Tuesday, June 18, 2024

Selalu ada harapan..

 


“ Ale ! terdengar suara Patria di seberang lewat telp selularku. “ Ketemuan dong. Tempat biasa di bunker ya. " sambungnya. Aku tahu istilah bunker itu adalah satu tempat berada di hotel bintang V,  yang tidak semua orang bisa masuk. Itu tempat berbisik bisik kalangan atas. 


“ hmm…”  Untuk apa aku harus ikuti ajakannya. Hanya kumpul kumpul para pebisnis dan politisi. Tak jauh urusanya dengan rente. Dulu ya dulu, aku memang bergaul dengan mereka. Tetapi lambat laun aku bisa keluar dari lingkaran mereka. Kalau engga, lama lama bisa tumpul otak dan hati nurani. Kan kasihan ibuku yang melahirkanku kalau hidupku terus mantiko.  


“ Ayolah. Kenapa sombong amat lue Ale. Kita kan teman lama. Apa salahnya kumpul kumpul apalagi lue sekarang lebih banyak di Jakarta.” Desak Patria. Entah kenapa aku terprovokasi. Hanya karena dia menyebut teman lama, tidak ada alasan bagiku untuk menolak bertemu. “ Ok gua datang ke bunker. “ Kataku dan matikan telp. Ya Aku sempatkan juga datang.


Kedatanganku disambut Patria yang segera berdiri dari tempat duduknya dan membimbingku ke table.. “ Ale! Kata Suryo menyalamiku dengan hangat. Dulu aku pernah berbisnis dengan dia tapi tidak lanjut. “ Kamu tidak berubah. Tetapi kelihatan kurusan. Kelamaan bisnis di cungkok jadi lebih cungkok kamu. “ katanya. Aku hanya senyum aja. Suryo pengusaha property. Sebenarnya itu hanya yang tampak di publik. Usahanya lainnya yang tidak kecil datangkan cuan adalah godfather untuk impor pangan. Dia sendiri tidak pernah terlibat langsung. Namun mereka yang terlibat pastilah terhubung dengan dia. 


“ Ale ini dulu kan orangnya dage kita yang menetap di Singapore” Kata Surya memperkenalkan kepada yang lain, diantaranya, Muktar, Dono dan dua lagi aku engga kenal. Aku hanya mengangguk. Aku memang tidak pernah deal dengan mereka. Hanya teman saja.


“ Ale, Gua dengar Baowu Steel Group Corp ambil alih smelter Tsingshan di Sulawesi.”  Kata Dono, yang sebenarnya minta konfirmasi dariku. Dono bisnis nya udah listed di bursa. Itu cara jenial dia jarah Dapen BUMN lewat proses IPO. Ya sama dengan pemain bursa lainnya, seperti kasus saham Unicorn yang akhirnya jatuh ke level Gocap. Ada juga usaha yang tidak nampak namun mendatangkan cuan yang jauh lebih besar, yaitu  lagi lagi rente impor pangan dan tambang.


“ Ya.” Jawabku seraya mengangguk.


“ Punya siapa Tsingshan? Tanya Surya.


“ Kalau engga salah Xiang Guangda. Itu trader  nikel asal Wenzhou, provinsi Zhejiang.”


“ Berapa nilai akuisisi ? Tanya patria.


“ Kalau engga salah USD 4 miliar.” Jawabku sekenanya.


“ Mengapa mereka lepas ? Tanya Surya.


“ Katanya sih tekor. Rugi ratusan triliunan rupiah.” jawabku


“ Loh katanya cuan gede di smelter. Kok rugi? Kata Dono terkejut


“ Dia rugi karena kontrak forward nickel. Akibat perang Rusia-Ukania. Gagal antisipasi.” Kataku sambil udut rokok


“ Gua dengar group lu di  China ikutan ambil sahamnya ya “ Kata Patria menyela dengan mata menyipit. Itu nadanya selidik alias kepoan.


“ Ah bukan gua. “ Kataku mengibaskan tangan. “ Teman gua. Mereka  punya tagihan. Engga gede. Ya daripada engga dibayar, ya ambil saham aja.”


“ Detail nya gimana ? tanya Patria. Dia sudah seperti wartawan. Rasa ingin tahu apapun secara detail. Maklum dia pemilik asset management dan pemegang saham bank


“ Engga paham gua. Itu udah management.” kataku angkat bahu.


“ Yang gua tahu ada cuan mudah dibalik investasi di smelter nikel itu .” Kata Surya


“ Mudah apa ? Tanyaku mengerutkan kening.


“ Kita ekspor bebas PPN, belum lagi bebas pajak macem macem. “ Kata Patria.


“ Terus..” Aku sengaja pura pura lugu.


“ Disparitas harga Ore antara China dan Indonesia, gede. Bedanya USD 30. Bayangin aja. Dari perbedaan harga, 2 tahun balik modal kita. Belum lagi untung dari nilai tambah smelter. “ Kata Surya.


“ Wow banget kan. “Kata Patria tertawa. “ Kalau investasi USD 4 miliar atau Rp 60 triliun. 2 tahun balik modal hanya dari beda harga. Belum lagi keuntungan bebas pajak. Belum lagi keuntungan bisnis.” Sambung Patria hembuskan asap cigar.


“ Ya itulah enaknya bisnis di indonesia. Terutama era Jokowi. Makannya sejak tahun tahun kemarin investasi nikel masuk ke Indonesia hampir USD 60 miliar. Sebagian besar yang masuk China, Korea dan Jepang. Tahun depan bakalan tambah rame.“ Kata Surya.


“Indonesia punya pabrik nikel sulfat terbesar di dunia. Lokasinya di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Dengan kapasitas 240 ribu ton per tahun. Pemegang saham dari China, Lygend Resources Technology Co. Ltd dan Kang Xuan Pte Ltd.” Kata Muktar. Aku kenal dia. Tidak ada bisnisnya yang nampak dipermukaan. Namun sebenarnya dia menjadi bagian dari putaran uang ilegal bisnis judi online, komisi haram, dan uang hasil korup. Maklum dia punya bank dan juga punya portfolio investasi atas nama perusahaan di luar negeri yang bertindak sebagai lender dan investor. Hampir semua komisaris utama pada portfolio investasinya menempatkan mereka yang terafiliasi dengan elite kekuasaan.


“ Ya. Gimana peluang futur nikel sulfat ? Tanya Muktar.


“ Sejak july 2019 Pemerintah china menghapus subsidi ongkos produksi nikel sulfat. Sejak itu harga Nikel Sulfat jadi mahal. Dengan beroperasinya pabrik di Pulau Obi itu, pasar nikel sulfat akan mengalami surplus , dan berpotensi kelebihan pasokan. Harga pasti akan turun.” Kataku.


“ Terus..” Patria antusias ingin tahu.


“ Dan tentu margin semakin turun. Biaya produksi nikel sulfat dari endapan campuran hidroksida rata-rata US$3.500 per ton Ni. Berat itu. Ya, itu memang strategi untuk kepentingan domestik China ” Kataku.


“ Jadi China bangun Pabrik nikel sulfat di Indonesia dengan tujuan sebagai bahan kimia umpan untuk memasok pabrik katoda baterai china, khususnya baterai lithium-ion EV. Tanpa subsidi, China tetap dapatkan nikel sulfat yang murah. Secara tidak langsung Indonesia subsidi rakyat China.” kata Patria menyimpulkan. Aku tersenyum.


“ Kan uang investasi dari China. Dimana mana kan uang raja. Pemerintah aja yang lemot. “ Kata Muktar. 6 tahun lagi cadangan nikel habis. Kita dapat lingkungan yang rusak.


“ Ya udah, Lik “ Kata Patria kepada pria yang juga hadir dalam pertemuan itu. Aku tidak kenal. “ Lanjut lagi omongannya “Sambung Patria. 


“ OK “ seru Lik sepertinya dia siap lanjutkan pembicaraan. Yang lain menyimak. “ Masalah proyek IKN atau  Investasi Kawasan Nanggala itu bukan lagi soal bisnis tetapi sudah urusan politik. Kegagalan pada proyek IKN ini berdampak buruk bagi kelompok oligarki kekuasaan. Nah karena sifatnya politik, maka all at cost harus selesai. Asing memang tidak berminat berinvestasi karena tidak percaya IKN itu dibangun dengan green city concept. Apalagi pegiat lingkungan internasional bersuara kencang soal deforestation lahan IKN dan soal HAM atas konflik agraria. Jadi kita harus bantu pemerintah dengan ikut terlibat. Ini kepentingan nasional “ Kata Lik. Dia melirik ke semua yang hadir yang nampak tidak antusias. Mana ada dalam benak mereka mikirin kepentingan nasional.


“ Tapi “ Patria kelihatan berusaha menjelaskan secara konkrit “ Bapak bapak tidak perlu keluar uang. Saya akan atur agar bank BUMN mau keluarkan Non Recourse loan atau Kredit yang jaminannya adalah proyek itu sendiri. Kita bisa mark up proyek itu. Itu cuan engga sedikit. Misal kalau plafond kredit bank untuk proyek hotel bintang V, Rumah Sakit dan Air bersih dan lot komersial lainnya  sebesar 100 triliun. Dari mark up kita udah dapat cuan 80 triliun rupiah di depan. Selanjutnya setelah proyek jadi, kalau tidak menguntungkan ya bank sita. Kita udah untung di depan. Resiko ada pada negara.  Kan ini proyek nasional. Biasa saja tekor. Reputasi bapak bapak terjaga,  bahkan semakin terhormat” Lanjut Patria. Semua yang hadir tersenyum dan keliatan cerah wajah mereka seraya mengacungkan jempol.


Kemudian, bicara lagi orang lain yang juga tidak aku kenal. Dia anak muda belum 50 tahun. Kelihatannya cerdas. Namanya Tom“ Kita harus kunci stok gula dan bisa  atur harga sesukanya. Itu agar kita bisa tingkatkan volume impor gua. “ Katanya. Dia menjelaskan. Ketika musim giling tebu atau produksi gula tiba pada Juni-September, hasil lelang gula jatuh ke tangan mereka. Sebaliknya, ketika musim paceklik bulan Desember-April, maka stok gula sudah dikuasai oleh mereka. 


“ Dan soal beras. “ kata Tom lagi“ Kita harus samarkan data stok beras nasional dan provokasi pemerintah agar amankan stok nasional lewat impor. Ini kan tahun politik. Pemeirntah perlu stabilitas pangan dan para elite perlu uang untuk pemilu. Kita bisa tentukan harga yang bisa untung besar. Belum lagi dapat cuan dari logistik“ Lanjut Tom. 


Semua yang mendengar tersenyum cerah. Tapi perutku malah mual. Mending cepat keluar dari lingkaran mereka. “ Maaf, gua harus pergi.  Masih ada janjian ketemu teman lain” Kataku berdiri. Patria antar aku keluar dari bunker” Ale, gimana pendapat lue soal presentasi IKN dan impor pangan? tanya patria. Tahulah aku, dia undang aku datang untuk minta opini. “ Gua engga ngerti dan main begituan lagi. Udah terlalu tua untuk jadi mantiko” Jawabku tersenyum. Patria  mengacungkan jempol.


Saat di Lobi tunggu jemputan Ojol. Aku ditegur Wanita. “Pak Ale ” Katanya menyalamiku. Dia baru turun dari mobil mercy. Aku senyum saja.” Apa kabar kamu, Rika?

“ Baik baik saja bapak. Bapak mau kemana ?

“ Ke Jalan Denpasar. Mau ketemu teman. Ini lagi mau pesan Ojol” kataku tersenyum. Dia telp supirnya “ Kamu balik lagi ke lobi” Katanya. “ Saya antar ya pak. “ Lanjutnya tersenyum.

“ Ah engga usah. Saya bisa naik ojol”

“ Engga. Saya antar pak Ale Ingat loh saya ini kan anak bapak.” Katanya tersenyum. Tak berapa lama kendaraannya sampai di Lobi. “ Kamu tunggu di hotel ini. Saya yang setir antar bapak ini” Katanya kepada driver nya seraya  ajak aku masuk kendaraan.

" Dulu masih SMU pernah diajak Papa ke jalan denpasar " Kata Rika. Dia sebut nama seseorang.

" Ya saya mau ke sana ke rumahnya. Dia baru pulang dari AS. Papa Rika dan Saya punya mentor sama. Kami banyak dibantunya. " Kataku. 


Dia telp langsung papanya. Kami videocon. " Padang, masih hidup lue' Kata Ayahnya.


" Siap boss. Masih beredar. " Kataku.


" Jaga Rika ya. Kalau bandel jewer aja dia. Gua susah didik dia. Eh lue bisa taklukan dia. Dage  udah balik dari Amrik ya.”


" Ya ini saya mau ke rumahnya.”


" Kirim salam buat dia. " Kemudian telp saya serahkan kepada Rika.


“ Pak, Ale. Proyek pembangkit listrik saya jalan pak. Dua tahun saya dekat bapak, itu berkah luar biasa. Saya berhasil dapatkan proyek pembangkit listrik. Saya juga berhasil dapatkan funding nya. Itu karena mitra yang juga nerworking bapak. Setiap putaran negosiasi yang rumit, saya lewati semua hambatan. Itu kalaulah tidak ada dukungan dari bapak. Engga mungkin bisa sukses. “ Katanya Rika dengan mata berbinar.


“ Kamu cerdas. “ Kataku. “ Memang saya pernah dihubungi Shanghai tentang nama kamu. Mereka minta pendapat tentang kamu. Saya jawab saja , saya kenal kamu, bahkan saya ayah kamu. Hanya itu saja. Terus ada lagi teman saya telp. Dia tanya saya apakah saya kenal kamu. Saya jawab aja. Kenal secara pribadi”


“ Oh itu sebabnya pihak Shanghai mau undang saya untuk bicara tentang proposal bisnis saya. Akhirnya mereka beri saya dana promosi untk dapatkan proyek pembangkit listrik. Sehingga saya ada ongkos lobi dan ikut tender. Terus mitra saya di perusahaan , juga orang yang tidak pernah saya kenal sebelumnya tetapi akses politiknya kuat. Saya tawarkan kerjasama. Saya sebut nama bapak. Dia tersenyum. Akhirnya dia setuju. Saya dapat mitra international dan komut punya akses politik. Terimakasih Bapak” Katanya.


Rika aku kenal tahun 2012. Dia baru setahun tamat kuliah dari AS. Dia tidak mau kerja walau ayahnya punya banyak perusahaan. Dia memilih berwirausaha. Usahanya grosir bunga. Ayahnya sahabatku, tahun 2006 memilih bermukim di Pert, Australia. Selama dua tahun aku sering ketemu Rika. Dia selalu kirim SMS “ Mau temanin bapak, Boleh”. Aku senyum saja. Kalau kebetulan aku ada pertemuan dengan relasi, dia siap menanti di table lain. Kadang dua jam dia tunggu. Sabar banget. Memang dia sering bertanya macam macam. Aku jawab dengan santai.  Tahun 2015 dia sudah tidak lagi bertemu denganku. Dia sudah sibuk. Namun SMS nya selalu datang menanyakan kesehatanku.


“ Kini di samping punya pembangkit listrik , saya juga punya pabrik microchip di Malaysia kerjasama dengan teman kuliah saya dulu di Amrik. Dengan teman dari Panama, saya kerjasama jalankan bisnis Cargo tambang. Sekarang punya 5 kapal ukuran mother vessel. “ kata Rika Pencapaian luar biasa selama 10 tahun berbisnis.


Rika bisa sukses bukan karena modal dari ayahnya, tetapi karena dia memang cerdas. Mampu belajar mandiri dan menyimak setiap penjelasanku. Termasuk kesadaran terhadap kepatuhan standar bisnis kaum terpelajar yang utamakan menjaga lingkungan,  sosial dan moral etik. Dari generasi seperti Rika lah aku berharap agar masa depan Indonesia lebih baik. Tentu masih ada harapan di tengah generasiku yang mantiko.

Friday, June 14, 2024

Hipokrit tersembunyi

 




“ Sebaiknya tunda aja dulu kepergian ke Pyongyang” Kata Chang. “ Korea Utara salah satu negara yang paling tertutup di dunia. Mereka menganut sistem politik satu-partai di bawah front penyatuan yang dipimpin oleh Partai Buruh Korea dengan ideologi Juche, yang digagas oleh Kim Il-sung..” Sambung Chang seakan mengingatkan saya untuk tunda pergi sendirian. Sebaiknya pergi bersama rombongan yang sudah diatur oleh CWDP


“ Saya harus datang lebih dulu sebelum team dari CWDP datang.” Tegas saya. Saya tidak anggap saran Chang itu sesuatu  serius. Apalagi, kunjungan ini sangat penting sebagai lobi. Membujuk otoritas Korut agar memenuhi standar kepatuhan program pembiayaan dibawah Housing development program untuk rakyat miskin. Ini sangat sensitip dibicarakan secara formal. Kedatangan saya informal tentunya. 


“ Ok lah.” Kata Chang sepertinya menyerah. Dia tahu saya dipercaya sebagai lead dalam proyek ini, tentu saya inginkan semua rencana berjalan dengan baik. “ Saya akan atur kamu masuk Pyongyang. “ Sambung Chang dengan tersenyum. Saya tahu Chang punya koneksi luas di Korut, terutama kalangan politik. Politik Korea Utara terhubung dengan China yang menjadi undertaker politik, miiter, ekonomi dan sosial. Sistem kekuasaan hanya menjalankan agenda China saja, yang didukung oleh 10 orang super elite, yang tidak ada dalam daftar pejabat formal, namun sangat menentukan. Dalam situasi itulah, para elite dengan mudah mengamankan agenda China, yaitu menjadikan Korut halaman belakang, backyard  yang kokoh dari infiltrasi AS.


Pada tahun 2008 pagi hari dari Beijing dengan pesawat saya terbang  ke Shandong, sebuah kota di Timur Laut China yang berbatasan dengan Korea Utara. Perjalanan memakan waktu 1,5 jam. Sampai di Shandong, ada orang menjemput saya di Bandara. Dia bekerja di konsulat Korea Utara di Shandong. Dia memang ditugaskan oleh Chang untuk mempersiapkan keberangkatan saya ke Pyongyang. Saya harus menanti semalam di Shandong untuk dapatkan Visa masuk. 


Dengan pesawat tua buatan Rusia, saya terbang ke Pyongyang. Di dalam pesawat para penumpang sebagian besar adalah pria Korea Utara dan mereka termasuk high class yang populasinya di Korut sebesar 0,001%. Kebanyakan mereka mengenakan jas dengan pin warna merah. Setelah mengamati lebih dekat saya baru menyadari bahwa pin itu bergambar wajah mendiang Kim Il Song, presiden pertama Korea Utara yang mendapat julukan ‘Bapak Korea’. Pin merah yang disematkan pada baju hanya contoh kecil bagaimana Kim Il Song dan putranya Kim Jong Il menguasai rakyat Korea Utara.


Butuh waktu 1,5 jam penerbangan. Setiba diPyongyang Sunan International Airport angin sejuk membelai wajah saya. Petugas bandara mengambil telepon seluler saya untuk diperiksa. Mereka memeriksa semua isi tas dan menyita buku-buku atau barang-barang yang dianggap tidak pantas dibawa masuk ke negeri itu. Keluar dari gate , ada poster bertuliskan nama saya dari seorang wanita cantik berpenampilan sederhana. Saya melambaikan tangan. Dia membalas tersenyum. 


“ Kenalkan, nama saya Mss. Myung” Katanya memperkenalkan diri “ Saya ditugaskan oleh atasan saya untuk mendampingi anda selama kunjungan. Selamat datang di Pyongyang” sambungnya. Bahasa inggris nya bagus. Saya sadar bahwa Myung walau nampak ramah dan cantik, tetaplah dia bagian dari Militer Korea utara.

Saya tinggal di Sosan hotel, ini hotel bintang 4 dan termasuk modern. Chang memang tidak menyediakan akomodasi hotel bintang 5 di Pyongyang. Karena akupasinya rendah dan pasti engga bersih. Dalam perundingan dengan elite partai dan pejabat kementerian di hotel. Mereka tidak begitu mengerti segala protokol kepatuhan pendanaan proyek. Namun apapun mereka tanda tangani selagi tidak ada asing terlibat dalam proyek. Semua harus dikerjakan oleh perusahaan Korea Utara. Soal pengawasan, mereka hanya setuju bila itu dilakukan oleh China, bukan negara lain. Pembicaraan cepat sekali berlangsung. Mereka tandatangani disclaimer akan kepatuhan standar bantuan pembiayaan proyek.


Pejabat korut mengajak saya meninjau kawasan yang akan dijadikan proyek perumahan. Di sela sela waktu kunjungan itu, saya sempatkan melihat lihat dari dekat kota Pyongyang. Kota ini memang berkembang sebagai kota metropolitan. Banyak gedung pencakar langit bergaya retro-futuristik, dengan kurva dan kaca. Bangunan-bangunan yang lebih tua telah dicat ulang dengan corak permen berwarna merah, seafoam hijau dan biru langit. Kalau dari udara memang kelihatan indah. Cara terbaik menyembunyikan ketimpangan kaya dan miskin. 


Tak lupa Ms Myung ajak saya ke Bukit Mansudae, yang berisi patung perunggu Kim Il-Sung dan Kim Jong-Il setinggi 22 meter.  Di pintu stasiun kota ada The Arch of Triumph, sebuah monumen besar dan mengesankan yang dibangun pada tahun 1952 untuk memperingati perlawanan Korea terhadap Jepang. Myung menceritakan dengan detail kisah perang melawan Jepang itu. Saya tahu itu propaganda hapalan. Setelah itu, kami mengunjungi Lapangan Kim Il-Sung, alun alun yang biasa diadakan pawai. Kesannya tidak meriah. Sepi aja.


Berkesempatan mengunjungi demilitarization zone, yaitu sebidang tanah yang membentang di sepanjang Semenanjung Korea. Ini digunakan sebagai zona penyangga antara Korea Utara dan Selatan, dan memiliki panjang 160 mil dan lebar 2,5 mil. Kami secara khusus mengunjungi Joint Security Area, yang terletak di desa Panmunjom; di dalam area itu terdapat deretan bangunan yang digunakan untuk pertemuan antara Korea Utara dan Selatan.


MRT mereka hebat. 90% orang pyongyang menggunakan angkutan umum. Taksi juga ada. Orang kaya boleh punya kendaraan pribadi. Tetapi itu harus benar benar kaya dan dekat dengan elite kekuasaan. Di trotoar orang berjalan tidak nampak tergesa gesa seperti di Jepang atau Hong Kong. Penampilan mereka terkesan konservatif. Hampir tidak pernah melihat wanita berpakaian modis.

Selama kunjungan di Pyongyang, walau Guide dan pejabat pemerintah berusaha menggambarkan kemajuan Korea Utara dengan menjadikan Pyongyang sebagai tolok ukur modernisasi Korea Utara yang bergerak menjadi negara makmur, namun ketika melihat Mall yang besar sepi pengunjung dengan SPG yang kaku, tempat wisata yang bersih dan hebat namun sepi pengunjung kecuali hari libur, itupun 80% adalah keluarga tentara. Apa yang mereka katakan itu hanyalah propaganda dan menjadikan Pyongyang sebagai panggung teater kebohongan, dimana para elite penguasa tinggal di istana megah di tengah rakyat yang miskin.


Sebenarnya menurut Chang, walau yang berkuasa adalah elite namun mereka menjadikan presiden sebagai wayang. Ya semacam oligarki. Para oligarki itu menjauhkan Presiden dari informasi terupdate.  Menjauhkan presiden dari buku buku. Bahkan sejak remaja sudah ditanamkan sifat ambisius ayahnya dan tentu kalau sudah ambisius cenderung psikopat, yang salah satu tabiat buruknya adalah megalomania. Ingin terus dipuja dan engga mau disalahkan. Bergaya apa saja minta dipuja. Anggaran biaya program pemujaan Presiden mencapai 30% dari APBN, termasuk pengadaan rumah gratis, RS dan bansos agar rakyat terus memujanya.


Kita tidak bisa menyimpulkan kemegahan kota metropolitan di Pyongyang dengan kehidupan malamnya sebagai indikator makmur dan kekuatan ideologi seperti billboard Kim di setiap sudut kota. Semua nampak kaku dan sepi serta gelap. Banyak gedung tinggi namun tidak terawat dengan baik. Satu satunya yang menarik adalah wanitanya, seperti Myung. Kulitnya putih dan halus. Exciting.


 “ Seumur hidup, saya tidak akan bisa menabung untuk dapatkan uang sebanyak ini.. “ Kata Myung  saat menerima uang 10.000 yuan dari saya di bandara keberangkatan. Kebersamaan selama 5 hari ternyata membuat dia menjatuhkan airmata saat akan  berpisah dengan saya. “ saya akan selalu merindukan anda “ katanya berbisik. Saya tak akan berjanji yang tak mungkin saya tunaikan. Tak ingin lagu “ nizen me shuo” terjadi padaku. 


***


Sampai di Beijing saya di jemput Chang di Bandara. “ Saya dengar misi anda sukses. “ Katanya tersenyum. “ Apa kesan anda terhadap Pyongyang? tanyanya.


“ Pembangunan fisik oklah walaupun terkesan hipokrit. Tetapi disana tidak ada pembangunan peradaban. Politik isolasi merupakan cara penguasa memperoleh kekuasaan mutlak atas rakyatnya” Kata saya.


“ Mereka para elite itu terjebak dengan penyakit mental ambisius. Presiden dan para elite meracuni anak anaknya dengan budaya hedonis dan gila pujian. Kelak mereka akan melanjutkan kekuasaan itu dengan cara ambisius juga. Ya semacam politik dinasti. Dan karenanya negara itu tidak akan pernah bergerak kemana mana.  “ kata Chang dengan sambil lalu. 


Saya tersentak. Ambisi? Sebenarnya ambisi itu bagus kalau dibekali dengan pengetahuan mumpuni dan good attitude. Karena dalam hidupnya. Tak perlu motivasi dari orang lain, tak perlu situasi yang membuatnya terpaksa melakukan sesuatu, ambisi dalam dirinya akan membuatnya terus bergerak dan berkembang melewati segala  hambatan dan tantangan. One of the amazing things about someone with ambitions is the optimism. Sikap otimis tersebut bisa berakar dari rasa percaya diri yang tinggi atau pengetahuan yang dimilikinya.


Namun kalau orang ambisi tanpa pengetahuan dan spiritual yang cukup, maka ia disebut orang ambisius. Pastinya tidak tahu diri. Dia selalu percaya dengan saran dan pendapat yang memungkinkan dia bisa memuaskan keinginannya. Tidak peduli bagaimanapun caranya. Dalam hal Politik Korea utara, presiden dan elite tidak merasa risih hanya jadi alat kepentingan Beijing. Mereka menindas ke bawah, ke kiri dan kanan namun menjilat keatas, dalam hal ini ke China. Saya melirik ke Chang yang duduk bersama saya dalam kendaraan ke hotel. Sebelah saya inilah predator sebenarnya. Dan para elite korut adalah hipokrit yang tersembunyi.


***

Walau awalnya lancar tetapi selanjutnya tidak mudah meyakinkan pemerintah agar mereka setuju dengan standar kepatuhan dana Hibah, yaitu program berkelanjutan untuk lingkungan sehat seperti pendidikan, kesehatan, sarana ekonomi mandiri. Saya perlu waktu 2 tahun meyakinkan pemerintah Korut. Mungkin karena kegigihan saya meyakinkan mereka. Sampai akhirnya pejabat Korut luluh hati. Karena saya tidak pernah menyangkal setiap sikap mereka yang sangat paranoid terhadap bantuan asing. Saya hanya meluruskan saja. Itupun dengan hati hati. Selama proses negosiasi itu, saya ditemani  Myung yang bertindak sebagai asisten dan juga translator. 


Barulah tahun 2011 bisa disetujui proposal proyek itu. Saat proyek dibangun saya tidak lagi aktif sebagai volunteer karena kesibukan bisnis. Ternyata setelah proyek di Samjiyon selesai. Mulai mengalir deras dana NGO ke Korea Utara. Mereka copy paste dengan program yang saya buat. Jalan kemanusiaan bagi rakyat miskin korut terbuka sudah.


Tahun 2013 saya dapat kabar dari sahabat saya di UNF kalau Myung masuk program isolasi di kamp kerja pertanian. Saya putuskan untuk rescue dia. Akses politik ke China terpaksa saya gunakan untuk membebaskan Myung. Dan dia bisa kembali ke keluarganya setelah  setahun lebih dalam isolasi. Bahkan dia dapat kehormatan dengan jabatan bagus. 


“ Saya tadinya tidak yakin akan bertemu lagi dengan kamu. Ternyata kamu yang jemput saya dari kamp isolasi. Padahal saya sudah hopeless, tinggal menunggu ajal“ Kata Myung menangis saat saya jemput dari kamp isolasi. 


“ Awalnya tidak ada NGO Filantropi yang mau terlibat. Tetapi setelah kamu memulai, jalan untuk kemanusiaan bagi rakyat miskin Korut tercipta.“Kata Myung berusaha melupakan deritanya dengan melihat kenyataan proyek itu menjadi inspirasi bagi NGO lain. Saya berusaha tidak baper. Saya hanya ingin jadi sahabatnya saja.

Saturday, June 08, 2024

Irama sumbang

 





Terdengar suara tangis setiap hari. Suaranya seperti ratapan yang tertahan sedu sedan. Hujan deras, suara tangisan itu tetap terdengar. Tak lagi indah suara rintik rintik hujan karenanya. Malam yang damai di desa seharusnya memberikan kenyamanan mengantar tidur. Kini suara tangis itu membuat dada sesak dan gelisah. Menyimpulkan melankolis dan dramatis. Suara tangis itu seperti mengingatkan pada banyak kesedihan akibat ketidak adilan diatas harapan janji pemilu yang tak pernah ditunaikan. 


”Siapa sih yang terus-terusan menangis begitu?!” tanya warga desa


”Siapa ? ” jawaban warga yang balik bertanya bingung. 


”Darimana sumber suara tangisan itu ?  tanya warga lainnya.


”Entahlah. Mungkin dari balik bukit kampung sebelah yang sebagian besar penduduknya punya anak stunting. Ataukah dari penduduk desa sebelahnya lagi yang lahannya digusur untuk kebun besar sawit korporat. Penduduknya dikriminalisasi karena bertahan tidak mau digusur. Bahkan ada yang terpaksa mencuri buah sawit untuk bertahan hidup dan terbunuh oleh amok massa buruh kebun. ” ujar seorang peronda yang dianggap tetua desa. ” Mereka pasti masih sedih karena derita yang tak terucapkan lagi.”


Orang-orang terdiam. Mereka saling tatap di antara mereka. Karena mereka juga adalah korban dari dugaan sumber tangisan itu. Hanya saja mereka percaya dengan Pak lurah yang menjanjikan banyak hal. Tapi nyatanya mereka hanya tahu pada akhirnya Pak lurah dan teman temannya semakin kaya berkat dana desa itu. Sementara mereka pura pura bahagia atas pilihan sikapnya. Menumpang tawa ditempat ramai dan menjerit tangis dalam kesendirian.


Tangis itu terus mengambang di udara entah berasal dari mana. Kadang tangis itu terdengar seperti suara tangis bayi yang rewel kelaparan. Kadang seperti suara perempuan terisak setelah ditampar suaminya yang bokek. Kadang terisak panjang seperti mahasiswa yang gagal masuk universitas karena kemiskinan. Kadang seperti keluhan pegawai honorer yang upahnya sebulan setara 6 cangkir kopi starbucks. Kadang seperti orang sekarat, yang putus asa karena bangkrut akibat judi online dan investasi bodong. Kadang seperti sayatan panjang yang mengiris malam seperti PSK kena garuk Petugas.


Berhari-hari tangisan itu terdengar timbul-tenggelam menyiratkan kesedihan yang paling memilukan. Hidup sudah sedemikian penuh kesedihan kenapa pula mesti ditambah-tambahi mendengarkan tangisan yang begitu menyedihkan sepanjang hari seperti itu?  Lalu kompak, warga sepakat mengadu pada Pak RT.


Tak ingin terjadi hal-hal yang makin meresahkan, Pak RT segera menghubungi Ketua RW, karena barangkali yang terus-terusan menangis itu dari kampung sebelah. Seminggu lalu memang ada warga kampung dekat pembuangan sampah yang mati gantung diri setelah membunuh istri dan empat anaknya yang masih kecil. Dimanakah harapan? Siapa yang menggantungkan politik pada harapan akhirnya hanya akan terpekur, karena harapan selalu samar. Lebih baik mati daripada hidup kelaparan adalah putus asa dalam kekalahan, kehilangan harapan. Suara tangis pun semakin membumbung ke langit. 

Pada hari berikutnya, suara tangis itu terdengar makin panjang dan menyedihkan.  Masuk ke ruang politik.  Parlemen, pengadilan, polisi, kejaksaan, dan media nyaris jadi sederet bordello, di mana si kaya bisa membeli apa saja. Suara rakyat yang diberikan kepada sang presiden seakan-akan sia-sia. Kini para mahasiswa tak hendak mencoba mengulang heroisme angkatan sebelumnya. Para tokoh agama juga terhalang oleh nafsunya membela kebenaran. Apalagi dapat jatah IUP. 


Pada hari berikutnya, seluruh kota sudah digelisahkan tangisan itu. Para Lurah segera melapor Pak Camat. Tapi karena tak juga menemukan gerangan siapakah yang terus-terusan menangis, Pak Camat pun segera melapor pada Walikota, yang rupanya juga sudah mengganggu kenyamanan kelas Menengah dan Atas pembayar pajak. Tangis itu makin terdengar ganjil ketika menyusup di TikTok dan Twitter. 


”Mungkin itu tangisan buruh yang terpaksa menerima upah dibawah UMR karena lapangan kerja semakin sulit. …”


”Mungkin itu tangisan buruh yang baru terkena PHK.”


”Mungkin itu tangisan si miskin  yang menjerit akan harga harga sembako yang terus naik”


”Barangkali itu tangisan petani yang semakin loyo bertani karena pupuk sulit didapat di pasar, kalaupun ada harganya naik lebih cepat dari kenaikan harga gabah…”


”Barangkali itu tangisan pedagang tradisional yang tergerus pasarnya karena adanya e commerce dan marketplace dari unicorn”


Hingga hari berikutnya,  tangisan itu makin terdengar penuh kesedihan dan membuat Walikota segera menghadap Gubernur. Ternyata Gubernur sudah tahu. Tangisan itu bagai mengalir sepanjang jalan sepanjang sungai sepanjang hari sepanjang malam, melintasi perbukitan kering, merayap di hamparan sawah yang tergenang banjir dan terdengar gemanya yang panjang hingga ngarai dan lembah yang kelabu sampai ke dusun-dusun paling jauh di pedalaman.

Pada hari berikutnya, para menteri berkumpul membahas laporan para Gubernur perihal tangis yang telah terdengar ke seluruh negeri. Tangis itu bahkan terdengar begitu memelas ketika melintasi kampung kumuh di Ibu Kota. Terdengar terisak-isak serak bagai riak yang mengapung di gemerlap cahaya lampu gedung- gedung menjulang hingga setiap orang yang mendengar sekan diiris-iris kesedihan.


”Apakah kita mesti melaporkan hal ini pada Presiden?” kata seorang Menteri.


Menteri yang lain hanya diam.


Pada hari hari berikutnya, tangis itu sampai juga ke kediaman Presiden yang asri dan megah. Tangis itu menyusup lewat celah jendela, dan membuat Presiden tergeragap dari kantuknya. Ia menyangka itu tangis cucunya yang kelak diharapkan jadi presiden juga. Ternyata bukan. Pastinya bukan dari putranya yang dari walikota akan menjadi wapres. Pastinya bukan dari putranya ketua Partai. Tentu bukan dari menantunya yang akan jadi gubernur.  Lalu siapa yang menangis? Seperti terdengar dari luar sana. Pelan Presiden membuka jendela, tapi yang tampak hanya bayangan nun jauh di sana istana baru sedang dibangun yang menguras uang APBN hampir Rp. 100 triliun.


Mendadak istrinya sudah di sampingnya. ”Ada apa?”


”Saya seperti mendengar suara tangis…” kata presiden

”Siapa?” Kata istrinya.” Aku hanya mendengar euforia dari 78 % rakyat yang puas akan kepemimpinan mu. 58% yang suka kepada putra kita sebagai wapres.” Sambung istrinya.

”Begitu kata survey..Begitu kata MK dan KPU. Entahlah…” Suara presiden lirih

”Sudah, tidur saja. Besok bagikan sedekah Bansos, agar tangisan itu berhenti atau dilupakan” kata istrinya. Presiden hanya tersenyum. Tetap berusaha tampak anggun dan tenang. Lalu menutup jendela.


Sementara tangisan itu terus mengalun sehingga menjadi pelengkap irama kehidupan negeri yang hipokrit, bersanding dengan suara jeritan euforia kaum pemburu rente dan oligarki. Antara tangis dan euforia, bersaut sautan dibalik  kekumuhan dan kemewahan. Di balik angka Ratio GINI yang timpang. Di negeri ini, Negara adalah sebuah paradoks: ia irrasional dan sekaligus rentan dan ceroboh. Negara adalah juga politisi yang punya mind corruption, yang dengan produktif mengeluarkan UU yang transaksional. Kekuasaan sebagai amanat publik telah diperdagangkan sebagai milik pribadi, dan akibatnya ia hanya merepotkan, tapi tanpa kewibawaan.


Haruskah kita terus berjuang dalam politik untuk perubahan, ketika hampir semua hal sudah diucapkan secara terbuka, tapi negeri ini hanya berubah beberapa senti? Kalaupun akal budi tak kunjung menang, seperti dicitakan Hegel, tak berarti manusia takluk. Kalaupun kebebasan  tidak lagi bebas, seperti diperhitungkan Marx, tak berarti ia tak layak diperjuangkan. Apakah kamu juga  dengar tangisan itu? Atau hanya mendengar jeritan euforia? 


Berkorban

  Tahun 2019 setelah selesai restruktur utang SIDC, saya sempatkan ke Shanghai untuk meninjau Sub Holding SIDC HighTech. CEO nya adalah Risa...