita itu menolak love affair dengan direksi” Kata James menjelaskan mengapa wanita itu keliatan sangat kompeten.


Setelah makan malam, saya diantar supir kantor ke Apartement. Jame pulang ke rumah. Tapi Wanita itu duduk di depan samping supir. Itu standar layanan bagian umum kepada tamu.


“ Kamu tadikan manager Business Developent. Mengapa bisa menerima dengan lapang dada jabantan diturunkan. Dan kamu tidak merasa setengah hati bekerja walau jabatan turun” Tanya saya dalam bahasa inggris. 


“ Saya bekerja untuk perusahaan dan saya percaya dengan Pimpinan. Kalau pimpinan tugaskan saya, saya harus menerima dan bekerja dengan sungguh sungguh”


“ Apa kamu tidak tahu? Kalau direksi lama pindahkan kamu karena kamu menolak love affair dengan dia.”


“ Saya tahu.” Katanya tenang.


“ Mengapa kamu tidak protes ?


“ Saya tahu batasan diri saya. Dia kaya, punya kekuasaan dan tentu wajar dia gunakan kekuasaan itu untuk menguasai siapapun, termasuk saya. Tetapi saya lebih memilih dikuasai oleh perusahaan daripada personal.”


“ Walau karena itu resikonya kamu turun jabatan”


“ Dimanapun saya akan bekerja sebaik mungkin.”


Turun dari kendaraan saya minta dia mampir ke apartement saya. kami ngobrol di lobi “ Besok kamu ke Huangzho. Pegang posisi manager market development.” Kata saya.


Dia terdiam dengan mimik terkejut, seakan berpikir dan akhinya dia berkata “ Ibu saya nasehatin saya. Kalau kamu tulus bekerja, yakinlah pimpinan Holding yang akuisisi perusahaan kamu itu akan pertahankan kamu dan jabatan kamu akan naik.” katanya berlinang.


“ Mengapa kamu sangat percaya kepada ibu kamu?


“ Saya orang miskin. Otak saya juga tidak pintar.  Saya engga mampu masuk universitas negeri. Untuk tamat kuliah, ibu saya harus kerja keras jualan jagung bakar di pasar malam. Saya tidak mau membebani ibu saya lagi. Cari kerjaan tidak mudah. Semakin hari semakin sulit uang. Dapat bekerja itu sudah berkah. Harus saya sukuri. Makanya saya tidak merasa rendah walau jabatan direndahkan. Jadi,  itu mengapa saya selalu patuh nasehat ibu saya.” Katanya. “ dan ternyata ibu saya benar.” Lanjutnya dengan suara lambat. 


“ Ma, terimakasih mah. Kalau nanti aku hasilkan uang banyak, mama akan  aku ajak tinggal bersamaku di Huangzhou.” Katanya kepada dirinya sendiri dalam bahasa mandarin. Tangannya menutup mulutnya menahan suara rintihannya. Saya terharu. Begitu sederhana cara dia berpikir dan dia sabar melewati proses itu.


" Kalau prestasi kamu hebat dalam setahun kamu bisa jadi CEO. Kesempatan terbuka lebar untuk kamu. Kerja keraslah."

***

Tahun 2018 saya datang ke Guangzho untuk meninjau persiapan pendirian pabrik mobil listrik oleh anak perusahaan.  Saat itu di China udah ada beberapa pabrik mobil elektrik. Suasananya sangat berkompetisi. Kantor sementara numpang di kantor anak perusahaan dari unit bisnis manufaktur processor dan iC. Saya menghadiri rapat semua team. Mereka team elite yang ditunjuk oleh Direktur BDG holding. Rapat team keuangan, marketing, tekhnologi dan legal saya ikuti dengan cermat. Saya tidak berkomentar apapun. Hanya jadi peninjau saja. 


Suasana tidak tegang. Saya memang ciptakan suasana santai. Setiap hari saya pakai kaus tshirt dan denim. Makan bareng bareng mereka. Di kantin saya melihat ada wanita nampak sendirian duduk. Terpisah dari teman temannya. Saya dekati. “ Kamu bagian apa ? Kata saya dalam bahasa inggris. Tidak berharap dia bisa jawab dalam bahasa inggris juga. 


“ Tadinya saya staff marketing, di unit bisnis processor dan IC. Tetatapi oleh boss saya, diperbantukan ke unit bisnis baru, proyek VE. Tapi akhirnya dipindahkan jadi staf operasional di pabrikk IC. “katanya dalam bahasa inggris sempurna.


“Apa yang kamu tahu soal bisnis VE ?


“ Sulit untuk berkembang kalau masih mengikuti penjualan cara konvensional seperti kendaraan BBM. 


“ Jadi gimana seharusnya?


“ Kendalanya adalah mendidik konsumen agar mereka aman dan nyaman menentukan pilihan. Memang ada dukungan pemerintah dalam bentuk subsidi harga dan kebebasan tarif pajak serta konpensasi emisi karbon. Tapi masalahnya adalah bagaimana menjadikan regulasi itu dalam satu platform pemasaran perusahaan. Orang tidak perlu janji, orang butuh bukti yang rasional. 


Contoh, bagaimana prosedur pembayaran konpensasi emisi karbon? Siapa yang ngitung dan gimana ngitungnya. Padahal esensi dari mobil elektrik adalah mengajak orang bertanggung jawab terhadap langit biru. ” Katanya. Saya tercengang. Hebat nih cewek.

 

“ Kita harus punya stakeholder yang mampu membangun sistem IT dengan aplikasi sederhana, sehingga konsumen bisa monitor   lewat Hape, berapa peran mereka menghemat emisi karbon dan berapa mereka dapat uang sebagai kompensasi dan setiap hari dibayar tunai. Kalau itu kita tawarkan, pasti tidak sulit meyakinkan pasar. Kalau engga, mudah dibantai oleh pemain kendaraan konvesional” Lanjutnya.


“ Apakah kamu sudah sampaikan ini kepada ketua team kamu?


“ Sudah. Justru karena itu saya dikeluarkan dari team proyek.”


“ Kamu lulusan apa ?


“ Saya sarjana Ekonomi” Katanya tersenyum.  Saya mengangguk dan tidak bisa menyembunyikan keterpesonaan saya akan kecerdasan dan visinya. Percis dengan visi saya. Tetapi tidak dipahami oleh semua direksi. Wanita ini mampu menguraikan dengan sederhana.


" Boleh tahu namanya ? Tanya saya.


" Jian Li" 


Saya perhatikan, instrik diantara mereka sangat terasa.  Itu sebannya cewek yang temui di kantin hanya bertugas sebagai anggota team saja dan akhirnya dikeluarkan juga. Maklum rencana CEO nanti akan dijabat orang lokal. CEO dari Holding akan ditarik pulang ke markas pusat di Hong kong. Nah diantara anggota team tentu bersaing untuk jadi CEO. Selama proses itu anggota team bisa saja jatuh, dan dikeluarkan sebagai anggota Team. Hanya jadi staf biasa saja di perusahaan.


Hari ketujuh, saya minta kepada CEO proyek agar masing masing ketua team Team bertemu dengan saya di Hotel secara personal. 


“ James, selama 5 hari saya ikuti meeting. Saya heran. Mereka hanya membahas soal cost dan return yang berkaitan dengan aspek teknis, sementara aspek marketing sangat kering sekali. Engga ada yang baru.  Mereka engga paham visi kita. Bagaimana mungkin semua ketua team, tidak paham visi bisnis VE. Kamu kan tahu, VE itu bukan sekedar jualan mobil seperti kendaraan convensional tetapi lebih dari itu adalah trend pasar yang butuh kesadaran akan ramah lingkungan dan kenyamanan.” Kata saya kepada CEO Holding setelah mewawancari ketua team satu persatu.


“ Jadi apa saran kamu.”Kata james.


“ Siapa CEO sementara di proyek ini? Tanya saya.


“ Dia direktur anak perusahaan di Vietnam dari unit business elektronik.  Sarjana elektro. Kompetensinya tidak perlu diragukan.”


“  Tarik pulang CEO yang ada sekarang.”


“ Kamu ada calon penggantinya? Kata James. Saya menyebut  Jian Li yang saya temui di kantin. “ Nah malam ini atur saya ketemu dia. Saya mau undang dia makan malam. “ lanjut saya


“ Saya temanin? Kata james 


“  Panggil Fang di Huangzho dan Wenny di Hong Kong. Mereka berdua harus temanin saya makan malam.  .” Jawab saya tegas 


***

Malamnya  Jian, datang ke restoran untuk makan malam. Dia tetap mengenakan blesser seragam kantor. Dia terkejut ketika masuk ruang private room di resto itu. Karena melihat saya ada di dalam ruangan itu dengan setelah jas. Saya pandang dia lama. Dia sempat kebingungan. 


“ Maafkan saya. Tempo hari saya kurang sopan. Saya tidak tahu siapa anda.  Ternyata anda adalah boss besar saya. “ katanya bergetar. “ Saya senang bekerja di perusahaan. Sungguh. Saya butuh kerjaan untuk makan dan bayar bill” katanya dengan wajah kawatir saya akan pecat dia.


“ Tenang saja. Berapa usia kamu ? Kata saya berusaha mengajaknya jangan tegang.. 


“ 32 tahun. “ 


“ Sudah menikah ?


“ Belum. “


“ Punya pacar ?


“ Tidak ada. “ 


“ Jian Li.." seru saya menatap tajam ke matanya.  Keliatan dia tegang.


" Ya pak.." Jawabnya dengan sikap sempurna.


" Pada awal Pabrik elektronik tempat kamu kerja itu saya akuisisi, kami mengalami banyak kesulitan. Tapi setelah  CEO dipegang oleh Fang Yin, kami bisa melewati semua masalah dan bisa berkembang jadi 4 pabrik. Sekarang Fang Yin jadi Direktur subholding Elektronik. Nah, kamu mulai besok jadi ketua team proyek. Semua hal berkaitan dengan management lapor ke Fang.  Saya tidak ragu. Kamu akan sehebat Fang. Mau ya..” Kata saya tersenyum. Dia terdiam lama. Giliran dia menatap saya dengan raut tidak percaya atas barusan yang dia dengar. “ Ya saya sanggup, Terimkasih. Terimakasih..” katanya berdiri dan membungkuk di hadapan saya.


“ Saya beri kamu waktu 6 bulan untuk mempersiapkan semua secara detail. Pastikan tahun depan kamu bisa ketemu saya di Hongkong untuk dilantik sebagai CEO Industri VE. “


“ Siap pak. Saya akan kerja keras. Bangun team yang solid. Berjanji tidak akan kecewakan bapak. “


“ Ok. Sebentar lagi ada Fang dan Wenny akan temanin kamu makan malam.. Saya ada meeting tempat lain. “  Kata saya. Benarlah 10 menit berselang Wenny datang bersama Fang dan saya terkenjut ternyata Risa juga datang. " Maaf B. aku terpaksa ajak Risa, untuk pastikan dia, ini perintah kamu pakai direktur dia sementara. Maklum kamu buat keputusan cepat sekali. James, minta bantu saya" Kata Wenny. Ya Risa China Pontianak adalah CEO subholding elektronik di Shanghai. 


" Kamu engga keberatan ya Risa, Saya pinjam direktur kamu 6 bulan saja." Kata saya.


" Apapun yang kamu anggap baik, saya dukung. " Kata Risa dengan sikap formal.


" Terimakasih. Temanin saya ke Shangrila. Ada acara investor party. Mau ya." Kata saya kepada Risa. Risa melihat ke Wenny. Sepertinya minta izin. Wenny mengangguk. Saya langsung jalan keluar bersama Risa. Selanjutnya tugas Wenny memotivasi Jian agar jadi petarung dan kapten yang handal menciptakan laba.


Pemimpin tidak bisa menyelesaikan masalah hanya lewat laporan. Tetapi turun ke bawah langsung akan mudah melihat dan mendengar persoalan mikro lebih spesifik. Sehingga menemukan solusi jadi mudah. Karena sebenarnya solusi itu tidak jauh. Ada didekat kita. Tetapi awan gelap intrik membuatnya jadi gelap, dan kita tidak melihat solusi itu. Akhirnya kita  sebagai pemimpin jadi korban intrik politik. Perusahaan dan negara sama saja.


Siluet kekuasaan dan kemiskinan.

  “ Mengapa kapitalisme disalahkan ? tanya Evina saat meeting di kantor Yuan. Dia CEO pada perusahaan di Singapore. Dia sangaja datang ke J...