Saturday, June 19, 2021

Iman dan Logika.







Ada orang Arab muslim berjalan beriringan dengan orang Yahudi.  Pria Arab itu berjalan di depan dan Yahudi di belakang. Pria ARab melihat ada uang emas jatuh di jalan. Dia geser uang itu ke pinggir jalan. “ Mengapa kamu tidak ambil uang itu? Kata pria Yahudi.


“ Allah melarang saya mengambil yang bukan hak saya. “ 


“ Bagaimana kamu tahu, Allah melarang ? 


“ Ya itu keimanan saya. “


“ Ok bagaimana kita buktikan saja keimanan kamu itu. “ Kata pria Yahudi seraya memungut uang itu. “ Saya akan lempar uang ini kelangit. Kalau jatuh ke bumi, dan saya bisa tangkap. Itu artinya, Tuhan sudah izinkan uang itu untuk saya miliki. “ Lanjut Yahudi itu.  Si Arab terdiam. Dia sempat mikir juga. Itu uang kalau dilempar ke atas pasti akan jatuh lagi ke bumi. Uang itu pasti diambil dan dianggap milik Yahudi. Tetapi dia sudah terjebak dengan keimanannya. Pilihan. Percaya kepada Yahudi atau percaya kepada imannya. 


“ Ya silahkan. Kita lihat nanti.” kata ARab itu seraya berdoa. “ Tuhan tunjukan kekuasaanMu agar aku tetap dalam keimanan. Atau setidaknya aku tidak diperolok oleh si Yahudi brengsek ini. “


Kemudian si Yahudi melempar koin emas itu ke atas. Benarlah. Koin itu jatuh lagi kebawah dan dengan cepat ditangkap oleh si Yahudi. “ Puji Tuhan. Ternyata kasihNya lebih besar daripada apapun. Terimakasih Tuhan. Karena itu imanku semakin kuat. “ Kata Yahudi itu tersenyum seraya melirik Si Arab itu. Koin emas itu dikantonginya.


“ Terkutuklah kamu karena telah memperbadaya ALlah.” kata Arab itu menggerutu.


“ Kalau Allah masih bisa diperdaya, seharusnya tidak perlu dipercaya atau disembah.” Kata Yahudi itu dan belalu meninggalkan si Arab yang bengong.


Si Yahudi itu karena minoritas dilarang berniaga. Khalifah membatasi ruang geraknya berbisnis. Koin emas itu dia belikan domba dan menyerahkan kepada orang islam dengan skema bagi hasil. 30% dari keuntungan untuk Yahudi, 70% untuk orang islam. Berjalannya waktu, bisnis ternak domba semakin berkembang. Setiap yahudi dapat 30%, dia tidak gunakan semua untuk pribadinya. Tetapi dia kerjasamakan kepada pemilik karavan yang berdagang karpet persia. 


Semakin lama usaha ternak terus berkembang, dan bisnis karavan juga berkembang. Dari kedua usaha itu Yahudi dapat bagi hasil. Lag lagi dia tidak gunakan untuk pribadinya. Tetapi dia investasikan ke tanah. Tanah itu dia kerjasamakan dengan orang muslim untuk bertani. Usaha pertanian berkembang. Dan semakin lama, ekonomi masyarakat berkembang pesat. Membuat orang makmur. Punya rumah bagus. Pakaian bagus. Punya istri lebih dari satu. 


Orang semakin makmur, tentu mulai paranodi uangnya bisa hilang karena dicuri. Yahudi datang menawarkan titipan uang. Orang percaya karena dia punya asset dimana mana. Maka jadilah Yahudi securicor uang orang kaya. Mereka mengirim emas ke Yahudi, dan Yahudi memberikan selembar kertas, dokumen titipan.  Orang lain datang lagi mengajukan kerjasama membangun bisnis. Yahudi gunakan uang titipan itu untuk mendukung usaha venture. 


Begitulah cerita terus bergulir. Lambat laun orang sadar, bahwa semua bidang usaha tak bisa dilepas dari peran Yahudi.  Semua kemakmuran tak bisa lepas dari peran Yahudi. Semua kekuasaan tidak bisa lepas dari peran Yahudi. Maklum, setiap raja digoyang pemberontakan mereka perlu uang untuk membiayai prajurit meredam pemberontakan. Yahudi datang memberikan solusi pinjaman. Lambat laun Raja jadi proxy Yahudi. Sementara Yahudi itu tetap hidup sederhana. Istri tetap satu.  Nah siapa yang berTuhan dan siapa yang tidak?

Friday, June 18, 2021

Lebih cerdas dari Hewan.

 



Senja telah datang. Di upuk warna merah mulai nampak. Sedih , entah apa yang dirasa. Ketika rasa lapar mulai menyerang. Kalau puasa karena waktu, maka ini karena kemiskinan. Dua tubuh terlentang di bale bale reot. Di luar sana ada ribuan hektar kebun dari juragan besar tempat mereka menggantungkan hidup. 


“ Apa yang harus kita masak. Kamu janji sore ini upah akan dibagi. Mana ?Aku bosan terus menunggu. Sebentar lagi maghrib datang. Kita masih saja harus menunggu. “ Kata Mina istrinya.


Dia membukakan mata. “ Para juragan kebun itu penghisap darah kuli. Mereka kejam. Zolim kepada kita. Mereka perlakukan kita lebih rendah daripada anjing peliharaannya.” Ucap Berjo dengan amarah.


Berjo berdiri dari rebahanya, berkata. “ Aku harus sholat maghrib. !


“ Mas masih ingat sholat ?


“ Tentu!


“ Untuk apalagi sholat ?


“Kamu bicara apa sih ? “ Berjo mulai meninggikan suara “ Sholat ya sholat. “


“ Nduk “ Seru istrinya kepada anaknya “ kamu endak perlu sholat di musholla.. Itu ada orang putih yang buat gereja di ujung kampung yang kasih beras untuk kita makan. Pergi kesana lebih baik daripada ikut ayahmu sholat.”


“ Terserah kalian lah. Aku pentingnya sholat. Titik “Kata Berjo.


“Mbok, kenapa kita harus meminta kepada orang putih itu? “ Sang anak mencoba bertanya dengan lembut.


“Ah kamu endak perlu tanya. Kita perlu makan hari ini. “

Anak itu berlalu. Tak ingin berkata panjang kepada ibunya. Seperti biasa dia mulai duduk di depan teras gereja. Sama seperti orang orang yang di desa ini. Usai maghrib , anaknya membawa beras ke rumah“ Tuh kan, kita dapatkan beras. Aku bisa menanak nasi. Apa salahnya orang putih itu. Mereka endak suruh kita masuk agamanya. Mereka hanya datang untuk memberi. “


“ Aku tetap tidak setuju. “ Kata Berjo


“Ya tapi kenapa kamu terus mau makan dari pemberian mereka. ?


“ Ya karena kamu yang masak. !


“ Apa bedanya” kata istrinya sengit.


Berjo selalu kalah bila harus berdebat dengan istrinya. Sudah kalah sebelum berbicara. Memang lapar selalu teratasi oleh gereja yang ada di ujung jalan kampung. Dia malu bila Tuhan mempetanyakan sholatnya ” bukankah kamu telah berjanji bahwa hidupku, sholatku, ibadahku, matiku hanya untuk Allah. Bukankah kamu sendiri yang berjanji dalam sholat bahwa “ hanya kepadaMu aku menyembah dan kepada Mu meminta tolong. “ Tapi mengapa kamu justru meminta tolong kepada orang kafir itu. Kamu percaya kepadaKu tapi ragu akan pertolonganKu. Hingga kamu lebih memilih pertolongan orang lain. 


Itulah yang membuat dia semakin malu untuk berdoa apalagi berzikir. Dia tetap sholat , sujudnya lebih kepada malu kepada Allah. Takbirnya lebih ketakutan kepada Allah. Duduknya lebih kepada risih kepada Allah. Salamnya lebih kepada kehinaan di hadapan Allah. Dari semua itu rasa malu lebih menyakitkan.


Ketika tengah malam. Dia terjaga untuk sholat tahajud. Walau berat karena malu kepada Allah tapi dia tak bisa lari dari keinginan untuk sholat. Matanya melirik kearah istrinya yang lelap dalam tidurnya.


Usai sholat, diapun bersegera tidur. Sebelum tidur dia berdoa “ Ya Tuhan , maluku karena kegagalanku melaksanakan amanah terindah darimu untuk menafkahi anak istriku. Andai mereka semua mati kelaparan itu tak akan membuatku malu di hadapanMu. Tapi kemiskinan ini telah membuat mereka lari dariMu. Pantaskah aku yang lemah ini terus bertakbir , memuji kebesaranMu. Pantaskah aku mengesakanMu. Pantaskah aku berharap hanya padaMu. “ Doanya berakhir dengan airmata berurai. Lafal doa dengan kata kata tak lagi mampu terungkapkan.


***

“Berjo” terdengar suara halus menyerunya. Tak jelas dari mana sumbernya. Tapi dia mendengar suara itu dengan jelas. Berusaha dia melihat kekiri dan kekanan, juga keatas untuk mencari sumber suara itu “ Tak penting dari mana aku berbicara. Dengar sajalah. “ Suara itu kembali terdengar jelas di telinganya.


Di depannya terdapat hamparan warna hijau. Semua sama. Tak ada warna warni. “ Inilah kehidupan sesungguhnya. Sebetulnya hidup itu tak ada warna apalagi kelas. Kalau ada warna , maka mata menggambarnya apa yang dipikirkan oleh akalmu. Matamu melihat apa yang diinginkan oleh nafsumu. Tak lebih. “


Kemudian hening. Berjo memilih duduk dalam keadaan bersila. ‘ Berjo “ Kembali suara itu terdengar “ Rasa malu itu adalah pakaian iman. Ujud pengakuan keberadaan Allah dengan rendah hati. Malu kepada Allah adalah ujud dari Takbir sesungguhnya. Malu adalah ujud sujud sesungguhnya kepada Allah. Malu adalah ujud salam sesungguhnya kepada alam semesta. Airmata malu kepada Allah adalah meninggikan Allah itu sendiri.”


“ Mengapa “ Kata Berjo.


“ Kita berurai airmata takut kepada Allah karena ancaman hukumannya. Allah bukan penghukum. Kasihnya mendahului amarahnya. Kita berurai airmata memuji Allah. Allah tak bertambah kekuasaannya karena dipuji. KekuasaaNya tak terbatas. Kita berurai air mata meminta pertolongan Allah, Allah itu maha pengurus.


“ Aku malu karena tak bisa melaksanakan fungsiku sebagai suami dan kepala keluarga. Aku malu meminta kepada Allah karena akupun makan dari pemberian orang kafir. Aku malu…” Kata Berjo lagi.


“ Dalam hidup ini hanya dua yang harus kamu jadikan prinsip. Pertama, jangan kamu sakiti dirimu sendiri.  Kedua, jangan kamu sakiti orang lain. Kemiskinan karena pasrah adalah menyakitkan dirimu sendiri. Padahal apa beda kamu dengan orang lain? Semua manusia terlahir sama. Jangan karena kamiskinan kamu menyalahkan orang lain, yang sehingga meragukan keadilan Tuhan. Padahal sikap mental kamu sendiri yang membuat kamu miskin.  Tuhan tidak hanya memberi raga kepadamu tetapi juga akal. Bekerja keraslah dan lakukan dengan cerdas.


Memakmurkan diri sendiri adalah tidak menyakiti diri sendiri, dan cara terbaik bersukur akan karunia Tuhan. Karenanya kamu akan selalu menjaga orang lain, dan tak ingin menyakiti mereka. Apalagi berprasangka buruk. Dari itu kehadiran Tuhan dimaknai dengan euforia dan cinta  bagi semua.”


“ Bagaimana caranya aku bisa memaknai kehadiran Tuhan?


“ Kamu harus berterima kasih kepada empat hal. Pertama, berterimakasihlah kepada orang tuamu. Karena dari mereka kamu mengenal cinta untuk kali pertama. Kedua, berterimakasihlah kepada gurumu. Karena darinya kamu mengenal Tuhan. Ketiga, berterimakasihlah kepada orang  yang tulus membantumu, karena darinya kamu mengenal kasih Tuhan. Keempat, berterimakasihlah kepada musuhmu. Karena darinya kamu dididik Tuhan untuk sabar dalam berbuat. Agar kamu kuat tak terkalahkan.”


Suara itu tak terdengar lagi. Kemudian sayup sayup terdengar suara azan mengumandang. Dia tersentak dari tidurnya. Ditatapnya kesekeliling ruangan. Masih nampak istrinya tertidur pulas. Diapun berdiri , untuk sholat dengan rasa malu yang menggayut.” Aku harus berubah. Kalau memang kuli tidak membuat keluargaku makmur, maka cara lain harus kutempuh. Kalau di tempat ini nasipku tidak berubah, aku harus hijrah. Tuhan bentangkan rezeki sangat luas, seluas bumi. Tuhan memang menjamin rezeki semua mahluk, tetapi Tuhan tidak kirim makanan ke sarang burung. Aku harus lebih cerdas daripada hewa


Saturday, June 12, 2021

Di jalan Taubat.

 






Tahun 2015 di Changi Airport. “ Abang masih ingat Dewi engga ? Waktu di Taipeh. Terakhir kita ketemu di Makkah tahun 2010” Katanya berusaha mengingatkan saya. Taipeh saya ingat. Tapi Makkah? Saya pergi haji tahun 2003. Setelah itu tidak pernah.


“ Kamu kan yang kerja di KTV waktu di Taipeh kan? kata saya menegaskan takut salah orang.


“ Ya bang.”


“ Terus kapan kita ketemu di Makkah? Mungkin orang lain.?”


“ Aduh abang” dia tersenyum. “ Mana mungkin Dewi lupa. Di hati Dewi selalu ada abang. Bukti sekarang Dewi engga salah tegur abang, ya kan. Tapi waktu itu abang hanya senyum aja ke Dewi. Situasi ramai waktu mau ke Arafah. Jadi engga sempat bicara. “ Katanya. 


“ Gimana keadaan kamu? Masih kerja di Travel agent ? Kata saya.

“ Udah engga bang. Tahun 2004 Dewi menikah. Tahun 2014 Suami Dewi meninggal. 


“ Punya anak berapa kamu? “


“ Belum punya bang. Sejak suami meninggal, Dewi lanjutkan usaha suami.


“ Usaha apa kamu ?


“ Jasa.”


“ Jasa apa ?


“ Cleaning solution untuk vessels. “


“ Oh sesuai standar kapatuhan terhadap lingkungan ya”


“ Tepat bang. Kita ada tekhonologi dan bahan kimia untuk memastikan kapal clean sesuai standar lingkungan. Sekarang perusahaan Dewi dapat kontrak dengan 6 pelabuhan di beberapa negara.”


“ Hebat kamu. “


“ Engga terbilang Dewi kirim email tetapi tidak pernah abang balas. Tetapi nama Abang, setiap habis sholat, selalu dewi sertakan dalam doa. Tahun 2010, Dewi pergi Haji bersama Suami.” Katanya seakan tanpa jarak dengan saya.


“ Ya. Sejak tahun 2004 saya ganti email, karena saya hijrah ke China. Yang penting kamu jaga kesehatan ya.” Kata saya segera berlalu karena jemputan saya sudah datang.


***

Mengapa Saya ceritakan tentang Dewi kepadamu ? sebetulnya tidak ada yang istimewa. Namun baiklah saya ceritakan selengkapnya. Dia kali pertama saya mengenalnya di Taipeh tahun 2001. Perkenalan dengan Dewi di suatu tempat hiburan di Taipeh. Ralasi business mengaja saya menikmati hiburan malam di KTV berkelas. Ketika deretan gadis ayu berjejer di depan kami, pandangan saya kepada seorang wanita yang disebutkan oleh Mamisan bahwa dia berasal dari Indonesia, namanya Dewi. Saya memilihnya untuk menjadi pendamping saya.


“ Kamu dari Indonesia “ tanya saya.

“ Ya Bang.”

“ Sudah berapa lama kerja disini ?

“ Sudah hampir setahun. “ katanya dengan pandangan tertunduk ke bawah. Kutahu Dewi merasa tidak nyaman berada di samping saya. Mungkin karena saya berasal dari Indonesia. Namun , mamisan, mengatakan bahwa Dewi memang begitu sifatnya. Namun dia tetap primadona di KTV ini. Dia lembut dan pasrah untuk memanjakan setiap tamunya.

“ Bagaimana kamu sampai kerja di tempat ini ?

“ Awalnya saya ditawari untuk menjadi duta seni. Setelah melewati standard test di agent modeling di Jakarta, akhirnya saya diberangkatkan ke Taipeh. Namun setelah sampai di sini malah diperkerjakan di tempat hiburan., Tak ubahnya sebagai pelacur. Saya tak berdaya karena sudah kontrak. Dan lagi ketika kerja disini orang tua saya terpaksa menggadaikan sawah rumah untuk bayar biaya keberangkatan. “

“ Kamu tamatan apa sekolahnya ?

“ Saya tamatan ABA. “

“ Oh itu sebabnya kamu bisa bahasa inggeris dengan sempurna dan bekerja di tempat berkelas seperti ini.”

Dewi hanya mengangguk.


Saya tak mau lagi bertanya lebih jauh. Bagi saya ini sudah menjadi cerita klasik di tempat hiburan bahwa semua wanita pada dasarnya tak ingin menjadi pelacur. Mereka sadar akan dosa dan setiap hari mereka tentu menyesal dengan perbuatannya itu. Ketika jam menunjukan dini hari , relasi saya menutup Bill. Saya memberikan tip kepada Dewi. Dia menolak dengan halus. Alasannya saya cancel bill untuk membawa dia kehotel. Namun saya tetap bersikeras agar dia menerima tip dua lembar USD 100 dollar ketangannya.


“ Tidak perlu Bang. “ Katanya sambil mundur dan berusaha untuk menjauh dari saya. Namun ketika saya keluar dari ruang KTV , Dewi tetap mengantar saya sampai di depan pintu dan saat itulah saya memaksakan agar dia menerima tip dari saya, Diapun menerima dan nampak airmatanya berlinang. Entah kenapa saya memberinya kartu nama saya.


Sebulan setelah pertemua itu, saya mendapat email dari Dewi. Pesan yang ditulisnya dalam email itu sangat mengharukan. Betapa tidak. Menurutnya dan berdasarkan pengalaman teman temannya, mereka akan dirotasi dari tempat yang mewah sampai ketempat yang kumuh. Dia mengkawatirkan keselamatannya bila sampai di rotasi ke tempat yang kumuh. Dia hanya berharap agar saya dapat menolongnya pulang ke Indonesia. “ Dewi ingin pulang, Bang. Bantu Dewi. “ Demikian diakhir kalimatnya.


Email Dewi saya forward ke teman di Taipeh yang kukenal punya relasi kuat di pemerintahan. Saya tidak menjanjikan apapun kepada Dewi. Saya hanya bisa berdoa semoga teman di Taipeh bisa membantunya pulang ke Indonesia. Tiga bulan setah itu, sayapun mendapat telp dari seseorang mengatakan bahwa dia sahabat Dewi dan Dewi sedang sakit keras.


***

Di kamar tak lebih berukur 4 meter. Dia tergeletak di dipan lusuh. Tubuhnya terbujur lemah. Matanya terpejam. Wajahnya pucat. Itu yang kusaksikan ketika sampai di tempat kost nya. “ Sejak kepulangannya dari Taipeh , dia nampak murung. Kadang menangis sendiri tanpa sebab. Bila ditanya dia hanya diam. Bila malam dia tahajud dan berdoa dalam berurai air mata. Ketika pulang dari Taipeh uang dia hanya bisa menyewa kosan ini untuk tiga bulan. Kini dia sakit. Tak ada uang untuk berobat. Sayapun sebagai sahabatnya tak bisa berbuat banyak. Ingin saya ajak dia pulang kampung tapi dia bersikeras tak mau pulang. “ Demikian sahabat Dewi mengatakan kepadaku. Saya terenyuh.


Dengan serta merta saya memanggil ambulance untuk membawa Dewi ke rumah sakit. Dewi terkena radang usus dan butuh perawatan dokter di Rumah sakit. Saya berikhlas hati untuk menanggung semua biaya berobat Dewi untuk diopname selama dua minggu. Ketika Dewi sembuh dari penyakitnya, kenalan saya mau menerima dia sebagai karyawan CS. Setelah itu saya tidak pernah bertemu lagi dengan Dewi.


***

Tahun 2003 Desember. Saya berangkat ke tanah suci melaksanakan rukun islam ke lima. Pada hari Jumat, saya melaksanakan sholat jumat di Masjidil Haram. Ketika itu semua tempat yang beratap penuh. Tersisa hanya satu tempat luang di dekat Ka’bah. Cuaca panas sekali. Teman yang satu rombongan haji, kebetulan juga adalah ustadz, memilih keluar dari shap.


” Ini konyol. Kita bisa mati kepanasan disini. Bukan soal keimanan tapi ini sudah konyol. ” Kata teman itu yang segera berdiri dan berusaha mencari tempat lain yang ada atapnya. Saya memilih tetap ditempat. Sementara Kotbah jumat sedang berlangsung. Beberapa orang dari negara lain, tetap bertahan karena mamang mereka punya daya tahan tubuh yang kuat.


Selang beberapa menit , kepala saya terasa pusing dan lemah sekujur tubuh. Kening berkeringat banyak. Saya tertunduk dalam keadaan duduk bersila. Serasa tubuh seperti melayang jauh ke udara. Nampak seorang wanita berhijab putih tersenyum kearah saya. Dewi! Dia memberi air zam zam. Seketika tubuh saya terasa segar dan sekonyong konyong saya sudah berada di dalam istana nan indah dan sejuk. Nampak dari kejauhan pengkotbah jumat dan orang yang hadir, semua berseragam putih. Entah mengapa setelah itu saya tersadarkan semua sudah usai. Kembali seperti semula.


Ketika sampai di hotel. Saya teringat Dewi dan ingin mengirim email kepada dia. Tapi di dalam mail box sudah terdapat email dari dia. Isinya: ….


“ Aku terima email dari Abang tentang rencana keberangkatan ke tanah suci. Setiap malam aku tahajud untuk memohon ampun kepada Allah. Juga aku tidak pernah berhenti berterimakasih dengan segala keikhlasan abang membantuku. Tidak ada yang dapat kulakukan untuk membalas kebaikan abang, kecuali dalam setiap tahajud, aku berdoa untuk keselamatan abang. 


Doa ku kepada Allah ” Tuhan dengan segala dosaku rasanya aku tidak pantas untuk meminta apapun kepadamu. Namun, ya Allah, Seorang manusia yang engkau kirim kepadaku yang akhirnya aku dapat menemukan kembali keimananku setelah masuk dalam lembah hitam, kini dia sedang berada di rumah mu ya Allah. Bila semua adalah karena Mu, maka lindungilah seseorang itu dari segala bencana. Engkau maha tahu dan berkuasa diatas segala galanya. …”


***

Sampai kini Dewi tetap menjadi sahabat saya. Kalau ada kesempatan kami bertemu. Usianya sudah diatas 40, namun dia tetap sendiri. Alasannya “ Kebaikan almarhum suami, membuat Dewi tidak pernah ada niat untuk memulai second chance menikah. Dan lagi kan ada abang. Setiap Dewi ada masalah , abang selalu ada. “ 

Friday, June 04, 2021

Gagal menjadi diri sendiri.



1941. Usiaku masih remaja. Aku bukanlah siapa siapa. Aku anak bangsa yang lahir  ditengah kancah revolusi. Lani, adalah sahabatku dan juga mungkin pacar. Entahlah. Aku tidak pernah ungkapkan cintaku. Tetapi dia rela melepas keperawanannya untukku.. “ Kau baca artikel ini. Hebat ya. Aku suka pemikirannya. “ Kata Lani. Aku tersenyum.  Aku memang merindukan Lani,  bukan karena amoy ini  aktifis sosialis. Tatapi rambutnya harum dan sentuhannya sangat menggelora. 


“Aku bacakan ya.” Kata Lani. Aku mengangguk. “ Ini artikel ditulis oleh Soekarno. Itu mahasiswa Technische Hoogenschool te Bandoeng. Ganteng orangnya Din. Pintar sekali dia. 


“ Ya terus ajalah baca. Apa dia kata? Kataku.


“ Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, inilah azas-azas yang dipegang teguh oleh pergerakan-pergerakan rakyat diseluruh Asia. Inilah faham-faham yang menjadi rohnya pergerakan-pergerakan di Asia itu. Rohnya pula pergerakan-pergerakan di Indonesia-kita ini. “ Kata Lani membacakan artikel tahun 1927.  “ Dengan kekuatan tiga itu, Kita bisa goncang revolusi menuju kemerdekaan Indonesia. Aku maunya Indonesia merdeka. “ lanjut  Lani bersemangat.


“ Semua revolusi lahir dari kaum terpelajar dan menjadikan rakyat jelata sebagai martir. Tapi biasanya, setelah revolusi sukses, rakyat tetap jadi korban kaum terpelajar. Selalu begitu “ Kataku skeptis.


“ Tapi,  kau tidak boleh skeptis. Kita perlu idiologi kuat untuk melawan idiologi kapitalisme Belanda. Ya idiologi harus dilawan dengan Idiologi juga.” Kata lani tangkas. Aku tersenyum. Dalam hati aku mengkawatirkan Lani. Belakangan aku tahu, Lani bergabung dengan gerakan bawah tanah berafilliasi ke sosialis , Sjahril. Sebagian besar adalah pemuda militan. Setelah jepang masuk, Lani hilang seperti di telan bumi.


Aku  bertemu kembali dengan Lani awal 1945.  Pertemuan itu di markas Pemuda Pelopor, Cikini Jakarta. “ Ada apa kamu di sini? tanya lani.


“ Aku terseret arus revolusi. Ya ikut gelombang aja.” jawabku


“ Tapi ini kelompok radikal. “


“ Yang bina Soekarno, idola kau sendiri. Kau sendiri ngapain kemari?


Lani terdiam. Usia belum 30 memang tidak membuat Lani menua. Sejak saat itu dia sering ketempat tinggalku di Cikini. Kami menghabiskan malam bersama. Dalam gelora muda, seperti gelora revolusi.


***

1956.

Aku dapat tugas ke Tiongkok sebagai diplomat. Malam hari setelah rapat dengan petinggi partai komunis China, aku mabuk berat karena wine. Seorang wanita dari jauh menghampiriku. Dia memapahku kembali ke hotel. Aku tidak tahu siapa wanita itu. Sampai di hotel dalam keadaan setengah mabuk, entah mengapa aku memeluknya dan terus menciumnya. Wanita itu membalas setiap sentuhanku dengan pagutan yang mendesah. Aku terasa berada diatas puncak gelombang laut yang berayun ayun bersama buih. Setelah itu aku tidak ingat apa apalagi.


Aku bemimpi Lani datang kepadaku  “Engkau bukan milikku, aku bukan punyamu.” Tetapi, terimalah jam tangan ini sebagai hadiah agar kau tidak pernah lupakan aku. Paginya aku terjaga. Terdenga suara dari kamar Mandi. “ Bung sudah  bangun. Mari aku mandikan. “ Aku segera berlari ke kamar mandi. “ Lani!” Dia tersenyum. “Kau yang antar aku ke kamar hotel? 


“ Kamerat partai menghubungiku untuk antar kamu ke hotel. “


“ Dan tadi malam, luar biasa sekali.” Kataku. Wajah Lani merona menatapku. Dengan telaten dia memandikanku. Inilah yang tidak pernah aku dapatkan dari istriku. 


“ Kita ini lucu ya. Kamu yang setia berada dibarisan Soekarno sejak remaja. Akhirnya berlabuh ke komunis. Sementara aku yang sedari awal memuja komunisme karena anti kelas, akhirya hidup dibawah ketiak Soekarno dalam barisan Nasional” Kataku ketika sarapan pagi 


“ Tidak ada yang lucu. Karena kita adalah anak bangsa yang lahir dari rahim ibu pertiwi.”  Kata Lani dengan matasipitnya dan kulitnya yang putih. 


“ Ya revolusi yang tidak satu irama, melahirkan anak anak yang punya agenda sendiri sendiri. Mungkin salah gaul. “ Kataku sekenanya


“ Bukan salah gaul. Tetapi proklamasi tanpa agenda besar dan kuat. Makanya setelah proklamasi, terjadi perpecahan kekuatan.


“ Oh yaaa. Bisa jelaskan” Kataku tersenyum


“ Kita semua tahu pemikiran Soekarno tentang Nasakom. Dalam proses politik menuju Indonesia merdeka gagasan Soekarno itu  dimentahkan oleh golongan Islam terutama dari Muhammadiyah dan NU. Tapi Soekarno memang jenius. Dia bawa gagasan politiknya itu dalam kerangka Trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Dia peras lagi trisila itu dalam bentuk Eka Sila , yaitu Gotong Royong. 


Nah golongan islam dalam BPUPKI menolak gagasan itu dengan curiga. Kemudian Soekarno keluarkan lagi ide tentang Pancasila. Dan itu disetujui  oleh Golongan islam,  tetapi urutanya diubah dengan menempatkan Ketuhanan pada sila pertama. Semua golongan saling curiga. Pancasila adalah kompromi yang tidak sudah.”


“ Menarik. Makanya dalam proses politik di meja perundingan menuju pengakuan kedaulatan Indonesia oleh PBB, berkali kali perjanjian damai dengan Belanda dilanggar. Karena golongan islam dan sosialis sengaja memprovokasi rakyat menentang perjanjian damai itu. Reputasi Soekarno dan kawan kawan dirusak oleh mereka.” Kataku


“Ya adalah wajar kalau karena itu memaksa Belanda melakukan aksi polisionalnya. Menegakan akta perdamaian. Perang terbuka tidak bisa dihindari. Semua wilayah di Indonesia terjadi pertempuran melawan Belanda. Setelah KMB pengakuan kedaulatan Indonesia oleh PBB tahun 1949. Bentuk negara Indonesia adalah Republik Indonesia Serikat (RIS). “Kata Lani.


“ Lagi lagi RIS itu dilanggar.  Lagi lagi itu adalah golongan Islam, yaitu Natsir dan Agus Salim dari faksi Masyumi. Natsir menolak menerima jabatan menteri Penerangan  pada kabinet RIS. Natsir keliling Indonesia memprovokasi para pemimpin daerah untuk menolak KMB. Mau perang, perang aja lagi. Kira kira begitu sikap Natsir. Mosi Integral  disampaikan Natsir ke Parlemen 3 April 1950 dan disetujui. Indonesia kembali kepada NKRI. Tapi NKRI tidak mengakui Pancasila dan UUD 45. Yang diakui adalah UUD-Sementara 1950. UUD akan dibuat setelah Pemilu 1955.” Kataku.


“ Ya. Usai pemilu 1955 dibentuklah Badan Kostituante di Parlemen, yang anggotanya semua fraksi yang dapat suara di Pemilu. Tugas badan ini adalah membuat UUD. Nah dikonstituante itu terbukti kecurigaan Soekarno. Bahwa golongan Islam ingin menggolkan agenda Negara berdasarkan syariat islam.” Kata Lani


“ Bukan hanya golongan Islam. PKI ingin juga menggolkan agenda komunisme. Dua faksi ini di parlemen terus aja ribut tampa ada progress terbentuknya UUD. Sehingga dikawatirkan akan terjadi perpecahan. Situasi persatuan dalam posisi kritis. Suhu politik memanas. Saat itulah Soekano kembali kepada ide lamanya, yaitu NASAKOM. Dia mendekati NU agar keluar dari Masyumi. Soekarno tahu bahwa Masyumi tampa NU tidak ada kekuatan. NU bersedia. Atas dasar itu, Soekarno keluarkan dekrit kembali kepada UUD 45 dan Pancasila. 


Tapi UUD 45 dan Pancasila itu menjadi idiologi tertutup lewat Demokrasi terpimpin yang berisi tiga kekuatan besar, yaitu Nasionalis PNI, Agama ( NU ) dan Komunis (PKI). Faksi Masyumi diluar NU meradang marah. Mereka tuduh NU berkhianat. Terjadilah pemberontakan PRRI dan DII/TII yang didalangi elite golongan Islam. Semua berhasil dipadamkan Soekarno.”Kataku dengan bahasa diplomasi.


Kami bedua terdiam. Akhirnya setelah beberapa saat aku berkata dengan lirih.” NASAKOM adalah utopia. Too good to be trues. Faktanya, bagaimana mungkin mempersatukan agama dan komunis. Walau tujuannya sama namun metodelogi jauh sekali berbeda. Bagaimana mungkin Nasionalis bisa bersatu dengan idiologi totaliter seperti Komunis dan Agama. Persatuan yang diharapkan Soekarno justru paradox.” Kataku. Lani melirik kepadaku dan senyum tipis. Rasanya aku ingin merengkuhnya dalam pelukan.


“ Indonesia itu butuh idiologi tertutup seperti komunisme. Aku mendukung Soekarno dengan demokrasi terpimpin. Mau golongan islam atau sosialis kiri atau kanan, yang membangkang, ya gebuk aja.  Yang penting bisa mempersatukan semua yang berbeda untuk berada pada barisan yang tertip. Kita sedang menghadapi neocolonialisme. Kapitalisme adalah musuh idiologi kita” Kata Lani.


***


Tahun 1970. Aku bertemu Lani di New York. Dia sudah jadi diplomat Tiongkok. Aku tahu dan Lani juga tahu bahwa menteri luar negeri RI menegaskan jangan lagi melindungi sisa-sisa Gestapu-PKI.  Kulihat Lani agak lama terdiam dan akhirnya, “Aku ingin pertemuan kita bukan soal pribadi.”


“Pribadi siapa?”


“Pribadi kita berdua…,” tegas Lani. Aku terkejut. Beginikah cara komunis China mendidik diplomatnya. Tidak ada perasaan personal kalau menyangkut agenda partai.


“ Lan, aku sudah menua, kamu juga. Aku punya hutang yang belum terbayar. Dari awal aku jatuh cinta kepadamu. Dan aku tahu, kamu juga kan. Setahuin lalu istriku meninggal. Kini aku sendiri” Kataku masabodo dengan sikap anehnya.


“Tapi cintaku sekarang hanya untuk partai komunis China. Bung nikmati saja masa tua bersama anak anak dan jangan lagi ingat kenangan masa lalu kita. Sebaiknya kita jangan lagi bertemu”


Politik akhirnya memisahkanku dengan Lani, dengan masalaluku. Aku tahu setelah pecah G30 PKI. Lani berusaha minta tolongku agar bisa pulang ke tanah Air. “ Aku ingin mati di Indonesia. Andaikan harus membusuk di penjara aku ikhlas. Aku cinta kamu, Bram..tolong aku. Aku tidak mau dicap pengkhianat. “ Begitu isi surat Lani. Tetapi ego politikku dan demi karirku, aku mengabaikan surat Lani. Akhirnya dia minta suaka politik ke pemerintah China.  Pindah warga negara…


Kami adalah korban politik yang saling menghabisi. Yang menang bebas menindas dan punya alasan bahwa korban tidak bisa dihindari. Dan tetap  dengan wajah hipokrit