Friday, October 08, 2021

Hadiah cinta dari Tuhan.

 


“ Pulanglah. Sudah 15 tahun kau merantau. Ketika ayahmu meninggal kau tidak datang. Kini ibumu sedang sakit sakitan pula dan kau masih juga belum mau pulang. Anak macam apa kau ini ? Laki laki memang harus merantau tapi jangan pula merantau china. Lupa pulang. Lupa kampungmu sendiri. Lupa orang tua yang mencintai siang dan malam. “ Demikian kata teman lamanya ketika dia amprokan di Bandara Changi singapore.


“ Entahlah. Aku masih sulit berdamai dengan sikap Ayahku. Ayahku tidak restui aku menikah dengan Linda. Padahal itu cinta pertamaku. Sampai kini sudah kepala 3 usiaku, kututup hati untuk semua wanita."


“ Linda sudah menikah. Ikut suaminya ke Medan. Apalagi yang kau nanti? menanti dia jadi janda? 


“ Ya. Bila perlu janda beranak 4 pun aku tunggu dia.”


“ Tolol kau Bas. “ Kata temannya seraya mencibir. “ Tapi okelah. Itu sudah pilihan kau. Bagaimana dengan ibumu? apakah kau lupakan juga hanya karena cinta kau kepada Linda tidak direstui?


“ Aku tidak pernah lupakan orang tuaku. Sejak di rantau, setiap bulan tetap aku kirimin uang ke kampung.”


“ Ibumu bukan hanyan perlu uang tetapi kehadiran kau, Bas..”


“ Masalahnya ibuku minta aku menikah dengan Marina, tetanggaku yang juga sepupuku. Kalau aku pulang, pasti ibuku suruh aku menikah dengan Marina, ada kolot itu.


“ Kenapa ? Karena tidak secantik Linda?


“ AKu tidak mencintainya, B. “ 


“ Cinta bisa datang belakangan.  Pulanglah dan sujud di kedua kaki ibumu. “


***


Dia terbayang kemasa lebih 15 tahun lalu ketika di kampung. Dia pria yang gagah dan pandai berseni. Pemain gitar yang hebat dan disenangi oleh banyak gadis. Dia bangga dengan semua yang ada pada dirinya. Apalagi ketika Linda, gadis cantik,  berlesung pipi anak babah Amo terpukau dengan setiap lentingan gitarnya. Linda selalu memberikan senyum indah kepadanya, di sekolah, di jalan. Tak sulit untuk menjangkaunya. Semua isyarat yang dilihatnya sudah memastikan Linda menyukainya. Dari bertegur sapa dan akhirnya menjadi akrab. Cintapun berlabuh dalam hati untuk melihat yang tak terlihat. Hatinya berbunga manakala membayangkan wajah Linda sebelum berangkat tidur.


Namun cinta yang bersemi itu tidak diatas lahan yang rata. Ada pematang yang luas memisahkan mereka. Linda tak seiman dengannya. Soal harta dan kekayaan , dia tak sebanding dengan keluarga Linda yang pedagang besar di kotanya. Ayahnya hanyalah pegawai negeri golongan rendah. Teramat rendah untuk di sejajarkan dengan orang tua Linda.  Cinta itu mengaburkannya dari realitas bersyarat. Dia yakin akan diterima oleh keluarga besar Linda. Namun syaratnya diapun harus bisa membuktikan bahwa dirinya pantas untuk ditumpangi. Bagaimana caranya?. Dia hanya pelajar sekolah menengah. Dia akan rebut keyakinannya untuk seorang Linda. Kelak bila dia lulus sekolah , dia akan pergi merantau  untuk mengejar harapannya menjadi orang sukses di kota. Dia yakin.

Di tengah untaian kebahagiaan bersama Linda, ada sesuatu yang membuat dia berang. Apa? Seorang gadis lain, Marina, yang begitu akrab dengan keluarganya. Maklum saja Marina itu tak lain adalah sepupunya, yang juga tetangganya. Diam diam dia mengetahui betapa kedua orang tuanya menginginkan agar Marina kelak menjadi istrinya. Pulang kabako, itu ada kolot.


“ Tak perlulah merantau jauh. Di kota ini kamu bisa melanjutkan kuliah. Atau kamu bisa bekerja di tempat ayahmu bekerja sekarang. Atau kamu bisa membantu ayah Marina berdagang di pasar. Kelak kamu bisa pula menjadi pedagang untuk bekal kamu berkeluarga.” Demikian kata ibunya ketika dia lulus sekolah. 


Ada kekesalan di dalam dirinya ketika ibunya menasehati itu. Dia merasa tak lebih hanya seonggok daging yang tak punya nilai apapun. Masa depannya begitu mudah direncanakan dan dilalui. Tapi hanya untuk jadi jongos dan pedagang kumuh di pasar yang berlantai tanah. Tak bisa! Aku bukanlah pria yang selemah itu. Aku akan menjadi lain bila aku bisa mengambil resiko untuk masa depan yang kutentukan sendiri. Demikian tekadnya. Tak ingin dia berdedat panjang lebar soal masa depannya kepada orang tuanya. Hanya satu yang dia tahu bahwa niat orang tuanya agar dia tak jauh dari rumah dan menikah dengan Marina , sepupunya. Ini pikiran kolot.


“ Bercerminlah dengan diri kamu sendiri. Apa yang kamu harap dari Amoi itu. Agamanya berbeda dengan kita. Adat kita tak sama dengan mereka. Kau juga tahu , orang tuanya tak suka dengan kau. Mau apa lagi?. Mau merantau kemana ? apa yang kamu bisa untuk bertahan hdiup di kota besar? Paling paling kamu hanya membebani kerabat kita di sana. Di sini sajalah , ya nak. “ Nasehat ibunya. Kan benar. Ujung ujungnya nasehat itu berakhir pada niat orang tuanya untuk menjodohkannya dengan Marina.


Dia hanya tahu bahwa orang tua Linda tak keberatan untuk menerimanya asalkan dia pantas diterima. Dan itu bila dia punya kelas yang sama dengan keluarga LInda. Ini bukanlah permintaan yang berlebihan. Semua calon mertua menginginkan calon mantu yang hebat. Dia akan buktikan itu. Tekadnya sudah bulat untuk merantau. Diapun berangkat meninggalkan kota kelahirannya dengan dilepas linangan airmata oleh ibunya. " Elok elok di rantau. Jaga selalu sholat ya Nak." Kata Ibunya, memeluknya erat. Ayahnya hanya diam tanpa ada satu kata keluar. 


"Selamat tinggal kampungku, selamat tinggal teman sepermainan. Tunggulah aku datang dengan wajah dan nasip berbeda." Katanya dalam hati.


***


Awal merantau dan merasakan kejamnya ibukota , dia merasa kecut dan ingin segera pulang. Tapi ingat akan janjinya dengan Linda, niat itu diurungkannya. Untuk masuk universitas dia tak berbakat. Untuk berdagang, modal tak ada. Maka satu satunya modal yang dia punya adalah jadi salesman freelance. Dia hanya berharap agar suatu kelak dia dapat sukses. Setiap bulan dia terus berkirim surat kepada Linda soal hidupnya di kota dengan segala impiannya. Awalnya surat itu berbalas cepat. Namun tahun demi tahu sudah lambat dibalas dan akhirnya tak lagi berbalas. 


Namun dia terus mengirim surat dan surat. Dia baru berhenti berkirim surat ketika dia tahu bahwa Linda sudah menikah dengan pria pilihan orang tua. Harapannya pun punah. Tapi tak mengurangi tekadnya untuk sukses menurut caranya. Justru dengan menikahnya Linda, menimbulkan dendang dengan masa lalunya. Dia yakin kemiskinannya telah membuat dia berjarak dengan Linda dan akhirnya kehilangan Linda.


Setelah lebih 5 tahun dia merantau, Hidupnya memang berubah. Dia sudah jadi pengusaha sukses. Namun hatinya tetap hambar. Pintu hatinya tertutup kepada wanita.  ibunya tak lagi menyebut nyebut soal Marina. Ibunya hanya menitipkan pesan agar dia tak meninggalkan sholat dan terus berdoa agar dia selamat di rantau dan segera pulang. Itu saja. Di dalam surat ibunya tak pernah mengabarkan soal sakit. 


Dia baru tahu ibunya sakit itu dari teman lamanya yang kebetulan bertemu di Bandara Singapore. Tak terasa telah hampir 15 tahun dia merantau. Setelah bertemu dengan temannya, bila memikirkan keadaan ibunya yang sakit, keinginan untuk pulang itu semakin besar. “ Pulanglah. Sudah cukup waktu yang ada untuk membuktikan siapa kau. Sehebat apapun nasipmu, seburuk apapun nasipmu, kau tetapkah putra ibumu. Pulanglah. “ nasehat temannya.


***


Dari bandara dia naik taksi ke rumahnya. Dalam perjalanan dia perhatikan kotanya. Keadaan sudah banyak berubah namun kotanya tetaplah kota kecil. Sampai di rumah. Rumah terkunci. Nampak pekarangan rumahnya bersih dan terawat dengan baik. Di ketuknya pintu rumah itu. Tak berapa lama, pintu terkuak dan di hadapannya nampak Wanita yang tak lagi remaja. Marina..


“ Bang Basarudin ?


“ Marina ..” Katanya terkejut. Dia cepat masuk kedalam rumah “ Mana Mandeh? “ katanya setengah berlari kedalam kamar ibunya. Marina mengikutinya dari belakang. Di dalam kamar itu nampak ibunya berbaring. Dia peluk ibunya dan airmatanya tumpah. Di lihatnya ibunya semakin tua dan renta, apalagi dalam keadaan sakit ini.


“ Alhadulillah. Pulang juga akhirnya kamu nak..”


“Maafkan aku Mandeh. Maafkan aku.. Aku anak yang tak pandai berbakti kepada orang tua. Maafkan aku Mandeh. Seharusnya setelah ayah meninggal, aku menggantikan ayah untuk menjaga Mandeh.. “ Kata Basarudin dengan airmata berlinang.


“ Engga apa apa. “ Kata ibunya dengan terengah engah. “ Kan ada Marina yang setia merawat Mandeh. Dulu waktu ayahmu sakit, Marina membantu Mandeh merawat ayahmu. Hampir 6 tahun ayahmu lumpuh karena terserang struk dan akhirnya meninggal. “


Di tetapnya Marina yang ada di belakangnya. Marina tersenyum kepadanya. “ Kata dokter mandeh terkena penyakit jantung. Kesehatannya dari hari kehari semakin menurun, bang. “ Airmata Marina berlinang “ Setiap hari Mandeh selalu menyebut nama abang. Dan kini lihatlah wajahnya mulai memerah dan nampak segar. Kiranya rindunya tertunaikan kini. “


“ Ya , Mar…Abang memang anak durhaka. “ Hanya itu yang dia dapat katakan sebagai ujud sesal yang tak bertepi.


“ Kau sudah mau pulang saja ,sudah lebih dari cukup bagi Mandeh. “ Kata ibunya dan berusaha untuk duduk dari pembaringannya. Dia  membantu ibunya duduk.


“ Nah , mandeh, sekarang bisa makan kan ? Mar suapin ya? .” Marina tersenyum kearah ibunya. “ tadi malam mandeh bermimpi melihat abang pulang. Sejak itu dia tak mau makan. Setiap sebentar dia melirik ke pintu rumah. Dia yakin sekali abang akan pulang.” Kata Marina. Dia perhatikan setiap suap makanan yang masuk kedalam mulut ibunya. Diapun memperhatikan pancaran wajah Marina yang begitu tulus merawat ibunya.


‘ Gimana keadaan suami kamu., Mar “ Katanya tersenyum. Marina diam memerah wajah.


“ Si Mar belum menikah. Dia masih sendiri. Usianya sudah 30 tahun. “Kata ibunya dengan airmata berlinang.


“Kenapa belum juga menikah? “


Marina hanya diam.


“ Awalnya banyak pria yang hendak malamarnya. Tapi Mandeh mengharapkan dia untuk jadi istri kau. Dan orang tuanya juga setuju. Tapi setelah lima tahun kau dirantau , orang tuanya tak lagi berharap kepada kau. Namun setelah itu tak ada lagi pria yang hendak melamarnya.l Kini usianya sudah 30 tahun, dikota ini mana ada pria yang suka dengan wanita seumur itu. “


Dia tersentak. Walau cinta tak berbalas, namun Marina tak berkurang cintanya kepada kedua orang tuanya. Marina juga tahu bahwa dia tak pernah mencitainya. Cintanya ada pada Linda. Diapun tak pernah berkirim surat kepada Marina. Tak ada janji apapun. Apa yang dilakukan Marina kepada kedua orang tuanya tak lebih ujud keiklasan kepada Budenya, (adik dari ayahnya)  dan itu berkat didikan orang tuanya. 


Lima belas tahun penantian untuk cinta bukan waktu yang lama. Tapi penantian tuntuk sesuatu yang tak berharap kepada manusia kecuali kepada Tuhan , bukanlah waktu yang sebentar dan mudah. Benarlah ibunya yang menginginkan dia menjadikan Marina sebagai istri. Gadis sederhana yang santun kepada orang tua. Yang tak pandai bersolek namun wajahnya bercahaya. Yang tak pandai mengungkap perasaan hatinya kecuali ikhlas menerima apa saja hanya untuk beribadah kepada Tuhan.


Setelah seminggu dia berada di rumah. Ketika dia sedang duduk di beranda rumah menghadap taman bunga. Marina muncul dari balik pintu. “ Kapan abang kembali ke Jakarta “ Kata Marina dengan tertunduk. Tak ingin duduk berhadapan dengan dia. Begitu adat mendidik perempuan di kampung.


‘ Abang akan kembali ke Jakarta, setelah… “ katanya


“ Setelah apa bang? Kata Marina dengan wajah tertunduk.


“ Setelah abang bertemu dengan paman untuk melamar kau. Marina,  mau ya jadi istri abang.? Ikut Abang ke Jakarta. Mandeh juga ikut kita ke Jakarta. Sama sama kita rawat mandeh ya” 


Wajah marina bersemu merah. 


“ Alhamdulillah..” Kata ibunya yang ternyata mendengar pembicaraan itu. Dia berdiri dari tempat duduknya dan berlutut dihadapan Ibunya, “  Mandeh, restui aku menikah dengan Marina.” katanya. Ibunya mengusap kepalanya. “ Kau anak satu satunya mandeh. Kau permata hati mandeh. Berdirilah. Temuilah segera pamanmu. Dia juga merindukan kau.” Kata Ibunya tersenyum bahagia seraya melirik kearah Marina yang tertunduk malu dan sekejab kemudian Marina berlari kecil menuju rumahnya yang berada disebelah. 


Sebuah keikhlasan akan pasti berbalas dari Tuhan, untuk sesuatu yang tak terbayangkan. Marina mendapatkan Basarudin lewat proses yang tidak pasti dan cinta yang tak berbalas. Namun semua itu mudah bagi Tuhan. Cinta sejati ( true love) datang seiring dengan waktu dalam  kesabaran tanpa batas.

Saturday, October 02, 2021

Desa Utopia

 




Di suatu desa Utopia cerita ini berawal. Seorang musafir datang ke masjid. Ketika masuk, dia  mengucapkan salam. Sholat luhur dan setelah itu tanpa berdoa dia keluar dari masjid.. Duduk di teras masjid. Membuka bekalnya dan makan. Belum usai makan, terdengar suara keras di jalan, depan masjid. Anak kecil di tabrak motor. Anak itu terpelanting ke got. Orang ramai datang. Memukul permak pengendara motor.  Sang musafir berteriak lantang. “ berhenti.” Semua orang terkesima. Dia mendekati anak kecil yang tidak sadarkan diri. Kepalanya berdarah. Sang Ibu meratapi anaknya. 


Sang musafir meminum air dan kemudian menyemburkan air itu kepada anak kecil. Dalam 2 menit, luka di kepala anak itu tertutup. Bersih tanpa bekas, Kemudian berselang 2 menit, anak itu siuman.  Pengendara motor yang pingsan karena babak belur, juga disemprot dengan air dari mulut musafir itu.  Luka lebam hilang. Pengendara itu bisa sadarkan diri. Motor yang nyaris hancur karena amuk masa, bisa segera kembali baru setelah disemprot air oleh musafir itu.  Orang ramai terpesona dan terkesima melihat mujizat di depan mata mereka.  Tak sampai sehari berita tentang musafir itu tersebar luas ke seluruh desa.


Kepala desa mengajak musafir itu datang ke kantor.  Dia diberi tempat tinggal di samping kantor lurah. Keesokan harinya, orang kampung berdatangan. Ada yang sakit stroke, lumpuh, buta, koreng yang engga sembuh, TBC dan banyak ragam penyakit. Semua sembuh dengan air yang dsemprotkan dari mulut musafir itu. Bahkan ada wanita buruk rupa, bisa cantik setelah disemprot air oleh musafir itu. Suami yang lemah sahwat bisa perkasa setelah manunya disemprot air. 


Ada petani mengeluh karena pupuk langka. Mereka sulit dapatkan pupuk. Musafir itu memberi air satu botol aqua. “ Campurkan air ini ke dalam galon sesuka kamu.  Air itu semprotkan ke tanah. Panen tidak perlu tunggu 8 biulan. Satu bulan sudah panen” Kata musafir itu. Orang percaya. Ada juga peternak stress karena pakan ternak mahal. Mereka sulit untuk dapat untung. Mereka memilih bangkrut daripada terus jadi peternak. Musafir itu memberi air satu botol aqua. “ Siram ayam ayam itu. Meraka akan terus bertelur dan lebih banyak dari biasanya.


Pedagang mengeluh karena tidak punya uang. Musafir itu menyemprot piring di depannya,  berubah jadi emas. Emas itu dibagi kepada penduduk secara adil dan merata. Tiga bulan setelah musafir itu tinggal di desa, Tadinya desa utopia serba miskin. Berubah jadi makmur. Petani bisa paneh melimnpah dalam 1 bulan tanpa pupuk. Peternak bisa produksi telur melimpah tanpa pakan . Berkat emas, penduduk semua punya uang di ATM. Para istri semakin bahagia karena para suami perkasa dan kebutuhan makan melimpah. Tidak ada rasa kawatir akan masa kini dan masa depan.  Tidak ada rasa takut akan kena penyakit. 


***

Setahun berlalu…Ada pertemua antara pak lurah, camat, polsek dan tokoh pengusaha, tokoh masyarakat

“ Pak lurah, kalau begini terus kehidupan, untuk apa lagi ada kantor pemerintah. Orang semua tertip dan mampu bergotong royong membangun desa tanpa perlu anggaran dari pemerintah. Karena orang semua bahagia lahir batin, mereka tidak butuh masjid dan ustad. Orang yang tadinya kaya kini kehilangan pride karena semua orang tidak ada lagi yang miskin. Polisi kehilangan gairah. Maling tidak ada. Orang hidup rukun damai. Kemarin Pilkada, tidak ada satupu rakyat yang ikut pemilu, karena mereka engga butuh lagi politisi. “ Kata kepala desa.


“ Kita harus berpikir mengembalikan siatusi seperti semula. “ Kata Camat. Semua mengaminin.


“ Ah mudah itu. Semua itu bisa kita balik, Ini hanya soal membangun persepsi di tengah masyarakat. Kita ciptakan propaganda untuk memprovokasi rakyat agar mereka kehilangan trust kepada musafir itu. ” Kata kader partai. Kemudian  mereka membuat rencana matang. Usai rapat semua merasa mantap.


Seminggu kemudian, 30 Ambulance datang membawa orang ke Rumah sakit rujukan. Mereka diangkut dari puskesmas karena keracunan air yang diberikan oleh Musafir itu. Kemudian berita meluas, dengan bukti korban massive berjatuhan akibat makan beras dari panen yang tercemar racun. Telur yang dihasilkan perternak juga diberitakan tecemar penyakit yang tak ada obatnya.


Para cerdik pandai, dokter, ustad, tokoh masyarakat terjun ke bawah memberikan penyuluhan bahaya menggunakan air yang berasal dari Musafir itu. Bahkan emas yang dikatakan asli ternyata palsu. Siapa saja yang mengconter berita itu, pasti dituduh menyebarkan hoax.


Musafir itu ditangkap dan dikirim ke kota. Setahun kemudian, desa itu kembali miskin. Kepala desa dihormati, kader partai tempat bersandar, orang kaya dibanggakan, ustad dan tokoh agama dipuja, Itulah kehidupan yang normal. Semakin banyak orang miskin,  semakin terasa harta, kekuasaan dan sex  itu sangat bernilai dan nikmat. Demikianlah kisah dari desa Utopia, hanya utopia yang tak mungkin terjadi, sebagaimana kisah tentang keadilan sosial itu hanya omong kosong.

Friday, October 01, 2021

Mentunaikan amanah sahabat

 





“ Neneknya sudah meninggal. “ Kata pria itu, yang juga kakek dari Fatimah. “ Sejak tahun lalu saya kena TBC. “ Lanjutnya seraya menatap anak gadis kecil usia 7 tahun. Kehidupan yang sangat miskin di Lebak tahun 1986. Saya tahu itu isyarat bahwa dia mengkawatirkan masa depan cucunya. 

“ Biarlah Fatimah ikut saya ke Jakarta. Saya akan masukan dia ke Panti Asuhan Putri, biayanya saya yang tanggung.” Kata saya. Pria tua itu hanya tersenyum. Dia tidak berdaya apapun untuk menghalangi permintaan saya. Karena sebelumnya selama 3 tahun saya biayai Fatimah dengan mengirim uang setiap bulan. Tapi rasa sayang dan berat berpisah tidak bisa disembunyikan. “ Ikut Om ya. Kamu akan di tempatkan di panti. Selama disana kamu baik baik kamu ya Fatimah. “ Pesan Kakek itu seraya mengelus kepala Fatimah.


Saya menempatkan Fatimah di Panti Asuhan Putri dibawah yayasan keagamaan. Kepada pengurus panti saya katakan “ Ibunya sudah meninggal, Sementara ayahnya tidak tahu dimana. Neneknya yang sangat mencintainya juga telah tiada. Sementara kakeknya sakit sakitan dan miskin. Saya akan memberikan donasi kepada panti. “ Pengurus panti bersenang hati. Ketika saya hendak pergi, Fatimah menangis. Saya peluk dia. “ Om akan selalu ada untuk kamu. Jaga diri kamu baik baik di sini, Jangan nakal. Patuhi ibu asuh kamu ya.”


***

Tahun 1982


“ Mas, aku numpang tidur ya malam ini di tempat mu ‘’ Itu tandanya dia memang lagi tidak ada tamu yang mau bookingnya. Juga takut pulang karena ditunggu uang kontrakan. Atik, namanya. Bertubuh mungil dengan raut wajah yang sebetulnya cantik. Hanya karena kemiskinan membuat auranya mengabur. Kami bersahabat karena merasa senasip.. Aku dan Atik memang terdampar di tempat yang salah.


Aku bekerja sebagai kuli di gudang sebuah expedisi. Karena kebaikan hati pemilik gudang, akupun tidak perlu pusing untuk memikirkan tempat tinggal. Pemilik gudang mengizinkanku membangun ruang kecil di belakang halaman gudang. Dinding kamar itu menempel di tembok pagar gudang dan pintunya menghadap ke pintu belakang gudang. Tinggi tembok pagar itu hanya 1,5 meter. Hingga tidak terlalu sulit untuk dilewati. Ini juga pertimbangan pemilik gudang mengizinkan aku membangun ruang kecil agar sekalian dapat menjaga kemungkinan orang melompati pagar itu. 


Di dalam kamar itu hanya berisi tempat tidur yang tingginya lebih dari 80 cm dari lantai. Di dinding kamar terdapat lemari tempel yang berisi buku pelajaranku. Biasanya, aku baru tidur setelah menjelang dini hari. Karena harus belajar untuk mendapatkan certifikat Penata Buku. Ini adalah jalan yang dapat kuharapkan untuk merubah nasip yang hanya berbekal ijazah SLTA.


Biasanya menjelang dini hari , akan terdengar suara langkah di luar tembok. Itu artinya Atik dan teman temannya sedang berusaha menaiki pagar tembok. Akupun segera menyediakan kayu yang di senderkan di tembok agar mereka mudah masuk kedalam pagar. Setelah itu mereka masuk kedalam kamarku. Mereka tidur di bawah tempat tidur. Kadang pernah berjumlah lima orang. Mereka berjejalan di ruang sempit itu. Sementara aku terus asik belajar.


Sebelum tidur sudah menjadi kebiasaan wanita untuk saling ngobrol. Mereka berbicara berbisik bisik. Kawatir mengganggu aku yang sedang belajar. Kadang yang mereka ceritakan adalah sangat menyedihkan tapi setelah itu merekapun tertawa. Ya mentertawakan penderitaan itu dengan polos. Seperti cerita mereka digaruk oleh petugas namun dapat diselesaikan setelah bersedia untuk melayani nafsu petugas. Selalu begitu setiap malam. Mereka datang mengendap ngendap dan pagi pagi sebelum gudang buka, mereka sudah pergi entah kemana.


Suatu hari..


“ Mas, bantu kami “ teriakan suara di balik pagar. Aku terkejut segera melompat keluar pagar. Nampak Atik dipapah oleh teman temannya.


“ Kopral bangsat itu, gebukin Atik. “ Kata temannya. Tentu yang dimaksud Kopral adalah petugas yang berkuasa di wilayah itu. Yang selalu datang setiap malam untuk minta uang setoran dari preman preman yang menjadi “ jago” di wilayah itu. Para preman mendapatkan uang setoran dari para pelacur. Pria berkuasa dan wanita diperas. Sangat ironi.


‘’ Kenapa masalah nya.Kok sampai jadi begini. “ kataku sambil memapah Atik naik melewati pagar. Kepalanya mengeluarkan darah. Kening dan tangannya nampak lebam. Atik hanya meringis. Aku tahu dia snagat menderita.


“Tidak tahu sebabnya, tahu tahu Kopral itu sudah menyeret Atik ketengah jalan. Dia menendang dan memukul Atik dengan sepatu bot nya. “ Kata temannya. Aku segera memberi bubuk kopi ketempat luka yang menganga agar dapat menghentikan pendarahan. Sementara teman temannya melap tubuh Atik dengan air hangat. Tak berapa lama Atik tertidur. Semalaman itu mereka tidak ada yang tidur. Atik tidur di atas tempat tidurku. Kami hanya duduk diam memagut kaki sambil jongkok di dinding kamar.


“ Terlalu sulit hidup seperti kami. Setiap hari kami diperas oleh preman, kopral. Padahal penghasilan kami tak seberapa. Mengapa ? Apa salah kami ? . Tidak adakah rasa kasian mereka itu kepada kami” Kata teman Atik.


“ Apakah tidak sebaiknya kalian berhenti saja bekerja seperti ini. Pulang kampung aja. Karena di sini tidak aman bagi kalian. “ kataku.


“ Pulang ? ‘’Mereka berpandangan satu sama lain. ‘’ tidak ada yang dapat kami lakukan di kampung. Hidup terlalu sulit di kampung. Apalagi dengan status kami sebagai janda. Keluarga kami kuli tani. Tak punya sawah untuk digarap sendiri. Ah , Mas..jangan pernah bicara tentang kampung.’’


‘’ Tapi sampai kapan kalian akan begini terus ?. Coba, apa yang kalian dapat setelah sekian lama berkerja ‘’


“ Kami tetap hidup sampai sekarang dan engga tahu sampai kapan. Aku engga pernah mikir tuh ...Biar aja dilalui hidup ini dengan apa adanya. ‘’ Kata temannya. Pagi ketika fajar menyingisng dan suara azan menggema. Aku berwudhu untuk sholat. Atik terjaga dari tidurnya ketika aku usai sholat. Sementara teman temanya semua terlelap.


“ Mas “ serunya.


“ ya , Tik. Gimana rasanya keadaan kamu sekarang “


“ Ya engga apa apa Mas. Hanya perih aja. Terimakasih ya Mas. “ katanya sambil berusaha untuk berdiri. Aku segera menahan tubuhnya “ mau kemana Tik, ? “ kataku. Dia menatapku dengan tersenyum. Akupun terdiam dan dapat memaklumi bila akhirnya dia membangunkan teman temannya untuk segera keluar dari kamarku. Dia mengkawatikan kemarahan pemilik gudang bila mengetahui aku membawa orang lain kedalam kamar ini. Mereka pergi. Aku mengikuti mereka sampai keluar. Mereka duduk di warung kopi yang berada tepat di depan gudang


Seminggu kemudian Atik sudah nampak baikan. Dia kembali dengan pekerjaannya. Diatas jam 7 malam dia sudah berada di depan losmen menjajakan dirinya. Aku selalu melihatnya ketika pulang makan dari warung. Tapi malam itu aku tak dapat menyembunyikan kekawatiranku. Wajah Atik nampak pucat. Walau dia berusaha menghiasnya dengan senyum dan gincu tebal.


“ kamu sakit, tik.? “


“ Enggak. Aku sehat , kok. Emang kenapa ? “


“ Engga. “ kataku berusaha menyembunyikan kekawatiranku. Kemudian sekonyong tubuhnya terhuyung. Dengan bersimbah keringat ditubuhnya. Badannya terasa panas. Aku berusaha menahan tubuhnya. Atik tidak sadarkan diri. Teman temannya semua berdatangan. Mereka berusaha membangunkan Atik tapi dia tetap tidak sadarkan diri.


Aku memutuskan membawa Atik ke rumah Sakit umum dengan bajay. Di ruang emergency., Atik hanya didiamkan oleh petugas sebelum kami yang mengantar mengisi formulir. Aku menyerahkan KTP ku kepada petugas Rumah Sakit dan menyatakan bahwa aku adalah keluarga dari Atik. 


Betapa terkejutnya aku ketika dokter mengatakan bahwa Atik terjangkit penyakit Raja Singa yang Akut. Karena ternyata penyakit ini sudah lama diidap oleh Atik namun tidak pernah tuntas diobatin. Petugas mengharuskan Atik harus di opname. Kami yang mengantar saling berpandangan. Tidak tahu harus berbuat apa. Karena darimana uang untuk membayar pengobatan Atik yang harus diopname.


“ Kalau anda tidak punya uang, maka anda harus mengisi formulir ini " kata petugas. Formulir itu berkaitan dengan tunjangan sosial bagi keluarga yang tidak mampu.


“ Setelah formulir ini diisi maka anda harus mengurus surat surat pendukungnya dari RT, RW, Lurah, camat,dan Walikota. Untuk sementara dia dapat tinggal di rumah sakit ini. Tapi ,paling lambat lusa semua kelengkapan surat surat sudah harus disampaikan kemari. Jelas kan , dik. “ kata petugas rumah sakit . Aku hanya mengangguk dan menyerahkan formulir yang sudah kuisi. Aku sendiri tidak tahu bagaimana melengkapi surat surat itu. Formulir yang kuisipun bukan memuat informasi yang sebenarnya. Namun menyerahkan Atik di rumah sakit adalah lebih baik karena dia berada dibawah pengawasan dokter. Begitu pikirku.


Setelah seminggu Atik dirumah sakit. Aku dan teman temannya tidak berani datang membesuknya. Karena ingat akan janji dengan pihak rumah sakit untuk melengkapi surat surat. Sebulan berlalu , teman temannya sudah mulai melupakan Atik. Tapi tidak denganku. Pikiranku terus kepada Atik. Bagaimanakah keadaannya sekarang. Sudah sembuhkan dia.? Kalau sudah sembuh mengapa dia tidak datang kemari ? atau dia sudah pulang kampung ? Atau dikirim ke Panti Rehabilitasi? Akupun tidak bisa terus dengan dihantui pikiranku. Maka aku memutuskan untuk datang ke rumah sakit. Hanya ingin memastikan keadaanya.


Ketika aku sampai di rumah sakit. Atik sudah tidak ada diruangan ketika awal kami mengantarnya. Dari petugas rumah sakit , aku ketahui bahwa Atik sudah dipindah keruang sebelah belakang. Setengah berlari aku menuju ruangan itu. Di dalam ruangan yang memuat lebih dari 20 pasien. Disudut ruangan dekat jendela itu ada nama tertulis. Atik. Kuhampiri perbaringan itu. Atik nampak tidur. Dia nampak pucat. Matanya cekung. Tak berapa lama, matanya terbuka. Dia lama menatapku.


“ Tik, Ini aku. Kamu gimana ?“ Kupegang tangannya. Terasa lembut sekali. Hanya kulit pembalut tulang.


“ Mas...” suaranya tertahan dan tergantikan dengan air mata yang jatuh berlinang di pipinya. “ Setiap jam, setiap hari, setiap minggu, aku selalu berharap Mas datang menjengukku. Aku kangen , Mas...” Katanya kemudian. Tak berapa lama , dia tersenyum ketika kuusap keningnya. Tak disengaja aku melihat ada seperti butir nasi yang melekat di tepi tempat tidurnya. 


Aku mengambil butir itu. Tapi nampak bergerak. Akupun terkejut. Ini ulat belatung. Kuraba tanganku kebawah punggung Atik karena dari sana asal ulat itu. Terasa panas tanganku seperti ada cairan melekat. Atik nampak meringis. Ketika tangan kulepas , di telapak tanganku ada beberapa ulat menempel di jari. Akupun segera berlari mencari suster .


“ Suster, tolong keluarga saya. “ kataku tanpa sadar menyebut diriku keluarga.


“ Yang mana ? jawab suster bingung.


“ Nomor 19 , Sal F. “ kataku.


Suster itu melihat catatan didepan mejanya. “ Anda keluarganya ? “


“ ya “


“ Mengapa baru sekarang datang ?


“ Ya…tapi tolong suster..” kataku dengan wajah kawatir. Suster itu mengikuti langkahku menuju ruang Atik. “ Lihat suster..lihat..dibalik punggunya ada banya ulat..ini kenapa ? Mengapa ini dibiarkan ? “ kataku setengah berteriak. Suster itu membalikan tubuh Atik dan nampak begitu banyak ulat menempel di punggungnya. Kemudian suster itu membersihnya dengan cairan. Nampak Atik meringis menahan sakit. Tapi tidak ada teriakan bahkan dia masih sempat tersenyum kearahku..


“ Untuk kamu ketahui. Dia lumpuh. Tubuhnya tidak bisa digerakan. Makanya punggungnya memanas dan akhirnya melepuh. Karena lembab makanya berulat. “


“ Kenapa suster “


“ Baiknya kamu ikut saya ke ruang dokter. Kami sudah lama menunggu keluarganya datang. “ Kata suster itu. Akupun mengikuti suster keruang dokter.


“ Anda keluarganya.? “ Kata dokter itu.


“ Bukan, dokter. Saya temannya. “ jawabku ragu ragu.


“ Lantas dimana keluarganya “


“ saya tidak tahu, dokter. “


“ Baiklah, teman kamu itu terkena penyakit kelamin yang akut. Penyakit itu telah menggerogoti tulang punggungnya yang mengakibatkan dia lumpuh.”


“ Apakah dia dapat disembuhkan,dok “


“ Bisa ! tapi biayanya mahal sekali. Sementara anak itu tidak ada yang menjamin. Makanya kami berusaha untuk mengurangi penularan penyakit kebagian tubuh lainnya. Tapi , mungkin besok , anak itu akan dipindahkan ke panti sosial. Itu sudah jadi kebijakan rumah sakit.’’ Kata dokter. Aku kembali keruangan itu. Atik nampak tersenyum kearahku. Keadaan ini agak menentramkanku namun tetap tidak bisa menyebunyikan kesedihanku melihat keadaan Atik. Karena aku tidak bisa berbuat banyak untuk membantunya.


‘’ Berdoalah , Tik. Mintalah kepada Tuhan. Hanya itu yang dapat kamu lakukan.’’ Kataku sambil menggenggam tangannya. Airmataku berlinang. Aku merasa gagal melindungi sahabatku. Entah kenapa aku merasa dia sudah menjadi bagian dari diriku sendiri.


‘’ Apakah mungkin, Tuhan masih mau mendengar doa dari pelacur sepertiku.?’’katanya dengan tatapan kosong.


‘’Tentu, tentu, Tik. Tuhan itu pengasih penyayang. Siapapun kita berhak mendapatkan kasih sayang Allah. Mintalah dan bertobatlah. “ kataku.


Dia mengangguk. Ditatapnya aku lama sekali. Kemudian air mata menganak sungai di tubir matanya. Ku usap airmatanya. Dia tersenyum dan berkata dengan suara lambat.


“ Ya, aku sudah bertobat , Mas, Entah kapan itu, aku lupa. Ketika aku bermimpi dituntun oleh seorang kiyai untuk membaca doa. Di tengah suasana yang begitu indah. Aku melihat Mas , ada di sana juga. Tersenyum kearahku. Aku bahagia sekali. Akupun terjaga. Dokter bilang aku tidak sadarkan diri selama tiga hari. Padahal perasaanku hanya tidur seperti biasa. Sejak itulah aku tidak pernah berhenti sholat walau hanya dengan menggerakan mata. Untunglah sedari kecil aku dididik agama oleh orantua di kampung. Aku terus tidak berhenti berzikir. ‘’ katanya dengan senyum.


‘’ Apa doamu , Tik. Boleh aku tahu ? ‘’ Kataku dengan wajah ceria. Aku senang ternyata Atik menemukan Tuhan ditengah deritanya.


‘’ Aku tidak pernah meminta kepada tuhan. Aku hanya mengikuti doa dari kiyai itu yang ada di dalam mimpiku. “


“ Apa itu ? “


“ Tiada tuhan selain Allah, Sesungguhnya aku termasuk orang yang zolim. Hanya itulah yang kusebut setiap hari, setiap detik jantungku. Akhirnya aku tidak pernah lagi merasakan pedih dan sakit. Aku sangat bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dengan penyakit ini. Hingga aku disadarkan untuk bertobat. Aku tahu dosaku tak terbilang. Tak banyak yang kuharap selain tobatku diterima Allah. Aku ingin kembali ke Allah dengan sesalku atas segala dosaku. Mungkinkah Allah mau menerimaku ?" Atik berlinang air mata.


" Allah itu maha pengampun. Kasih sayangNya lebih dulu ketimbang amarahnya. Setiap waktu Allah menanti hambanya yang berdosa untuk datang kepadaNYA memohon ampun. Sebesar apapun dosa ampunan Allah masih lebih besar. Ya kan Tik.”


" Ya , Mas”


***


Keesokannya aku sudah berada dirumah sakit untuk menemani Atik diantar ke Panti social. Aku terus berada di sampingnya ketika berada di dalam mobil ambulance menuju panti. Matanya tertutup. Bibirnya begerak halus. Tentu Atik sedang zikir.


‘’ Mas, ... ‘’ katanya ketika sampai di panti.’’ Kalau ada waktu , ingat ingat aku ya. Hanya Mas, sahabat ku di dunia ini.. “


"Ya Tik , Tentu..Kamu adalah sahabat ku. Aku tidak mungkin melupakanmu. Tapi…’’


‘’ Tapi apa , Mas..’’


‘’ Mulai minggu depan aku sudah harus pindah kerja. Aku tidak lagi bekerja di gudang itu.’’


‘’ Alhamdulillah. Terkabul juga cita cita Mas. Bekerja di kantoran’’


‘’ Aku dapat kerja sebagai salesman. Tapi akan aku usahakan untuk menjengukmu disini.’’


‘’ Ya engga apa apa, Mas. Kalau Mas, sibuk tidak usah dijenguk. Cukup doanya saja.’’


Tiga bulan kemudian aku sempatkan datang untuk menemuinya di panti. Atik nampak teramat kurus. Hanya kulit pembalut tulang. Ketika kutemui , Atik tersenyum bahagia.


‘’ Aku senang lihat Mas, sekarang. Sudah rapi dan mukanya nampak bersih. Lain ya kalau sudah jadi orang kantoran.’’ Katanya. Aku cerita tentang pekerjaan baruku. Dia juga menceritakan keadaannya selama di panti. Para sukarelawan merawatnya dengan baik. Mereka juga mengajarinya menulis dan membaca. 


Ketika akan pulang aku sempat mampir ke kantor panti untuk memberikan dana santunan. Dari petugas panti aku ketahui bahwa keadaan Atik semakin memburuk. Penyakitnya telah memakan paru parunya. Hanya masalah waktu , dia akan menjemput ajal. Aku tak bisa menahan haru. Namun dia tetap tegar ketika kutemui tadi.“ Ketabahannya sangat luar biasa. Dia selalu cerita tentang anda. “ kata petugas Panti.


Tahun 1983


Setelah aku kembali dari perjalanan bisnis luar negeri. Aku gunakan waktu untuk menjenguk Atik di panti. Aku ingin membawa Atik kedokter terbaik. Tapi apa yang kutemui ?. Telah berlaku takdir untuknya. Atik dijemput oleh Allah. Atik menemui sang penciptanya. Petugas Panti mengatakan ‘’ dia sangat tenang sekali menemui ajalnya. Kami semua menyaksikan ketika matanya terpejam sambil menyebut asma Allah. Dia tersenyum. ‘’ aku terduduk lemas. Petugas panti itu memberikan sepucuk surat kepadaku. 


‘’ ini ada surat yang dititipkannya kepada kami. Sebulan yang lalu. Dia berpesan bila ajalnya tiba , mohon agar surat ini diberikan pada anda’’.


Dalam perjalanan pulang aku membaca surat itu. Mas,...Terimkasih karena telah mencurahkan perhatiannya kepada Atik selama ini. Kasih sayang Mas lah yang membuat Atik tidak pernah merasa sendiri dibumi Allah ini. Mas tidak pernah bertanya tentang masa lalu Atik karena begitulah cara Mas memperlakukan Atik. Mas terlalu bijak menjaga perasaan Atik. 


Sebetulnya sebelum aku kenal dengan Mas, Kopral itu adalah pria kekasih Atik. Dia yang menghamili Atik namun dia tidak pernah bertanggung jawab. Bahkan dia pula yang memaksa Atik menjadi pelacur. Atik dipaksa untuk menyetor uang kepadanya setiap hari. Kalau tidak maka dia akan memukul Atik. Kalau Mas, ada waktu datanglah ke kampungku. Disana ada anak perempuan berusia 4 tahun tinggal bersama ibuku yang janda lagi miskin. Aku tidak tahu bagaimana nasipnya setelah aku tidak ada. ...


Surat itu berhenti sampai kelimat ...Aku tidak tahu bagaimana nasipnya setelah aku tidak ada...Aku terhenyak. Petugas Panti memberikan alamat keluarganya dikampung ‘’ alamat ini baru kami peroleh dari Atik sehari menjelang ajalnya. ‘’ . Kata petugas Panti.


***

Tahun 1989 saya menjadi rekanan Pertamina untuk jasa ekspedisi. Saat itu saya berkenalan dengan orang AS, Tom. Dia bekerja sebagai konsultan Pertamina.  Lama lama kami akrap sebagai sahabat. Waktu memberi uang bulanan untuk donasi panti, saya pernah ajak Tom ke Panti Asuhan bertemu dengan Fatimah. Saya cerita soal Fatimah. Dia terharu.


“ Apakah mungkin Fatimah saya adopsi saja. Istri saya setuju, Kami sudah menikah lebih dari 15 tahun tanpa anak.” Katanya waktu hendak pulang ke negerinya. istrinya mengangguk kepada saya sebagai bentuk harap agar saya setuju.  Tentu saya sambut dengan suka cita. Sebulan proses adobsi diurus oleh Panti.


Saat berpisah di Bandara. Fatimah lama memeluk saya. Sepertinya dia tidak mau berpisah dengan saya. “ Imah takut, Om.” Katanya terbata bata. Saat itu usianya 10 tahun.


“ Engga usah takut, sayang. Kamu akan baik baik saja. Om Tom akan rawat kamu dan sekolahkan kamu sampai jadi sarjana. “ 


“ Amerika jauh, Om? Om, engga ketemu lagi dengan Imah? Katanya  bingung.


“ Kita akan ketemu lagi, tentu setelah Imah jadi sarjana, ya sayang” Kata saya membujuknya. Tapi karena Tom dan istrinya juga sangat lembut memperlakukannya, Imah bisa tenang perg dari saya.  Setelah itu saya sering komunikasi lewat Fax dengan Tom menanyakan keadaan Fatimah. “ Fatimah anak yang cerdas. Hanya empat bulan dia sudah fasih bahasa inggris. “ Kata Tom. Itu berkat Tom yang bisa bahasa indonesia. Tentu tidak sulit mengajarkan bahasa inggris kepada Fatimah. Tahun kedua di AS, Fatimah sudah masuk sekolah di Delaware.


***

Tahun 1997 saya dapat kabar bahwa Fatimah diterima di Harvard. Dia ambil jurusan hukum. Tahun 2006, Tom pindah kerja ke Hong Kong sebagai investment banker. Namun Fatimah setelah tamat di Harvard law school bekerja di American Express Bank,  New York, Saya baru bertemu kembali dengan Fatimah tahun 2008 saat ada business trip ke New York. Sebelum berangkat Tom sudah beritahu Fatimah bahwa saya akan datang ke New York.


Fatimah jemput saya di Bandara Kennedy. Dia tidak lupa wajah saya. Dari jauh dia berlari ke arah saya “ I miss you so much my dear uncle. “ katanya memeluk saya dengan erat. Wajahya mirip Atik, ibunya. Cantik. Tinggi sekitar 164 cm. Walau tubuhnya mungil untuk ukuran orang AS, namun kecerdasaan terpancar di wajahnya. Rasa percaya dirinya tinggi sekali. Melihat keadaan Fatimah, saya merasa sudah mentunaikan amanah Atik, amanah dari sahabat tentunya.  Semoga Atik damai di alam baqa.***


Sumber : MyDiary.

Disclaimer : Nama dan tempat fiksi belaka.

Jalan menemukan rizki...

  “ Ale, bosoboklah kita” kata Mardi lewat SMS kemarin. Walau kami jarang sekali bertemu. Mungkin setahun belum tentu ketemu. Kami saling ma...