Saturday, April 24, 2021

Murahnya mahar bang Udin



 




Bang Farhan adalah sepupuku. Ponakan abak. Sejak kecil aku sudah dijodohkan dengan Bang Farhan. Aku tidak bisa menolak tradisi adat. itulah takdirku sebagai wanita minang. Bang Farhan tamat SMA dia diterima di PTN di Bandung. Abakku membiayai kuliahnya. Karena ayah bang Farhan sudah meninggal. Abak sebagai paman yang harus bertanggung jawab terhadap kamakananya. Waktu aku kelas 1 Madrasah Aliyah Bang Farhan sudah ke Bandung. Jadi praktis hubunganku dengan Bang Farhan terkesan tidak dekat. Apalagi usia kami bertaut 4 tahun.


Di sekolah aku punya kakak kelas. Namanya Sabarudin. Aku panggil Bang Udin. Dia anak yang cerdas. Namun pendiam. Kharismanya membuat dia terpilih sebagai ketua OSIS. Bang Udin juga juara MTQ tingkat sekolan dan kecamatan. Dia juga pernah mewakili sekolah dalam lomba cerdas cermat khusus Al Quran dan hadith. Kalau aku dekat dengan bang Udin karena rumahnya bersebelahan dengan uni dari abakku. Aku sering ke rumah Maktuo ku. Aku juga sering belajar tarikh dari bang Udin. Dia pandai sekali bercerita tentang tarikh islam.  Aku juga belajar memahami dasar dasar tafsir Al Quran dari bang Udin.


Bang Farhan tamat kuliah aku sudah tamat Madrasah Aliyah. Dia kembali dan tinggal di kampung sebelum dapat kerjaan. Saat itu aku diminta Abak jangan lagi sering bertemu bang Udin. “ tak patut dilihat orang” Karena aku sudah dijodohkan dengan bank Farhan. Bagiku tidak ada masalah. Memang tidak ada hubungan istimewa dengan bang Udin. Tamat Madrasah ALiyah, bang Udin pergi ke kekabupaten. Dia bekerja di toko Babah Afin saudagar kaya di kabupaten. Akupun jarang bertemu dengan Bang Udin.  Apalagi dia pulang ke kampung sebulan sekali.


Satu saat aku datang ke rumah Maktuo, aku dapati Bang Farhan sedang bersama wanita di teras. Aku terkejut. Wanita itu aku kenal.  Habibah namanya. Lebih tua dariku 1 tahun. Kuliah di IKIP Padang. Kebetulan sedang liburan. Aku sempat tegur bang Farhan. Tapi bang Farhan diam saja. Seperti tidak peduli. Aku masuk ke dalam rumah. Maktuoku, sepertinya mendukung atau tidak berdaya terhadap sikap bang Farhan. Aku lebih baik pulang ke rumah. Namun di teras Habibah yang sedang bersama Bang Farhan menegurku. “ Upik, tak ada recana kuliah kau? 


“ Tergantung abak. Aku hanya patuh apa kata abak” Kataku.


“Oh rupanya kau berharap bang Farhan melamar kau ya?


“ Siapa yang berharap.? Aku tidak pernah berharap kepada manusia. Cukuplah kepada Allah aku  berharap.”


“Eh sombong sekali kau. “ Kata habibah menunjuk keningku “ Tak mungkin bang Farhan mau melamar kau. Soal biaya kuliah yang abak kau bayar, orang tuaku bisa ganti semua. Tinggal sebut berapa? lanjut habibah seraya mendorongku. Aku membalas. Tetapi bang Farhan malah ikut mendorongku. Aku terjatuh. Saat itulah Bang Udin datang. Dia mendirikanku. “ Bang, si upik ini adik abang. Mengapa tega sekali abang perlakukan dia begini? Kata bang udin.


Aku pulang diantar bang Udin. Selama di jalan aku menangis. Bang Udin menasehatiku. “ Upik boleh menangis. Itu manusiawi. Tetapi tak boleh meratap dan mengeluh. Sabar sajalah.” Kata Bang Udin.


“ Aku tak terima abakku dihina. Kalaupun abakku membantu uang kuliah Bang Farhan, itu karena dia melaksanakan tanggung jawab sebagai paman kepada kamanakan. Tidak pernah abak paksakan bang Farhan harus menikah denganku. Kalaupun  dia tidak suka, abak bisa maklum” kataku.


Setahun setelah itu, bang Farhan bekerja di Riau. Diapun menikah dengan habibah. Waktu pernikahan,Abak paling repot mengurusnya. Akupun ikut senang. Tapi bang Farhan takut sekali berbaik hati kepadaku. Sepertinya dia takut dengan istrinya. Aku tetap sendiri. Usiaku sudah 20 tahun. Suatu sore, abak mengajakku berbicara. 


“ Pik, tadi paman Si Udin datang ke paman kau. Dia inginkan kau menjadi istri dari ponakannya si Udin. Kalau kau tak suka. Abak bisa maklum. Cobalah sebutkan siapa pria yang kau suka. Abak akan lamarkan”

Aku hanya diam.


Tapi setelah itu aku pergi ke kabupaten menemui bang Udin. Aku terkejut. Bang Udin tidak lagi kerja sama babah Afin. Tetapi sudah dagang sendiri walau di kaki lima. “ Hebat abang. Sudah dagang sendiri.” Kataku. 


“ Ya Pik. Dimodalin Babah Afin. “ Kata bang Udin dengan merendah. Dia memang lahir dari keluarga miskin. Tapi taat beragama.


“ Ya Bang. Itu berkat abang sabar dan jujur. Induk semang sayang ke abang” kataku. Aku sebenarnya ingin bertanya soal lamaran keluarga bang Udin. Tetapi aku malu. Bang Udin memang sahabatku sedari kecil. Apa salahnya aku bertanya.  “ Bang, tadi abak tanya Upik soal kedatangan paman bang Udin. Abang tahu soal itu? Kataku dengan hati hati.


“Ya. Minggu lalu, memang abang bicara dengan Paman idrus. Abang cerita soal keinginan melamar Upik. Tapi kalau Upik tak suka, ya tak apa. Maafkan abang ya Pik. “ Kata Bang Udin. 


Jantungku berdetak kencang. Aku berlari menjauh meninggalkan bang Udin. Langsung naik bus dengan hati berbunga. Bang udin tidak segagah bang Farhan. Kulitnya hitam. Badanya kurus. Tapi hidunya mancung. Walau tidak sarjana tapi dia berani melamarku. Padahal kami tidak pernah pacaran.


***

“ Pik, uang abang hanya ada Rp. 1 juta. Itupun uang hadiah dari babah Afin. Dia tahu abang mau menikah. Belum cukup untuk melamar upik.” Kata Bang Udin.


“  Bang, ingat engga kata guru madrasah kita dulu. Semakin murah mahar wanita semakin terhormat wanita itu dihadapan Allah. Upik engga akan terhina dapat mahar murah.”


“ Ya udah.  Abang kasih seperangkat alat sholat dan sempak aja ya Pik. Maaf.” Kata Udin malu malu.


“ Upik engga akan maafkan kalau abang beralasan menunda melamar karena uang tidak cukup.  Biaya pesta pernikahan, semua abak yang tanggung. Kan begitu adat kita. Apalagi.? Kataku.


“Siap Pik ! abang tak perlu ragu lagi untuk melamar Upik” kata bang Udin.


Benarlah. Bulan syawal  bang Udin resmi melamarku. Kini sudah 10 tahun pernikahan kami. Aku merasa bahagia, bukan karena harta berlebih. Tetapi mendapatkan suami pekerja keras, rajin sholat dan rendah hati.  Murah hati kepada siapa saja. Sayang kepada kedua orang tuanya dan santun kepada mertuanya.


Belakangan aku dapat kabar. Bang Farhan masuk pengajian LDII. Dia menikah lagi dengan  teman sepengajian dengannya. Habibah menolak dipoligami. Mereka pun bercerai. Habibah akhirnya menikah dengan Sukri. Jadi istri pertama. Belakangan Sukri menikah lagi. Habibah memilih pasrah.


Thursday, April 22, 2021

Tuhan sempurnakan niat kita.






Setiap weekend saya pasti ke Shenzhen untuk istirahat. Setiap saya melewati gate ada wanita yang bergegas mendekati saya. “ Sir, you want buy a dress or bell or what”  Katanya dalam bahasa inggris terbata bata. Saya suka dengan gaya struggle nya. Saya mengagguk seraya tersenyum. Dia membawa saya ke satu apartement yang tidak jauh dari mall Louho. 

 

Dia tawarkan beberapa barang. Memang murah sekali. Saya tahu itu semua barang merek palsu. Saya tidak tawar barang dia. Saya beli saja. Ya saya keluar uang sekitar 1000 yuan atau Rp 1,6 juta. Barang itu tidak pernah saya gunakan. Saya hanya simpan di apartement saya.


Kebiasaan itu saya lakukan berkali. Hampir tiga bulan. Satu saat ketika keluar dari gate. Wanita itu tidak nampak lagi. Saya sudah melupakan wanita itu. Saya pergi ke spa yang ada di Shenzhen. Saya ketemu lagi dengan wanita itu. Dia jadi petugas terapis pijat kaki. Keliatan dia malu memijit kaki saya.  Setelah selesai di spa jam 8 malam. Di loby saya bertemu dengan wanita itu. Dia sengaja menanti saya. “ Boleh saya bicara? Katanya.


“ Ada apa ?


Dia nampak bingung. “ Gimana kalau kamu temanin saya makan malam.  Saya sendirian. “ kata saya. Dia terkejut.


“ Benarkah ?Katanya dengan wajah merona.


“ Ya.” Kata saya tersenyum ramah. Diapun setuju pergi makan malam.  Waktu masuk restoran, dia terkesan sungkan. “ Ini terlalu mewah bagi saya. Apakah anda sedang merayu saya.” Katanya.


“ Tidak. Hayolah masuk. Kata saya. Dia masuk dengan ragu.


“ Saya mau minta maaf. “ katanya di meja makan.


“ Maaf apa ?

“ Saya telah berbohong kepada kamu. Berkali kali saya jual barang Itu semua bohong. Baik harga maupun merek.” katanya berlinang air mata.


“ Terus..”


“ Tapi karena kamu tidak merasa dibohongi dan saya dapat dengan mudah menjual. Saya anggap saya terlalu mudah hidup, kalau hanya berbohong. Sejak itu saya putuskan berhenti dagang sebagai  broker. Maafkan saya.” Katanya menangis.


“ Saya sudah maafkan. Kamu engga usah berlebihan. Santai saja.” kata saya menenangkan hatinya.


Usai makan malam, saya ajak dia mampir ke Apartement saya. Awalnya dia ragu. Tapi akhirnya setuju. 


Sampai di apartement saya ajak dia ke kamar tidur saya. Dia menolak halus. “ Saya belum siap. Maafkan saya.”  Katanya. Tapi karena saya desak dia mau juga.  Saya buka lemari di kamar. Dia lihat banyak bungkusan. “ Inilah barang yang saya beli dari kamu selama ini. Tidak pernah saya pakai. Itu hanya saya simpan” Kata saya tersenyum. “ Nah sekarang mari kita keluar kamar “ Lanjut saya.


“ Jadi kamu tahu saya berbohong? tanyanya dengan bingung.


“ Ya. Saya tahu.”


“ Tetapi mengapa kamu diam saja, menerima saja saya berbohong?


“ Saya tidak membeli barang dagangan kamu, tetapi membeli semangat dan rasa hormat kamu.”


“ Oh…”


“ Dan terbukti karena rasa hormat itulah kamu merasa berasalah dan berhenti bekerja sebagai broker. Mejadi terapis pijit lebih terhormat. Saya tidak salah dengan keyakinan saya. “

 

“ Mengapa kamu sangat yakin?


“ Saya memberi karena Tuhan” kata saya tersenyum. “ Walau cara saya berbuat baik keliatan konyol dan salah, namun Tuhan sempurnakan kebaikan saya sehingga niat saya tercapai. Kamupun mendapatkan kesadaran untuk berubah menjadi lebih baik” Lanjut saya. Dia lama terpana. 


“ Boleh saya memeluk kamu ? Katanya. Saya rentangkan kedua tangan saya, bahwa saya siap menerimanya. Dia memeluk saya. “ Dari kecil saya hidup sangat miskin. Ibu saya pergi dari rumah sejak saya usia balita. Saya dibesarkan oleh kakek dan nenek saya yang juga miskin. Papa entah dimana kini?. Ini kali pertama saya merasa dimanusiakan. “  Katanya dengan suara terisak. 


Tak berapa lama Wenny datang ke apartement. Sebulan kemudian dia sudah bekerja di jaringan international Hotel di Luar kota Shenzhen dibawah portfolio holding yang dikelola Wenny.  Kini setelah 10 tahun, Wenny percayakan dia sebagai kepala dealer gold market pada divisi trading gold. Dia cerdas dan cepat sekali belajar.


Saturday, April 17, 2021

Menghapus airmatanya

 






Inikah takdir ? terlahir sebagai yatim dan kemudian menjadi piatu. Dina , tak pernah menyesali nasipnya. Rasa sukur selalu menghias wajahnya. Karena kasih sayang orang tua angkatnya yang telah membesarkannya hingga dia dapat tumbuh dewasa seperti sekarang ini. Mereka bukanlah orang kaya namun hati mereka sangat kaya. Dina diperlakukan layaknya anak kandung. Inilah yang membuat Dina tidak berhenti bersyukur akan kehidupan yang diberikan tuhan kepadanya. Dina tidak bisa menolak ketika di jodohkan dengan putra juragan kaya. Belakangan setelah mertuanya meninggal ,harta warisan habis diperebutkan. Suami dina jatuh miskin. 

***

Hari telah mulai gelap. Dina melangkahkan kakinya menyusuri lorong kampong ke arah rumah kontrakannya. Tentu tadi siang dia baru menerima gaji mingguan hingga ada uang sedikit lebih untuk membeli makanan kesukaan suaminya.


“ Mas , Ini aku belikan pecel lele kesukaan Mas. “ kata Dina kepada suaminya yang sedang tiduran di korsi butut. Suaminya menatap sinis kearahnya.


“ Aku tidak mau makan! Kamu saja yang makan. “ Teriak suaminya dengan tatapan sinis. Dina terkejut. Belum usai keterkejutannya, suaminya melempar makanan itu ke arah mukanya. Bungkusan nasi itu tumpah bertaburan di lantai dan sebagian sambalnya mengenai tubuhnya.


” Ada apa , Mas. ?


” Ah , jangan tanya. Mana gaji mingguan kamu. ” Bentak suaminya. Tanpa memperdulikan Dina yang masih terkejut dengan tumpahan Nasi dilantai, suaminya dengan cepat merampas dompet di tangan Dina. Namun , Dina berusaha menahan dompetnya dari hentakan tangan suaminya. ” Tolong Mas, Jangan ambil uang ini. Kita butuh makan. Aku sudah tidak bisa lagi berhutang di warung.” Kata Dina dengan memelas.


Wajahnya yang memelas itu bukannya membuat suaminya luluh malah yang datang ” Pang...” tamparan tepat diwajahnya. Terasa asin mulutnya. Dia tahu bahwa itu darah. Tangan suaminya dengan keras memelintir tangannya untuk merampas dompet. Dengan mudah dompet itu berpindah tangan. Suaminya mendorongnya hingga dia jatuh telentang di lantai. Dia lihat suaminya berusaha menarik tubuhnya kembali untuk memukulnya. Dina menutup wajahnya sambil berkata terbata bata ” Mas. Tolong jangan sakiti aku. Sudah, sudah, Ambil lah uang itu. ”


” Makanya jangan sok jago kamu. Berani melawan ya. ” Kembali suaminya bersuara lantang. Dina hanya terdiam sambil terduduk memagut kedua lututnya di pojok ruangan. Dia tak berani menatap wajah suaminya. Dina merasa takut dan sakit. Walau ini acap dilakukan oleh suaminya namun rasa sakit dan takut selalu hadir ketika suaminya marah. Jantungnya berdetak kencang.


Apalagi ketika suaminya kembali menghampirinya dengan menarik rambutnya. Dina terdongak keatas. Nampak wajah suaminya sangat dekat dengan wajahnya ” Aku hanya ingin kamu mau turut apa kataku. Kita akan hidup lebih senang kalau kamu mau nurut. Bukan hanya uang mingguan yang tak lebih seharga sebotol minuman keras untuk ku. Paham“ Dina hanya diam. 


Pedih rasanya dipukul dan terlalu pedih bila sudah sampai pada kehendak suaminya agar dia menjual dirinya untuk uang. Dina ikhlas bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan makan tapi tak pernah siap untuk menjual dirinya.


“ Mas…aku cinta Mas…” Dina memelas dan berharap suaminya kembali mengerti perasaannya.


“ CInta..cinta…aku tidak mengerti apa itu cinta. Aku hanya ngerti bagaimana hidup kita senang tanpa kerja keras. …” jawab suaminya sambil melotot. Ini membuat Dina kembali terpukul. Begitukah harga cintanya dihadapan suaminya. Pria yang dulu begitu diharapnya untuk melindunginya. Kehidupan seperti ini telah berlangsung bertahun tahun. Bentak, marah dan akhirnya memukul adalah keseharian yang dia terima dari suaminya.


Seperti biasa setelah puas marah , suaminya pergi keluar dengan uang mingguan dari hasil kerja keras Dina. Tentu suaminya baru akan pulang setelah dini hari dalam keadaan mabuk. Dina hanya dapat memandang ulah suaminya dan berharap agar semua ini dapat berakhir. Inilah drama hidupnya. 


Inikah takdir ? Subuh dia ada Polisi datang ke rumahnya bersama suaminya. Polisi menggeledah isi kamar. Mereka menemukan narkoba. Polisi menangkap Suaminya dan Dina. Berkali kali Dina menolak pergi karena dia tidak tahu apa apa. Tetapi polisi tidak peduli.


***

Dua tahun dalam penjara. Dina dibebaskan. Hakim bisa meringankan hukuman Dina berkat bantuan relawan perempuan. Mereka memberikan advokasi kepada Dina. Sementara suaminya kena hukuman 8 tahun penjara. 


Keluar dari Penjara, Dina tidak tahu kemana harus melangkah. Rumah tidak ada. Dia tidak ingin membebani orang tua angkatnya. Di perempatan jalan Tomang. Dia duduk termenung. Salah satu pedagang susu kacang. Menyuruh dia menjajakan susu kacang itu ke kendaraan yang sedang berhenti di lampu merah. Itu dia lalui berhari hari untuk sekedar makan. Sementara dia tidur di pelataran masjid Istiqlal.


Satu waktu dia bertemu dengan penumpang kendaraan yang membeli susu kacangnya. Setelah ngobrol sebentar. Penumpang itu memberinya uang Rp. 1 juta. “ Kamu datang ke alamat yang tertera di balik kartu nama saya. Datanglah ke sana. Mungkin ada kerjaan untuk kamu. Ke esokannya Dina datang ke alamat tersebut. Ternyata pabrik Footware. Satpam membawanya ketemu dengan GM pabrik.


“ Tadi saya dapat telp dari ibu dirut di kantor pusat. Kamu kelola koperasi karyawan khusus kantin. Kamu tamat SMK kan.”


“ Ya pak. SMK Jasaboga. Tetapi ijazah udah engga ada. “ kata Dina.


“ Ya udah. Kamu isi formulir ini. Terus, temui pak Hadi di ruang HRD. Biar kamu dapat penjelasan kerjaan kamu.”


“ Ya pak. “


“Gaji kamu Rp. 6 juta sebulan. Uang transpor dan uang makan dapat. Udah cepatan pergi ke HRD.” Kata GM itu.


***

Dua tahun kemudian, saya ke pabrik karena mau lihat penambahan mesin baru. Saya sempatkan makan di kantin bersama Yuni. Saya bertemu dengan Dina.  Dia terkejut ketika meliat saya dan segera memeluk saya . “ terimakasih bapak. Dua tahun saya harus menanti mengucapkan terimakasih. Sekarang kesampaian juga. Terimakasih bapak” . Kata Dina dengan terbata bata menangis. Dina cerita tentang hidupnya sampai akhirnya bertemu saya. Yuni berlinang air mata mendengar cerita Dina.


“ Apa dasar uda percaya dan memberikan kesempatan kerja dengan Dina” tanya Yuni.


“ Pertama cara dia menjajakan susu kacang. Tanpa maksa. Cukup dengan senyuman. Dan pada waktu itu jam 10 malam. Kedua, saya kasih uang tanpa membeli. Dia menolak. Tetapi ketika saya tawarin peluang kerja. Dan saya beri uang agar dia beli baju yang bagus dan dandan yang rapi. Dia  terima uang itu dengan menangis“


“ oh itu sebabnya Uda suruh Yuni carikan pekerjaan yang cocok untuk dia”


“ Ya.” 


“ Kalau Dina terima uang tanpa uda membeli mungkin Dina engga pernah kenal Yuni ya. “ kata Yuni melirik ke Dina. 


Hikmah cerita : Ketika anda memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bekerja, bukan tidak mungkin anda ditugaskan Tuhan untuk menghapus airmatanya yang didera oleh kezoliman manusia.


Friday, April 16, 2021

Jalan terjal menuju taubah.

 




Pria itu datang ke KTV tidak seperti tamu lainnya. Dia tidak mau menyentuhku  walau aku sudah di booking dan bisa diperlakukan sesukannya. Usai waktu KTV, dia memberiku tip lebih besar dari tamu lainnya. Apakah dia menyukaiku dan ingin berhubungan lebih dari sekedar hubungan client dan pramuria KTV. Entahlah. Pernah satu saat, aku tidak masuk kerja.  Menurut mami son, dia tidak memilih wanita lain. Apakah dia sedang menggodaku? Apakah dia terpesona denganku. ? 


Ah tidak mungkin. Aku bukan pilihan tepat. Banyak yang lebih cantik dariku. Kalau dia mau istri simpanan, tentulah dia pilih yang lebih cantik. Soal service? Aku tidak pernah ada kesempatan service dia. Sudahlah.  Biarkan dia dengan sikapnya. Mungkin dengan duduk di ruang KTV bersama temanya, dan memberi tip kepada pramuria adalah kesenangan tersendiri baginya. Apa peduliku.


Suatu saat dia datang ke rumah sakit. Ternyata dia tahu aku sakit dari Mamin Son. Dia pindahkan aku kamar VIP. Dia hanya diam menatapku. Tak ada kata penghibur.  Tapi dia tanggung semua biaya. Sekeluar dari rumah sakit. Aku merasa ada cahaya dalam relung sanubariku.  Aku harus berubah. Aku harus mencari pekerjaan lain yang lebih terhormat.  Tapi aku tidak ada uang untuk bayar hutangku kepada mamison. Ketika dia tahu rencanaku. Dia membayar hutangku.


 “ Beranilah untuk berubah. Dan tetap sabar walau cobaan berat.” Katanya singkat ketika memberi tahu bahwa hutangku sudah dibayarnya. Setelah itu aku tidak pernah lagi bertemu dengannya. Walau aku tahu Hapenya, aku tidak berani telp dia. Dia hanya pria yang misterius dan memberikan solusi too good to be true kepadaku. Aku tidak boleh baper. Walau mungkin aku sudah jatuh cinta dengannya.


***


Empat tahun setelah keluar dari dunia malam. Aku memang berubah dalam segala hal. Walau pekerjaanku sebagai administrasi gudang coldstorage  namun lebih dari cukup untuk hidupku sendiri. Aku sudah bisa sewa rumah sendiri. Aku juga menaggung seorang ponakanku yang yatim piatu. Aku tidak butuh apa apa lagi. Kecuali bersukur kepada Tuhan. 


“ Murni kamu ada dimana? SMS masuk. Tertera namanya Doni. Di hapeku aku sebut namanya “Mas-ku”.

“ Di rumah mas..” 

“ Boleh engga ke rumah akmu?

“ Boleh mas. Datang aja. “ Kataku seraya memberi alamat lengkap.


Belum jam 10 malam mas Doni sudah sampai. Dia tampak kumuh. Tidak seperti biasa.

“ AKu bangkrut, Mur. “ Katannya berwajah muram.

“ Sabar ya mas.”

“ istriku pergi ke Singapore ikut anaknya setelah rumahku disita bank.  “ katanya tertunduk lesu. “ Aku tidak punya apa apa lagi. Hanya baju yang melekat di badan” Lanjutnya. 

“ Kalau Mas engga keberatan. Mas bisa tinggal di rumahku sementara. “ Kataku mengusulkan begitu saja. Dia terkejut menatapku. Seperti tidak percaya yang baru didengarnya. 

“ Terimakasih Mur. Moga engga lama saya merepotkan kamu. Saya ad peluang bisnis yang sedang saya urus. Moga cepat berhasil dan aku bisa keluar dari rumah’

“ Amin. Semoga dimudahkan Tuhan rencana Mas.” 


Setelah itu Mas Doni tinggal di rumahku. Setiap hari dia keluar rumah. Kami hanya bertemu malam hari. Itupun dia tidak merepotkanku. Dia punya kunci sendiri. Tidur di dekat dapur. Pagi pagi aku membuat sarapan untuk dia sebelum pergi ke kantor. Selalu diatas meja makan aku letakan uang Rp. 100 ribu untuk ongkos dia. Aku pergi kerja dia belum bangun. 


Tiga bulan Mas Doni di rumahku. Dia pamit ke kalimantan membawa relasi bisnisnya dari luar negeri untuk meninjau tambang batu bara. Setelah itu Mas Doni mengabarkan bahwa dia sementara menetap di Kalimantan. Tak lupa berterimakasih. Setelah itu itu kami sudah jarang komunikasi. Aku berdoa semoga dia baik baik saja.


Setahun kemudian, mas Doni datang menemuiku lagi. Sekarang dia sudah berbeda dari sebelumnya. Penampilannya sama seperti awal aku bertemu dengannya. Dia sudah kaya lagi. Dia membelikan rumah untukku. Saat itu aku benar benar tersanjung. Namun saat itu juga Mas Doni bilang bahwa dia sudah kembali ke istrinya. Aku senang saja. 


Suatu hari di hari minggu, aku kedatangan wanita dan pria ke rumahku. Aku persilahkan mereka masuk
“ Kamu Murni ? Kata pria tamu.

“ Ya benar. Ada apa ? 

“ Kamu perusak rumah tangga orang ya. “ Suara pria muda itu menggelegar. Aku terkejut. Jantungku berdetak kencang. Aku yakin anak muda ini putra dari Mas Doni dan perempuan itu istrinya.

“ Maaf, apa maksud anda?

“ Papa saya selingkuh dengan kamu. Dan rumah mewah ini pasti pemberiannya! Kata anak muda itu dengan emosi.

“ Dasar lonte kamu! Teriak wanita itu. 

Aku terdiam. Entah mengapa aku menangis. “ Maafkan saya. Rumah ini memang pemberian dia tanpa pernah saya minta. Kalau kalian mau ambil, ambillah. Saya keluar sekarang”  kataku.

“ Minggat  kamu.! Teriak anak muda itu dengan garang.
“ Ya udah keluar kamu! Kata wanita itu.

Tanpa banyak bertanya lagi, aku langsung masuk kamar dan  keluar membawa tas dengan isi pakaian. Anak asuhku kubawa pergi. Sejak itu juga hape mas Doni aku block. Tempat tinggalku  yang baru aku rahasiakan kepada teman teman kantor.


Aku tidak menyalahkan keluarga Mas Doni. Anaknya tentu berhak atas ayahnya. Tentu mereka inginkan kedua orang tuanya rukun kembali. Istri Mas Doni tidak salah. Dia berhak lindungi suaminya.   Setidaknya dengan kebangkutan Mas Doni dan akhirnya bisa bangkit kembali, keluarganya bisa mendapatkan hikmah untuk saling memperbaiki diri dan merubah menjadi lebih baik. 


Aku juga tidak salah.  Kalau aku membantu mas Doni, itulah caraku berterimakasih kepada Mas Doni. Apakah aku pantas dapatkan keadilan atas kesalahan yang tak kuperbuat terhadap Mas Doni?  Itu tidak penting bagiku. 


Allah memang Maha Pengampun atas dosa dosa manusia. Namun ampunan itu tidak didapat dengan hanya lewat kata dan penyesalan. Tetapi harus dibuktikan dengan sikap konsiten di jalan yang benar.  Sama halnya dengan keimanan. Tidak ada keimanan tampa cobaan. Pada akhirnya rasa sukur dan sabar itulah menjadi pendamai jiwa, walau sakit tak tertanggungkan namun aku tetap harus berprasangka baik kepada Tuhan.


Menjelang usia 40 tahun aku bertemu dengan duda yang berkarir di Bank. Dia bisa menerima masalaluku. Mendukung karirku. Kini, Karirku diperusahaan cold storage semakin bagus. Aku sudah jadi pimpinan unit business. Aku mengendalikan empat processing fish di Indonesia, Thailand, China, Korea. Pimpinanku yang juga wanita Jomblo adalah inspirasiku untuk memahami itu semua.  Kadang satu pintu tertutup, Tuhan bukakan pintu lain. Selalu indah akhirnya.

Sunday, April 11, 2021

Sesal.

 





Kalaulah bukan karena aku butuh uang. Aku tidak ingin menerima kedatangan pria itu. Dia bersendal jepit. Bajunya kumuh seperti orang kampung pada umumnya. Aku kawatir teman temanku meliat kedatangannya. Kuterima dia di teras. Dia menyerahkan uang dalam bungkus plastik dengan tersenyum. “ Ya udah. “ Kataku ketus. Dia tetap tersenyum. Tak berapa lama dia pergi. Mungkin karena aku tak berniat bicara dengan dia. Itulah kebiasaan pria itu sejak aku kuliah di kota.


***

“ Bunda akan menikah lagi “ kata Bunda saat aku SLTP


“ Ya Bunda. Tetapi kenapa harus dengan dia, pria miskin itu. Bunda kan cantik. “ Kataku. Bunda diam saja. Ayahku meninggal karena kecelakaan.  Dua tahun bunda menjanda. Kehidupan kami semakin sulit. Harta yang tak seberapa peninggalan mendiang ayah cepat habis menghidupi aku dan adikku. Bunda terpaksa bekerja sebagai buruh di Pabrik. Pernikahan itu terjadi. Aku harus menerima. Itu urusan Bunda. Ayah tiriku pedagang kecil di pasar tradisional. Dia pendiam. Tidak banyak bicara. Sehingga hubungan antara aku dan adikku dengan dia tidak begitu hangat. Aku dan adiku tetap tidak menyukainya.


Saat remaja. Aku punya pacar. Bunda senang. Karena pacarku dari keluarga kaya raya di kampug kami. Tapi ayah tiriku tidak suka hubunganku dengan pacarku. Itu dia buktikan ketika pacarku datang ke rumah. Dia tidak pernah keluar dari kamar tidur.  Pernah aku dengar suara suara bisik bisik dari balik kamar. Pertengkaran antara ibuku dan ayah tiriku. Benar. Ayah tiriku tidak ingin aku terus  berhubungan dengan pacarku.


Suatu saat pulang sekolah sore hari. Pacarku memaksa aku mampir ke rumah kosong. Aku berontak keras. Aku tidak mau. Dari jauh nampak ayah tiriku sedang jalan ke arah pulang. Dia melihat aku sedang berusaha meloloskan diri dari paksaan pacarku. Dia bentak pacarku. Langsung Pacarku lari. Dia tatap aku dengan wajah kerasnya.” Pulanglah. Jangan ceritakan kepada ibumu.” katanya. Aku pulang jalan lebih dulu. Di belakang ayah tiriku mengikuti.


Tetapi setelah itu, entah darimana rumor datang. Ibuku sedih. Keluarga pacarku mengabarkan kepada orang ramai bahwa aku sudah tidak perawan. Karena digauli oleh ayah tiriku. Ibuku berang kepada ayah tiriku. Namun ayah tiriku tetap diam. Dia tidak ingin bicara banyak. “ Aku tidak  ingin membela diriku atas fitnah itu. Antar anak kamu ke puskesmas. Periksa.” Kata ayah tiriku. Dia tidak pernah cerita peristiwa dulu pacarku hampir merenggut kegadisanku. Bunda sangat kecewa kegagalanku menikah dengan keluarga kaya. Akhirnya karena itu perceraian terjadi. Ayah tiriku keluar dari rumah. Aku senang.


Bunda kembali kerja sebagai buruh pabrik. Aku tamat SMU. Aku diterima di PTN. Bunda bingung dapatkan uang untuk mengirimku ke kota. Saat itu ayah tiriku datang mengulurkan bantua. Bunda menolak keras. Tapi karena tidak ada pilihan lain. Akhirnya Bunda menerima. Sehingga aku bisa berangkat ke kota. Kesanku tetap tidak suka dengan ayah tiriku. Setiap tiga bulan dia datang ke kota. Memberiku uang makan dan uang bayar kos. 


Ayah tiriku setelah bercerai dengan ibuku tidak menikah lagi. Setelah tamat kuliah, aku diterima bekerja di kota. Ibu dan adiku kubawa tinggal bersamaku. Hubungan kami terputus dengan mantan ayah tiriku. Dari keluargaku di kampung aku mendengar kabar mantan ayah tiriku meninggal. Sejak kematian ayah tiriku, aku dirudung rasa bersalah. Aku harus membuka rahasia masa laluku. 


“ Bunda, aku mau jujur. Sebenarnya ayah tiriku tidak pernah menyentuhku. Bahkan dia yang menyelamatkanku dari usaha pacarku yang ingin perkosaku.’ kataku. 


“ Benar itu? Mengapa Nak kamu tidak jujur kepada Bunda” Kata Bunda menangis. Aku terdiam. Ketidak sukaanku kepada ayah tiriku membuat aku mendiamkan segala fitnah terhadap pria yang begitu tulus dan berkorban untukku dan Bunda. Bunda keliatan sangat sedih. Semalaman Bunda menangis. 


“ Dia memang miskin. Tapi dia cinta pertama Bunda. Saat bunda dijodohkan oleh kakekmu dengan ayahmu, dia sangat terpukul. Tapi dia sadar dengan kemiskinannya. Saat ayahmu meninggal dia datang ke bunda. Melamar Bunda. Walau kalian tidak suka dengan dia. Namun cintanya kepada kalian tidak beda dengan anak kandung. Bahkan setelah bercerai dengan Bunda, disaat Bunda kesulitan,  dia selalu ada untuk bunda. “ Kata Bunda. Saat itu aku terasa jatuh kejurang terdalam dalam sesal tak bertepi.


Seminggu setelah itu, aku dan  Bunda beserta adiku pergi ke kampung, Kami pergi ke pusara ayah tiriku. 


Aku bersimpuh dengan air mata berurai. “ Ayah maafkan aku Yah…” isakku. Kupeluk pusara itu. 


Ibuku juga  memeluk pusara itu “ Maafkan aku Abang. Maafkan aku..”  Kata Bunda menangis. 


Adiku juga memeluk pusara itu. 

Kami bertiga menangis dalam sesal untuk pria yang seumur hidupnya hanya ingin berbuat baik karena Tuhan. Walau derita tak tertanggungkan, dia tetap tidak kehilangan cinta dan terus berkorban.


Siluet kekuasaan dan kemiskinan.

  “ Mengapa kapitalisme disalahkan ? tanya Evina saat meeting di kantor Yuan. Dia CEO pada perusahaan di Singapore. Dia sangaja datang ke J...